Meski Alami Kontraksi, Ekonomi Indonesia Dinilai Lebih Baik Dibanding Negara G20

Kontraksi ekonomi yang dialami Indonesia dinilai relatif terkelola dibandingkan dengan negara-negara sekawasan (ASEAN) dan sekelompok (G-20).

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 15 Okt 2020, 17:40 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2020, 17:40 WIB
KEIN arif Budimanta 1
KEIN arif Budimanta 1

Liputan6.com, Jakarta - Kontraksi ekonomi yang dialami Indonesia dinilai relatif terkelola dibandingkan dengan negara-negara sekawasan (ASEAN) dan sekelompok (G-20).

“Secara keseluruhan, tren perekonomian Indonesia di tengah pandemi sampai dengan semester 1 relatif terkelola. Baik dengan negara-negara kawasan ataupun dengan negara-negara kelompok,” ujar Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Arif Budimanta dalam diskusi virtual, Kamis (15/10/2020).

Dalam paparannya, Arif menerangkan ekonomi Indonesia kuartal 2 berada pada posisi ketiga dengan kontraksi 5,3 persen yoy. Dibawah Tiongkok yang sudah mencatatkan pertumbuhan positif 3,2 persen yoy, dan Korea Selatan yang terkontraksi lebih dangkal dari Indonesia yakni 2,7 persen yoy.

“Tetapi sejak April, Mei terus sampai dengan September, perekonomian global secara perlahan menunjukkan tren yang membaik. Jadi kurva yang rendah itu sudah ditinggalkan. Sekarang kembali mengangkat untuk mengejar agar kemudian dapat semakin cepat semakin baik. Begitu juga dengan perekonomian nasional, juga menunjukkan tren yang membaik sampai dengan September 2020,” kata dia.

Arif mengatakan, sejumlah indikator telah menunjukkan indikasi-indikasi yang baik dan stabil. Seperti PMI yang mulai memasuki tahap ekspansi kembali, kemudian peningkatan konsumsi maupun neraca perdagangan yang bergerak dan mengarah kepada sisi yang positif. “Hasil dari BPS hari ini juga memberikan optimisme terhadap neraca perdagangan,” kata dia.

“Dalam hal lain, pemerintah juga terus bekerja untuk momentum agar perekonomian nasional itu stabil dan kesejahteraan rakyat terus membaik,” sambung dia memungkasi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Ekonomi Masih Melambat, Pemerintah Pastikan Indonesia Masuk Jurang Resesi

Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Turun 5,6 Persen Akibat Covid-19
Deretan gedung perkantoran di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Nathan Kacaribu buka-bukan mengenai kondisi perlambatan ekonomi yang terjadi akibat pandemi Covid-19. Perlambatan ekonomi, menurutnya sudah terjadi pada kuartal I-2020, di mana saat itu pertumbuhan ekonomi RI hanya tumbuh 2,97 persen.

"Tentang perlambatan perekonomian kita itu memang sebenarnya kalau kita lihat dari kuartal I pun sudah mulai terjadi," kata dia dalam diskusi FMB, di Jakarta, Selasa (6/10).

Padahal, pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun terakhir berada di kisaran rata-rata 5 persen setiap tahunnya. Namun akibat pandemi Covid-19, seluruh ekonomi dunia termasuk Indonesia mengalami kontraksi cukup dalam.

Dia menyebut ketika perekonomian bergerak di bawah tren, yang sebenarnya sudah mulai terjadi di kuartal pertama, maka Indonesia sudah masuk masa resesi. Namun pemerintah belum yakin. Karena masih menunggu kuartal II dan III berikutnya.

"Namun terbukti kuartal II semakin buruk dalam sekali, kuartal ketiga juga masih di bawah tren nah ini sekarang kita sudah yakin bahwa ini adalah yang kita sebut perlambatan atau beberapa teman menyebutnya resesi," kata dia.

Kendati begitu, hal ini bukan merupakan sesuatu persoalan besar terjadi di Indonesia. Sebab, tahun ini hampir tidak ada perekonomian di dunia yang tidak terkontraksi perekonomiannya. Bahkan pertumbuhan ekonominya tidak negatif itu hampir tidak ada, mayoritas negara-negara di seluruh dunia itu pertumbuhan ekonomi justru negatif.

"Indonesia kalau kita lihat nanti ke dengan apa yang sudah terjadi di kuartal kedua lalu perbaikan di kuartal ketiga harapannya terus nanti menguat di kuartal keempat proyeksi kita untuk 2020 ini kan tidak akan sedalam dibandingkan perekonomian perekonomian yang lain," kata dia.

Seperti diketahui, pemerintah membatasi atau memproyeksikan ekonomi di tahun ini berada dikisaran minus 1,7 persen sampai dengan minus 0,6 persen. Proyeksi tersebut juga tidak berbeda jauh dengan apa yang diramalkan oleh lembaga-lembaga keuangan dunia.

"Dan harus kita lakukan supaya basis kita untuk tumbuh di 2021 itu cukup. Jangan sampai kita terlalu jauh terkoreksinya di 2020 sehingga 2021 kita tidak bisa pulih lebih cepat," tandas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya