Deflasi 2 Bulan Beruntun, Indonesia Terancam Resesi?

Badan Pusat Statistik (BPS) kembali melaporkan data inflasi pada Agustus 2020 yang tercatat -0,05 persen atau deflasi

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 01 Sep 2020, 12:20 WIB
Diterbitkan 01 Sep 2020, 12:20 WIB
FOTO: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal II 2020 Minus 5,32 Persen
Anak-anak bermain di bantaran Kanal Banjir Barat dengan latar belakang gedung pencakar langit di Jakarta, Kamis (6/8/2020). Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia Kuartal II/2020 minus 5,32 persen akibat perlambatan sejak adanya pandemi COVID-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) kembali melaporkan data inflasi pada Agustus 2020 yang tercatat -0,05 persen atau deflasi. Ini merupakan angka deflasi yang terjadi selama dua bulan beruntun, setelah pada Juli lalu terjadi inflasi -0,10 persen l.

Lantas, apakah angka inflasi ini semakin mempertegas Indonesia akan jatuh ke jurang resesi pada kuartal III 2020 ini?

Kepala BPS Suhariyanto tak mengelak, bahwa data angka inflasi yang dikeluarkan pihaknya pada bulan lalu dapat berdampak terhadap hasil pertumbuhan ekonomi di sepanjang triwulan ketiga tahun ini.

"Angka-angka inilah yang akan menentukan angka pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2020," kata Suhariyanto dalam sesi teleconference, Selasa (1/9/2020).

Suhariyanto juga menyoroti inflasi tahun kalender di Agustus 2020 yang sebesar 0,93 persen, dan inflasi secara tahunan (year on year/yoy) 1,32 persen. Angka tersebut lebih kecil dari inflasi di Juli 2020 yang sebesar 1,54 persen, catatan terendah sejak Mei 2000.

"Jadi bisa dilihat, di bulan Agustus deflasi 0,05 persen. Ini merupakan deflasi kedua tahun ini, karena di Juli juga kita deflasi 0,10 persen. Pada bulan Agustus 2020 kita juga inflasi (tahunan) 1,32 persen, lebih rendah dari bulan-bulan sebelumnya," jelasnya.

Namun, ia mengatakan, catatan ini tak hanya terjadi di Indonesia saja, sebab banyak negara disebutnya juga mengalami deflasi akibat wabah pandemi Covid-19.

"Seperti saya sampaikan, tren ini hampir sama di semua negara. Terjadi pelemahan daya beli, dan hampir di semua negara mengalami deflasi. Covid ini menurunkan daya beli," tuturnya.

"Tapi catatannya, deflasi 0,05 persen ini terjadi karena dari sisi supplying kita cukup bagus. Karena itu harga barang dari volatile price mengalami banyak penurunan. Tapi daya beli kita butuh waktu untuk kembali normal," tegas dia.

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Agustus 2020 Catatkan Deflasi 0,05 Persen, Ini Penyebabnya

BPS Sebut Inflasi Januari-November 2019 Turun
Seorang pembeli melintas di antara kios di pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Senin (2/12/2019). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka inflasi sepanjang Januari-November 2019 sebesar 2,37 persen, lebih kecil ketimbang periode yang sama tahun lalu sebesar 2,50 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suharyanto mengatakan, Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,05 persen pada Agustus 2020.

Dengan adanya deflasi ini maka tingkat inflasi tahun kalender dari Januari sampai Agustus 2020 adalah 0,93 persen dan inflasi tahun ke tahun, Agustus 2020 ke Agustus 2019 adalah 1,32 persen.

"Perkembangan harga berbagai komoditas secara umum menunjukkan adanya penurunan. Berdasarkan pemantauan BPS di 90 kota yang dicakup didalam inflasi pada Agustus 2020 terjadi deflasi 0,05 persen," ujar Suhariyanto melalui Youtube BPS, Jakarta, Selasa (1/9).

Suhariyanto mengatakan, dari 90 yang dipantau 53 kota mengalami deflasi dan 37 kota mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terjadi di kupang yaitu 0,92 persen dan penyebab utamanya adalah penurunan harga beberapa komodtas ikan, ayam ras dan angkutan udara.

"Deflasi terendah terjadi di Sibolga dan Bekasi yaitu 0,01 persen. Sebaliknya inflasi tertinggi terjadi di Meulaboh yaitu 0,82 persen dan penyebabnya adalah adalah kenaikan harga emas, perhiasan, minyak goreng dan ikan. inflasi terendah Kediri yaitu 0,02 persen," jelasnya.

Suhariyanto menambahkan, penyebab deflasi bulan lalu adalah kelompok makanan dan tembakau. Selain dua komponen tersebut juga terdapat tarif angkutan yang mengalami penurunan.

"Menurut kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi yaitu kelompok makanan, minuman dan tembakau. Satu lagi adalah transportasi. Sebaliknya inflasi tertinggi Agustus terjadi kelomPok perawatan pribadi dan jasa lainnya," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya