PSBB Jakarta jadi Pukulan Berat bagi Bisnis Angkutan Umum

PSBB di Jakarta membuat sektor angkutan umum darat sempat mengalami penurunan selama 3 hari sejak diterapkan.

oleh Tira Santia diperbarui 18 Sep 2020, 18:00 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2020, 18:00 WIB
FOTO: Ada PSBB, Jumlah Penumpang Angkot di Depok Turun 20 Persen
Angkutan umum melintas di sekitar Terminal Depok, Jawa Barat, Kamis (14/5/2020). Kepala Sub Bagian Tata Usaha Terminal Terpadu Depok Reynold Jhon mengatakan, pengguna angkutan umum di Terminal Terpadu Depok mengalami penurunan 10-20 persen selama pemberlakuan PSBB. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi, menilai dampak penerapan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta membuat sektor angkutan umum darat sempat mengalami penurunan selama 3 hari sejak PSBB di terapkan pada 14 September 2020 lalu.

“Saat PSBB yang di Jakarta kemarin dikembalikan di Senin (14 September 2020) 3 hari turun, namun demikian sekarang ini sudah mulai ada segi kenaikan, masyarakat terbiasa dengan kondisi PSBB transisi yang sebelumnya diumumkan oleh Pak Anies Baswedan. Kondisi ini memang sangat berpengaruh terhadap  kondisi transportasi sekarang ini khususnya untuk di kota Jakarta,” kata Budi dalam diskusi online Kebijakan Pengendalian dan Ketahanan Bisnis Angkutan Jalan dan Perkeretaapian Saat Pandemi, Jumat (18/9/2020).

Ia menjelaskan penurunan dan peningkatan kembali dengan cepat lantaran masyarakat sudah terbiasa dalam menggunakan angkutan umum pada masa PSBB transisi new normal. Sehingga masyarakat sudah mampu menyesuaikan dengan keadaan.

Selain itu, pihaknya mencatat dampak PSBB sebelumnya beberapa jumlah produksi berbagai jenis Armada angkutan umum mengalami penurunan yang signifikan, khususnya pada Mei lalu penurunannya sebesar 99 persen.

“Armada angkutan umum pada saat sebelum adanya covid-19 cukup tinggi sekali, namun demikian setelah mendekati bulan Mei mulai turun 99 persen,” ujarnya.

Lanjutnya, ia menyebutkan data angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) untuk kedatangan dan keberangkatan memiliki angka yang sangat jauh selisih jumlahnya. Misalnya pada April jumlah kendaraan yang datang sebanyak 579.328 kendaraan namun pada Mei menjadi 5.799 kendaraan.

Lalu untuk kedatangan jumlah penumpang pada April sebanyak 2,7 juta penumpang, sedangkan pada Mei hanya 26.004 penumpang. Begitupun perbandingan untuk keberangkatannya antara April dan Mei sangat signifikan selisihnya, yakni untuk penumpang yang berangkat sebanyak 2,9 juta penumpang, dan Mei hanya 36.232 penumpang saja.

Kendati begitu, Budi mengatakan pada Juni tren tersebut mengalami kenaikkan sebesar 92 persen terhadap Mei, dan kenaikkan sebesar 54 persen pada Juli.   

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

PSBB Jakarta Diperketat, Pengusaha Angkutan Minta Kejelasan Aturan Operasional

Angkot Non-Jak Lingko Dilanda Sepi Penumpang
Sopir angkutan kota non-Jak Lingko menunggu penumpang di Terminal Rawamangun, Jakarta, Senin (20/7/2020). Sopir angkot non-Jak Lingko di Terminal Rawamangun mengeluh sepinya penumpang akibat warga yang beralih menggunakan jasa ojek online serta diperparah adanya Covid-19. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk  memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat mulai 14 September 2020. Kebijakan ini diterapkan untuk menekan angka penyebaran Covid-19 yang terus meninggi.

Dengan pemberlakuan PSBB, maka pergerakan masyarakat juga akan terbatas, demikian pula dengan transportasi umum.

Sekretaris Jenderal DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Aryono menyatakan, dalam sektor transportasi, pemerintah perlu menjelaskan lebih rinci soal keputusan pembatasan operasional angkutan umum.

"Apakah akan kembali seperti awal pandemi di bulan Maret lalu, atau ada modifikasi aturan? Interpretasi saya, dari penjelasan Pak Gubernur (Anies), itu akan kembali seperti awal, jadi sebenarnya sudah bisa diperkirakan seperti apa," jelas Ateng saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (10/9/2020).

Ateng bilang, sifat transportasi umum mengikuti mobilitas masyarakat. Jika masyarakat tidak bepergian, tentu kinerja angkutan umum akan menurun.

Kendati, para pengemudi khususnya angkutan yang tidak dalam trayek bisa saja memilih menjalankan angkutannya.

"Tapi, toh, nggak ada penumpang, tentu ini potensi penurunan bagi transportasi," kata Ateng.

Ateng melanjutkan, Organda sendiri mendukung dan mematuhi segala keputusan pemerintah. PSBB yang diberlakukan mau tidak mau memberi dampak bagi pengusaha dan pengemudi angkutan umum, sehingga konsenkuensi dari dampak tersebut harus dipastikan dapat teratasi dengan baik.

"Ketika pemerintah mengatakan ini stop, harusnya ada support. Yang paling sederhana ke pengemudi, support BLT dan bantuan yang lain harus berjalan dan itu benar-benar tersampaikan ke mereka," katanya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya