Indeks Pembangunan Manusia Terus Naik Tapi Kesenjangan Gender Masih Tinggi

Perbandingan antara IPM perempuan dan laki-laki menghasilkan indeks pembangunan gender.

oleh Tira Santia diperbarui 08 Okt 2020, 12:40 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2020, 12:40 WIB
[Fimela] bekerja
ilustrasi bekerja di kantor | unsplash.com/@brookecagle

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati, mengapresiasi dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada program MAMPU yang selama 8 tahun telah melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan kesetaraan gender.

“Hadirnya program MAMPU selama 8 tahun terakhir ini tentunya membawa banyak perubahan dalam peningkatan kapasitas perempuan, dan mendorong gerakan pemberdayaan perempuan di Indonesia,” kata I Gusti Ayu dalam konferensi Pengakhiran Program Mampu, Kamis (8/10/2020).

Menurutnya, keberhasilan program MAMPU dalam merintis, memicu dan memotivasi perempuan-perempuan di akar rumput, perlu direplikasi dan dimodifikasi oleh pemerintah daerah, lembaga masyarakat, dan seluruh masyarakat pada umumnya.

Lantaran, sejak awal pembangunan pemberdayaan perempuan di Indonesia, memang diarahkan kepada upaya peningkatan peran dan kedudukan perempuan di berbagai bidang.

Agar tercipta relasi yang harmonis antara laki-laki dan perempuan, sebagai isu yang terkait dengan seluruh aspek kehidupan manusia baik di bidang ekonomi, sosial, budaya, politik, kesehatan dan lainnya, kesetaraan gender memerlukan dukungan dari berbagai pihak.

“Hal ini tercermin pada angka indeks pembangunan manusia atau IPM Indonesia pada tahun 2018 berada pada angka 71,39 persen, IPM perempuan yang lebih rendah dibanding laki-laki berkontribusi pada rendahnya IPM Indonesia. Perbandingan antara IPM perempuan dan laki-laki menghasilkan indeks pembangunan gender,” jelasnya.

Bahkan pada 2010 Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indonesia sebesar 89,402 persen sementara pada tahun 2018 naik menjadi sebesar 90,99 persen, yang mengindikasikan masih terjadinya kesenjangan gender pada hasil pembangunan.

Meskipun kenaikan tersebut patut untuk diapresiasi, tetapi kenaikan sebesar 1,57 persen selama 8 tahun merupakan progres yang sangat lambat, demikian pula dengan indeks pemberdayaan gender atau IDG pada tahun 2010 sebesar 68,15 persen dan pada tahun 2018 berada di angka 72,10 persen.

“Menunjukkan belum maksimalnya peran perempuan sebagai tenaga kerja profesional, kepemimpinan dan teknisi serta belum optimalnya sumbangan pendapatan perempuan. Progres kenaikan yang hanya 3,95 persen selama 8 tahun ini juga patut menjadi perhatian kita semua,” jelasnya.

Berbagai data ini menunjukkan realita yang ada di lapangan saat ini perempuan masih tertinggal di belakang laki-laki baik di bidang Pendidikan, Kesehatan, ekonomi hingga keterwakilan dalam politik. Padahal semua hal ini berpengaruh langsung pada tercapainya kesetaraan pembangunan bagi perempuan dan laki-laki.

Sri Mulyani Beberkan Kesenjangan Gender di Indonesia

Sri Mulyani Indrawati
Menteri Keuanga Sri Mulyani Indrawati (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengungkapkan, empat bidang kehidupan masih mengalami kesenjangan gender alias gender gap. Gender gap yang pertama, kata dia, yakni economy empowerment.

Saat ini, masih banyak perempuan yang kesulitan mendapatkan pinjaman modal, terutama dari perbankan. Ketika perempuan  mau meminjam dari perbankan, dia harus memberikan jaminan, yang biasanya berupa sertifikat aset keuangan.

Sayangnya kebanyakan perempuan tidak memiliki aset atas nama dirinya sendiri. Aset keuangan yang dimiliki sebuah keluarga, biasanya menggunakan nama suami maupun nama anak laki-laki mereka.

"Aset modal juga perlu kapasitas, edukasi skill, management, leadership. Itu penting. Begitu tahu ada perusahaan pemilik perempuan, bank mempertanyakan kapasitasnya. Dia tidak lihat neracanya. Itu sesuatu yang tidak menguntungkan," kata dia, dalam Rakornas Pembangunan PP PA, dengan tema 'Kesetaraan Gender dalam Memperkuat Perekonomian Sebuah Bangsa', di ICE BSD, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (24/4/2019).

 

 

 

Hal ini yang mendorong pemerintah untuk menjalankan program KUR (Kredit Usaha Rakyat), Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar), dan sebagainya. Menurut dia, kelompok masyarakat yang memanfaatkan program tersebut kebanyakan adalah perempuan.

"Ini semua basisnya perempuan dengan skala kecil menengah. Ada subsidi bunga. Ini diharap mampu memberi ruang bagi perempuan," lanjut dia.

Gender gap yang kedua ialah pendidikan. Perempuan, kata Sri Mulyani, terkadang tidak mendapatkan kesempatan yang sama dengan untuk mengenyam pendidikan,

"Makanya pemerintah atasi dengan PKH. Keluarga miskin diberi tambahan income cash sehingga tidak ada alasan anak perempuanya tidak bisa sekolah. Ada, beasiswa," tutur dia.

"PKH menyangkut 10 juta keluarga. Bantuan nontunai beras capai 15 juta keluarga. Mereka-mereka ini harus dipantau jangan sampai anak perempuannya dapat kesempatan beda dari anak laki-laki karena ekonomi," imbuhnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya