Penyederhanaan Cukai Rokok Jadi Strategi Reformasi Fiskal Kemenkeu

Kemenkeu menetapkan penyederhanaan (simplifikasi) struktur tarif cukai hasil tembakau sebagai salah satu bagian strategi Reformasi Fiskal

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 07 Jul 2020, 12:30 WIB
Diterbitkan 07 Jul 2020, 12:30 WIB
20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan penyederhanaan (simplifikasi) struktur tarif cukai hasil tembakau sebagai salah satu bagian strategi Reformasi Fiskal.

Kepastian tersebut diperoleh setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020 – 2024.

Haula Rosdiana, Guru Besar Perpajakan Departemen Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia menilai kebijakan cukai dapat menjadi instrumen pengendalian konsumsi rokok untuk menyelamatkan kelompok masyarakat yang rentan.

“Kebijakan yang komprehensif dan holistik diperlukan karena keterjangkauan dan penerimaan negara harus diamankan. Jangan sampai ada penyelundupan pajak,” kata Haula di Jakarta, Selasa (7/7/2020).

Dia menjelaskan, kebijakan cukai merupakan salah satu instrumen yang cukup cepat dan efektif. Sebab, dampak kebijakan cukai juga akan langsung dirasakan konsumen.

Rencana perbaikan dan reformasi kebijakan cukai rokok juga dinilai telah sejalan dengan visi dan misi presiden menciptakan sumberdaya manusia yang maju dan unggul.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Ditandatangani Sri Mulyani

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebagaimana diketahui, Sri Mulyani menandatangani PMK 77/2020 pada 29 Juni 2020 dan mulai berlaku 30 Juni 2020. Dokumen itu menyebutkan Reformasi Fiskal dilakukan demi memperkuat pertumbuhan dan daya saing ekonomi yang merupakan satu dari lima pilar untuk mendukung Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 18/2020 tentang RPJMN 2020-2024 telah menetapkan tujuh agenda pembangunan beserta arah kebijakannya.

“Kementerian Keuangan dalam Agenda Pembangunan Pertama RPJMN tahun 2020- 2024 diamanatkan dapat berkontribusi dalam mendukung arah kebijakan pembangunan nasional,” tulis Sri Mulyani dalam PMK 77/2020.

Sesuai aturan tersebut, strategi Reformasi Fiskal akan dijalankan oleh semua direktorat dan badan di bawah Kementerian Keuangan, termasuk Badan Kebijakan Fiskal dan Direktorat Jenderal Bea Cukai.

Dalam kesempatan yang sama, Pande Putu Oka, Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal juga menegaskan bahwa cukai memiliki dua dimensi yakni pengaturan (regulerend) dan penerimaan (budgeter). “Dalam konteks dinamika reformasi cukai kita sudah punya beberapa perjalanan yang panjang baik penggolongan, simplifikasi, dan lain-lain,” kata dia.

Menurut Pande, reformasi kebijakan cukai rokok antara lain meliputi penyederhanaan tarif, harga transaksi pasar, dan harga jual eceran. Seluruh proses tersebut bertujuan meningkatkan kemudahan administrasi, mengurangi rentang harga, moral hazard, hingga meminimalkan peredaran rokok illegal.

Langkah pemerintah menetapkan penyederhanaan tarif cukai rokok sebagai salah satu strategi kebijakan Reformasi Fiskal telah sejalan dengan masukan berbagai pihak. Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (LDUI) dan Bank Dunia sebelumnya telah mengusulkan pemerintah menempuh kebijakan ini.

Manajer Informasi Kependudukan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia, Nur Hadi Wiyono menilai, sistem struktur cukai saat ini yang berjenjang dan memiliki banyak layer berpotensi membuka celah pelanggaran kebijakan cukai.

“Kami sudah usulkan pada pemerintah untuk melakukan usaha simplifikasi cukai agar dilakukan penyederhanaan secara bertahap,” ungkap Nur Hadi.

 

Rekomendasi Bank Dunia

Rokok Ilegal
Bea Cukai pun terus melakukan pengawasan di daerah produksi dan pemasaran rokok ilegal antara lain di Malang, Jawa Timur dan Teluk Bayur, Sumatera Barat.

Bank Dunia dalam Review Anggaran Indonesia juga merekomendasikan hal serupa. Sebab, penyederhanaan tarif cukai diprediksi memberikan keleluasaan ruang fiskal hingga 0,7 persen dari Produk Domestik Domestik Bruto (PDB), jauh di atas keuntungan fiskal dari penghapusan subsidi energi atau penghapusan pembebasan pajak pertambahan nilai yang hanya berkisar 0,2-0,4 persen dari PDB.

Kebijakan penyederhanaan struktur cukai secara bertahap sebelumnya telah tercantum pada PMK 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Lewat aturan ini, struktur tarif cukai rokok akan disederhanakan secara bertahap dari 12 layer di 2017 menjadi 5 layer di 2021. Pemerintah menempuh kebijakan tersebut dalam rangka optimalisasi penerimaan cukai hasil tembakau, meningkatkan kepatuhan pengusaha pabrik serta penyederhanaan sistem administrasi di bidang cukai.

Baru setahun berjalan, kebijakan simplifikasi dibatalkan melalui terbitnya PMK 156/2018. Belakangan, Bank Dunia menyebut bahwa agenda reformasi cukai sempat terhambat lobi-lobi dari industri rokok. Dengan reformasi cukai ini, Indonesia dinilai dapat mendorong penerimaan negara, menurunkan prevalensi merokok, menyelamatkan kehidupan dan mengurangi biaya kesehatan akibat penyakit terkait merokok.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya