Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto menyatakan, peluang pasar ekspor dan lokal untuk komoditas rajungan terus meningkat setiap tahunnya.
Namun saat ini, kebutuhan pasar ekspor masih sangat tergantung dari hasil tangkapannya di alam, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan eksploitasi berlebih. Oleh karenanya, teknologi budidaya yang aplikatif dan berkelanjutan harus dikembangkan.
"Inovasi melalui teknologi pembenihan dan budidaya menjadi terobosan yang sangat penting. Budidaya juga menjadi solusi untuk menjaga kelestariannya di alam," ujar Slamet dalam keterangannya, Selasa (1/9/2020).
Advertisement
Slamet menjelaskan, pengembangan budidaya rajungan telah dilakukan sejak tahun 2005 oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) yaitu di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara dan Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar.
“Tingkat kelulushidupan benih rajungan hasil proses pembudidayaan mencapai 30 hingga 48 persen dan ditingkat pembesaran berkisar 30 hingga 35 persen. Ini menjadi dasar utama pengembangan teknologi budidaya rajungan berkelanjutan. Selain itu, hasilnya dapat digunakan untuk restocking benih di alam sehingga menambah populasi rajungan di habitat alaminya semakin meningkat," tutur Slamet.
Dalam hal ini, salah satu perekayasa dari BBPBAP Jepara, Eddy Nurcahyono, berhasil mengembangkan teknologi pembenihan rajungan yang aplikatif bagi masyarakat.
Adapun, tahapan pembenihan rajungan diawali dengan persiapan sarana dan prasarana serta sterilisasi sumber air. Dilanjutkan dengan tahap pemilihan induk, pemeliharaan larva, setelah itu pemeliharaan Zoea dan Megalopa, kemudian pemeliharaan Crablet serta pendederan. Hingga proses pembesaran dan panen.
"Untuk tahap pembesaran masih ketergantungan ketersediaan pakan segar karena pabrik pakan skala rumah tangga masih belum berkembangan dengan baik," jelas Eddy.
Lanjut Eddy, teknologi pembenihan rajungan ini telah dikembangkan melalui diseminasi dalam bentuk penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat sehingga akan ada efek ekonominya bagi masyarakat yang tinggal disekitar pesisir.
"Saat ini pengembangan skala industri masih diperlukan kajian lanjutan untuk memperoleh teknologi pendederan skala industri yang efektif, efisien dan profitable," tambah Eddy.
Â
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Belum Ada Penetapan Kawasan Khusus
Ke depannya, Slamet berharap satu per satu tantangan pengembangan budidaya rajungan dapat diselesaikan, seperti belum adanya penetapan kawasan budidaya rajungan, sistem penyediaan benih dari unit perbenihan belum memadai, adanya keterbatasan informasi dan pencatatan pada perikanan skala kecil.
"Strategi kami dalam pengembangan budidaya rajungan, pertama sosialisasi dan adopsi teknologi budidaya. Kedua, kita akan lakukan stock assesment, stock enhancement dan Pengelolaan Perikanan Berbasis Budidaya," jelas Slamet.
Selain itu, ketiga penetapan kawasan kluser budidaya rajungan dan kawasan suaka induk rajungan melalui restocking. Keempat, revitalisasi dan model perbenihan rajungan, model pengembangan budidaya, selanjutnya kelima melalui diseminasi budidaya oleh UPT sekaligus kontroling, monev dan evaluasi.
"Untuk itu, kita akan terus bekerjasama dengan Badan Riset dan SDM KKP, perguruan tinggi, asosiasi dan swasta untuk benar-benar mewujudkan budidaya rajungan yang berkelanjutan," tutup Slamet.
Untuk diketahui, lokasi percontohan dan diseminasi pembenihan rajungan oleh UPT Ditjen Perikanan Budidaya dilakukan di Takalar, Maros, Pangkep, Barru serta UPTD milik pemerintah daerah dan diseminasi budidaya di sentra-sentra penghasil rajungan seperti di Kalimantan Timur.
Advertisement