Waduh, Pencurian Ikan di Perairan Natuna Meningkat dalam 5 Bulan

DFW Indonesia mencatat dalam waktu 5 bulan terakhir terjadi peningkatan pencurian ikan

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Okt 2020, 12:50 WIB
Diterbitkan 28 Okt 2020, 12:50 WIB
KKP menangkap 1 Kapal Ikan Asing (KIA) yang tengah mencuri ikan di Selat Malaka. Dok KKP
KKP menangkap 1 Kapal Ikan Asing (KIA) yang tengah mencuri ikan di Selat Malaka. Dok KKP

Liputan6.com, Jakarta - Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mencatat dalam waktu 5 bulan terakhir terjadi peningkatan pencurian ikan. Selama bulan Juni-Oktober, DFW Indonesia mencatat ada 31 kapal ikan asing yang ditangkap.

Dari 31 kapal ikan asing yang ditangkap, sebanyak 21 kapal ikan tersebut berbendera Vietnam. Mereka ditangkap oleh kapal pengawas Kementerian Kelautan, dan Perikanan, Bakamla dan TNI Angkatan Laut.

Koordinator Nasional DFW-Indonesia, Mohammad Abdi Suhufan mengatakan peningkatan pencurian oleh kapal Vietnam perlu mendapat perhatian pemerintah, khususnya di perairan laut Natuna. Sebab, kapal berbendera Vietnam tersebut kerap melakukan perlawanan saat proses penangkapan.

"Kami mencatat penangkapan yang dilakukan oleh aparat Indonesia sering kali mendapat perlawanan oleh kapal Vietnam dengan menabrakan diri, ini berbahaya dan perlu antisipasi yang tinggi" kata Abdi kepada wartawan, Jakarta, Rabu (28/10).

Laut Natuna semakin rawan karena meningkatnya eskalasi di Laut Cina Selatan akhir-akhir ini. Pemerintah perlu merespon secara hati-hati dan tegas. Sebab selain pencurian ikan, juga terjadi pelanggaran kedaulatan dengan masuknya kapal China di wilayah laut Indonesia.

"Ada 2 hal yang terjadi di laut Natuna yaitu pencurian ikan oleh kapal Vietnam dan pelanggaran kedaulatan oleh kapal China" kata Abdi.

Sementara itu, peneliti DFW-Indonesia, M. Arifuddin mengatakan kerawanan pencurian ikan di Natuna perlu direspon dengan meningkatkan pengawasan. Dia juga menyarankan agar patroli dan latihan gabungan militer Indonesia perlu dijadwalkan secara rutin agar kehadiran unsur militer Indonesia bisa diperlihatkan.

"Kombinasi patroli laut dan udara perlu dilakukan oleh unsur pengawasan Indonesia" kata Arif.

Sebab, tambah Arif, Indonesia tidak bisa pasif dan berdiam diri dengan maraknya pencurian ikan. Begitu juga dengan pelanggaran kedaulatan yang terjadi di Natuna.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

4 Langkah Pemerintah Atasi Pencurian Ikan oleh Vietnam

6 Kapal Asing Pencuri Ikan Menunggu Diledakan
Kapal-kapal itu terlihat sangat besar dan telah dilengkapi berbagai teknologi mumpuni dibandingkan kapal nelayan Indonesia. (Liputan6.com/Richo Pramono)

Pemberantasan illegal fishing menjadi salah satu komitmen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Tercatat, sejak Oktober 2019, KKP telah menangkap 74 kapal pelaku illegal fishing dan 27 di antaranya adalah kapal berbendera Vietnam.

Kapal-kapal Vietnam tersebut sebagian besar diringkus di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 711 atau di wilayah Perairan Laut Natuna Utara.

Direktur Asia Tenggara Kementerian Luar Negeri yang telah dilantik menjadi Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Sosialis Vietnam sejak September lalu, Denny Abdi menyebut banyaknya kapal Vietnam yang melakukan illegal fishing tak terlepas dari adanya tumpang tindih klaim di perairan tersebut.

"Perundingan (klaim) ZEE sudah memasuki pertemuan teknis ke-13 di Hanoi pada November 2019 tentang teknis penarikan garis batas kedua negara," kata Denny, Kamis (15/10).

Denny mengungkapkan, Indonesia bisa melakukan empat langkah untuk mengatasi kasus illegal fishing oleh Vietnam. Pertama, memperkuat sektor perikanan di Natuna. Hal ini untuk mengimbangi Vietnam yang telah menyiapkan sektor serupa khususnya di bagian Selatan.

"Nelayan Vietnam banyak masuk di (perairan) Natuna karena industri mereka kuat di wilayah selatan. Kalau kita pingin kuat, bagian industri perikanan di Natuna ekosistemnya harus diperkuat," jelas dia.

Langkah kedua, menurut sosok yang segera akan bertugas sebagai Duta Besar Indonesia di Vietnam ini ialah menjajaki peluang kerja sama dengan pelaku usaha di Vietnam. Ketiga, pemerintah Indonesia juga perlu memperkuat penjagaan di perairan Natuna Utara.

Terakhir, dia berharap adanya percepatan negosiasi terkait zona ekonomi ekslusif (ZEE) kedua negara. "Sehingga mempercepat negosiasi ZEE tumpang tindih Indonesia dengan Vietnam," imbuh dia.

Sementara Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), TB Haeru Rahayu memastikan, rapat kerja teknis Satgas 115 akan membahas sejumlah agenda, di antaranya meningkatkan koordinasi antar lembaga dalam menangani illegal fishing. Selain itu, dalam rapat ini juga dibahas terkait rencana kerja Satgas tahun 2021.

"Dubes RI Vietnam kita undang untuk memberikan pandangan khususnya dari aspek sosial ekonomi pemberantasan illegal fishing di Laut Natuna Utara yang banyak melibatkan kapal berbendera Vietnam," kata Tebe yang juga menjabat sebagai Ketua Sekretariat Satgas 115.

Sebagai informasi, Satgas 115 dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015 sebagai wujud perhatian serius pemerintah dalam melakukan langkah-langkah terpadu mengatasi pelanggaran dan kejahatan di bidang perikanan khususnya kegiatan penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing).

Rapat kerja teknis Satgas 115 berlangsung selama 4 hari ke depan. Dalam rapat ini dibahas sejumlah agenda seperti rencana kerja serta penguatan sinergitas Satgas yang tersiri dari Ditjen PSDKP, Polairud, TNI AL dan Bakamla.

Selain itu, keempat lembaga juga melakukan penandatangan nota kesepahaman terkait penggunaan anggaran dalam pemberantasan illegal fishing.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya