Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 3,75 persen persen pada 19 November 2020. Dihitung dari awal tahun, suku bunga acuan BI telah turun 1,25 persen. Sedangkan jika dihitung dari Juni 2019, penurunannya sudah mencapai 2,25 persen.
Namun sayangnya, hingga saat ini penurunan suku bunga acuan tersebut belum berpengaruh besar ke suku bunga perbankan baik di sisi simpanan maupun pinjaman. BI pun meminta perbankan untuk segera menurunkan suku bunga kredit agar bisa mendorong pemulihan ekonomi dengan cepat.
Lalu hal apa saja yang menyebabkan industri perbankan sulit menurunkan suku bunga kredit?
Advertisement
Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, terdapat 3 hal yang menyebabkan perbankan sulit menurunkan suku bunga kredit mengikuti bunga acuan BI.
“Kita ketahui BI itu sudah menurunkan suku bunga acuan sudah 225 basis poin, diantaranya dari 6 persen menuju 4 persen, dan sekarang 3,75 persen. Dalam kurun waktu setahun ini ternyata suku bunga bank pinjaman itu bergesernya masih sedikit,” kata Tauhid kepada Liputan6.com, Minggu (22/11/2020).
Ia melihat tren penurunan kredit tidak terlalu signifikan, bisa dikatakan dari penurunan 225 basis poin itu dibutuhkan 3-4 bulan agar perbankan menurunkan suku bunga kredit.
Berikut 3 alasan perbankan kesulitan menurunkan suku bunga kredit menurut Tauhid. Pertama ia melihat biaya operasional perbankan masih relatif tinggi yakni 85 persen. Jika biaya operasional masih tinggi dalam menjalankan kegiatan usahanya maka Hasrat bank untuk menurunkan suku buka tidak efisien.
“Karena tidak efisien otomatis biaya operasional yang dikeluarkannya tinggi dan bank akhirnya tidak mau menurunkan suku bunganya,” ujarnya.
Kedua, pendapatan dari bank itu secara garis besar 2/3 berasal dari kredit. Katakanlah kalau bank turunkan drastis suku bunga sementara perbankan memiliki biaya operasional tinggi dan bergantung pada kredit otomatis mereka tidak berani menurunkan suku bunga secara drastis.
Ketiga, Net interest margin (NIM) bank itu masih besar yakni di Agustus masih 4,3 persen begitupun dengan September 2020 juga hampir sama.
“Nah dengan situasi tersebut itu menandakan bank mendapatkan manfaat dari suatu manfaat perbedaan suku bunga tadi, katakanlah dari suku BI ke suku bunga modal kerja itu masih 4,3 persen, perbedaan suku bunga dan nilai-nilai keuntungan bank di situ,” jelasnya.
Sehingga bank tidak mau menurunkan suku bunga itu lebih dari 4 persen, masih terhitung berat karena dipengaruhi oleh biaya operasionalnya tinggi. Otomatis perbankan tidak mau menurunkan NIM lagi.
“Kalau bisa NIM diturunkan lagi supaya suku bunga investasi dan modal kerjanya bisa ditekan, kalau NIM ditekan ya perbankan harus melakukan efisiensi yang perlu dilakukan itulah alasan bank sulit menurunkan suku bunganya,” pungkasnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
I Turunkan Suku Bunga Acuan Jadi 3,75 Persen
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 18-19 November 2020 memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 3,75 persen persen.
Keputusan ini menghentikan penahanan suku bunga acuan sebesar 4 persen selama beberapa bulan terakhir. Jika dihitung sejak awal 2020, BI telah memangkas 7-Day Reverse Repo Rate sebanyak 125 basis poin.
BACA JUGA
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, dengan mempertimbangkan evaluasi serta perkiraan ekonomi domestik dan global, pihaknya juga memutuskan untuk menurunka suku bunga deposit facility dan lending facility.
"Keputusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 18-19 November 2020, memutuskan untuk menurunkan BI-7DRR sebesar 25 basis poin jadi 3,75 persen. Suku bunga deposito facility sebesar 25 basis poin jadi 3 persen, dan suku bunga lending facility 25 basis poin menjadi 4,5 persen," jelasnya, Kamis (19/11/2020).
Menurut Perry, keputusan ini konsisten dengan perlunya menjaga stabilitas eksternal di tengah inflasi yang diperkirakan akan tetap rendah.
BI disebutnya menekankan jalur kuantitas melalui penyediaan likuiditas untuk dorong pemulihan ekonomi nasional dari dampak pandemi.
"Keputusan ini mempertimbangkan perkiraan inflasi tetap rendah, dan langkah lanjutan untuk percepat pemulihan ekonomi nasional. Bank Indonesia tetap komitmen sediakan dukungan stabilitas dan dukung percepatan pemulihan ekonomi nasional," ujar Perry.
Advertisement