Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didin S Damanhuri menyoroti desain Rancangan Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (RAPBN) 2021 yang dinilainya tidak jelas. Bahkan, ia memprediksi pertumbuhan ekonomi nasional bisa lanjut negatif hingga jatuh ke lubang resesi di tahun depan.
Hal pertama yang ia cermati yakni kenaikan anggaran untuk infrastruktur yang naik tajam, dari Rp 281,1 triliun pada 2020 menjadi Rp 414 triliun di 2021. Kenaikan tersebut dianggapnya tak wajar dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Baca Juga
"Ini anomali dari penyusun fiskal di Kementerian Keuangan dengan panglimanya Sri Mulyani dan tim. Mengapa tiba-tiba infrastruktur yang sangat padat modal, naiknya luar biasa dan tertinggi sepanjang sejarah?" ungkapnya dalam sesi webinar, Selasa (8/9/2020).
Advertisement
Dalam pandangannya, anggaran infrastruktur kelewat besar tersebut tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Termasuk membuka kesempatan kerja, mengurangi pengangguran, hingga menurunkan kesenjangan. Tentu saja hal tersebut berpotensi resesi.
Sorotan berikutnya Didin lemparkan kepada anggaran keamanan dan ketertiban yang juga naik drastis menjadi Rp 165 triliun, serta anggaran untuk Polri yang menjadi Rp 112 triliun. Di saat bersamaan, anggaran pertanahan juga meningkat jadi Rp 137 triliun.
"Ada skenario apa di balik kenaikan anggaran keamanan dan ketertiban tersebut?" ujarnya heran.
Didin lantas menyimpulkan jika desain RPABN 2021 masih lemah dan tidak memiliki desain yang jelas. Sebab itu bertolakbelakang dengan visi pemerintah dalam mengatasi dampak Covid-19, termasuk ancaman resesi.
"Pendekatannya tidak jelas, tidak lagi demand side. Supply side juga tidak. Kenaikan anggaran infrastruktur pertahanan, keamanan dan ketertiban ini apa? Enggak jelas desain RAPBN 2021 ini," cibirnya.
"Jika desain itu dilanjutkan, target pertumbuhan ekonomi yang 5,5 persen di 2021 hanya bisa mencapai 2 persen, bahkan bisa 0 atau minus," pungkas Didin. Tentu saja, jika tetap minus maka Indonesia masih akan resesi di tahun depan.
Â
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Sri Mulyani: Resesi Bukan Berarti Ekonomi dalam Kondisi Sangat Buruk
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2020 sebesar 0 persen hingga -2 persen. Apabila nantinya ekonomi tercatat negatif maka secara teknik Indonesia masuk zona resesi. Meski demikian, hal ini bukan sesuatu yang sangat buruk.
"Kalau kita lihat aktivitas masyarakat sama sekali belum normal. Oleh karena itu, kalau secara teknik nanti kuartal III ada di zona negatif maka resesi itu terjadi. Namun itu tidak berarti bahwa kondisinya adalah sangat buruk," ujar Sri Mulyani usai rapat kerja dengan DPR, Jakarta, Senin (7/9/2020).
ÂSri Mulyani melanjutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih jauh lebih baik dibanding negara-negara lainnya yang mengalami kontraksi ekonomi hingga negatif 20 persen. Bahkan negara-negara tersebut sudah lebih dulu memasuki zona resesi dibandingkan dengan Indonesia.
"Karena kalau kita lihat, kontraksinya lebih kecil dan menunjukkan adanya pemulihan dibidang konsumsi, investasi melalui dukungan dan belanja pemerintah akselerasi cepat. Dan kita juga berharap ekspor sudah mulai baik, kita lihat satu bulan atau beberapa bulan terakhir terjadi kenaikan yang cukup baik," paparnya.
"Dibandingkan negara lain yang kontraksinya sangat dalam, kita sebetulnya dalam posisi yang relatif lebih baik karena kita di 5,3 persen itu dibandingkan dengan negara yang kontraksinya mencapai negatif 17 hingga negatif 20 persen, itu sangat dalam," sambungnya
Pemerintah tetap berupaya dengan segala cara untuk memulihkan ekonomi di tengah pandemi Virus Corona. Seluruh mesin pertumbuhan ekonomi seperti konsumsi, investasi dan ekspor terus didorong agar mampu mendongkrak ekonomi di kuartal III tahun ini.
"Jadi kita tetap berusaha, akselerasi seluruh belanja pemerintah dan program ekonomi akan terus dilaksanakan sehingga konsumsi masyarakat secara bertahap pulih dan investasi secara bertahap pulih. Ekspor juga mulai didorong. Maka mesin pertumbuhan di antara konsumsi, investasi dan ekspor dan pemerintah pertumbuhan kuartal III akan lebih baik," tandasnya.
Advertisement