Soal Kampanye Hitam Sawit, Indonesia Terus Gugat Uni Eropa ke WTO

Pemerintah tidak tinggal diam dengan diskriminasi dan kampanye negatif sawit.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Jul 2020, 18:40 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2020, 18:40 WIB
Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga. (Foto: Biro Humas Kemendag)
Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga. (Foto: Biro Humas Kemendag)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) mendorong semua pihak ikut ambil bagian dalam kampanye positif minyak kelapa sawit (CPO). Selama ini memang produk sawit Indonesia mendapat perlakuan diskriminasi dan mendapat kampanye hitam di pasar internasional.

Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengatakan, pemerintah tidak tinggal diam dengan diskriminasi dan kampanye negatif sawit. Apalagi selama ini, CPO merupakan komoditas ekspor andalan Indonesia.

"Sawit adalah salah satu penopang ekspor Indonesia. Oleh karena itu, bagaimana pun harus diperjuangkan. Kita ingin sawit memberikan dampak positif yang luas bagi kesejahteraan seluruh masyarakat, bukan hanya pengusaha tetapi juga petani sawit, buruh di industri sawit dan seluruh masyarakat pada umumnya," katanya melalui keterangan tertulis, Senin (27/7/2020).

Jerry menggandeng pelaku usaha bersinergi untuk lebih menggalakkan diplomasi dan kampanye sawit di luar negeri. Dari sisi diplomasi, kata Jerry, perjanjian perdagangan yang didorong pemerintah bisa meningkatkan daya saing produk sawit.

Dengan perjanjian seperti FTA dan CEPA, tarif masuk produk Indonesia bisa ditekan hingga 0 persen sehingga bisa menekan harga.

"Perjanjian perdagangan itu kunci, karena dari situ kita mendapatkan preferensi tarif hingga 0 persen. Itu sangat menguntungkan sekali karena menghasilkan harga yang kompetitif," ucapnya.

Namun, menurut Jerry, perjanjian perdagangan saja tak cukup. Dia menyadari ada isu sensitif soal sawit yang dapat mengganggu proses perundingan perdagangan. CPO sering dituding sebagai tanaman yang tidak ramah lingkungan di samping tuduhan-tuduhan lainnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Obyektif

20160308-Ilustrasi-Kelapa-Sawit-iStockphoto
Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Jerry percaya semua negara sudah tahu bahwa sawit relatif lebih ramah lingkungan dan efisien dibandingkan produk kompetitor. Apalagi, Indonesia juga makin aktif menegakkan aturan-aturan sosial dan ekologis dalam perkebunan dan industri kelapa sawit. Semua negara harus melihat permasalahan ini dengan lebih obyektif.

“Kita menyadari bahwa ini bukan semata-mata berkaitan dengan isu negatif itu sendiri, tetapi berkaitan dengan kepentingan yang ada di baliknya. Minyak-minyak nabati lain belum ada yang seefisien kelapa sawit dan karenanya pasti akan ada yang akan kalah jika bersaing secara bebas. Itulah sebabnya banyak instrumen dipakai untuk membuat kelapa sawit terhambat di perdagangan internasional," tuturnya.

Oleh karena itu, dia mengajak semua pihak bersinergi untuk memberikan wacana-wacana positif tentang sawit. Dia yakin pemerintah saja tidak akan bisa menangani isu tersebut sendirian.

 

Gerakan Bersama

Buah kelapa sawit
Buah kelapa sawit. (iStockphoto)

Pengusaha dan organisasi non pemerintah sangat dibutuhkan dalam hal ini. Jerry ingin peran mereka diwadahi gerakan bersama yang sinergis dan koordinatif.

Pemerintah, kata Jerry, terus berjuang di forum internasional untuk melawan diskriminasi sawit. Gugatan Indonesia kepada Uni Eropa di WTO masih berlanjut. Saat ini, ekspor biodesel ke Benua Biru dikenakan bea masuk dengan tarif 8-18 persen.

"Indonesia menuntut prinsip kesetaraan dan keadilan dalam perdagangan dunia," ucapnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya