Liputan6.com, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut bahwa koperasi merupakan bagian penting dari rezim pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT).
Ketentuan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang antara lain mengatur Koperasi, khususnya yang melakuan kegiatan Simpan Pinjam sebagai Pihak Pelapor.
Baca Juga
“Karena itulah, peran Kementerian Koperasi dan UKM sebagai Lembaga Pengawas dan Pengatur dari Koperasi, khususnya Koperasi Simpan Pinjam menjadi sangat strategis,” kata Kepala PPATK, Dian Ediana Rae, dalam Rapat Koordinasi dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Selasa, (9/6/2020).
Advertisement
Lebih lanjut Dian menjelaskan bahwa pengawasan terhadap Koperasi, khususnya Koperasi Simpan Pinjam (KSP) memang bukanlah hal yang mudah. Berdasarkan data Sectoral Risk Assessment yang dihimpun PPATK bersama sejumlah lembaga terkait, tidak kurang terdapat 67.891 Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah atau Unit Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah.
Dari jumlah tersebut, hanya 501 KSP yang sudah teregister dan sudah menyampaikan 297 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dan 2.451 Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) selama periode tahun 2010 hingga Juni 2020.
“Fakta yang meresahkan adalah, terdapat sejumlah kasus Koperasi yang digunakan sebagai sarana pencucian uang maupun berbagai kejahatan lainnya,” ujarnya.
Sehingga berbagai perkara terkait dengan Koperasi menelan kerugian hingga triliunan Rupiah, seperti perkara yang menjerat Koperasi Langit Biru yang menelan dana nasabah hingga Rp 6 triliun, Koperasi Pandawa dengan kerugian Rp 3 triliun, hingga Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada sebesar Rp 3,2 triliun. Lebih jauh, terungkap juga Koperasi yang digunakan sebagai sarana kejahatan narkotika.
Problematika Serius
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki menyebut bahwa permasalahan yang membelit Koperasi, terutama Koperasi Simpan Pinjam sudah menjadi problematika yang serius.
“Sudah ditemukan berbagai contoh KSP yang melakukan praktik kejahatan yang merugikan orang banyak. Muaranya adalah rusaknya integritas koperasi yang sepatutnya berfungsi sebagai soko guru perekonomian nasional,” kata Teten.
Teten pun mengaku bahwa pihaknya sudah melakukan upaya moratorium pembukaan KSP baru dan perluasan cabang KSP yang sudah ada. Sistem pengawasan juga sedang kami kembangkan, agar model pengawasan koperasi dapat menyerupai yang diterapkan di perbankan.
Demikian Rapat koordinasi juga membahas berbagai solusi untuk menjaga integritas dan kapasitas Koperasi, seperti menjadikan Koperasi Serba Usaha sebagai bagian dari Pihak Pelapor; memperkuat pengawasan terhadap Koperasi hingga level Provinsi, Kabupaten, dan Kotamadya; mengevaluasi perizinan atas Koperasi yang telah beroperasi; menyempurnakan data statistik Koperasi di seluruh Indonesia; peningkatan kapasitas dalam bentuk pelatihan kepada personil dan pengawas Koperasi; mengoptimalkan program edukasi publik; hingga penggolongan Koperasi berdasarkan risiko.
“PPATK juga menyediakan platform goAML, sebuah sistem berbasis website yang akan mempermudah proses pelaporan Koperasi kepada PPATK tanpa perlu lagi melakukan proses instalasi. Harapannya, Integritas Koperasi dapat dijaga dari praktik- praktik kejahatan, sekaligus meningkatkan level kredibilitas dan profesionalitasnya seperti harapan para Pendiri Bangsa,” pungkas Dian.
Advertisement