Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan berbagai peraturan yang dibuat oleh pemerintah terkait pengendalian Covid-19 di Indonesia saling bertabrakan dan tidak konsisten.
Agus bercerita sebelumnya pada Februari 2020 dirinya sudah menghubungi Dirjen Perhubungan Udara dan juga Menteri Perhubungan untuk meminta menutup sementara Bandara Sam Ratulangi, Ngurah Rai, dan Cengkareng dari penerbangan carter maupun schedule dari dan ke Cina.
Baca Juga
“Tapi jawabannya jangan, karena 40 persen turis kita dari Cina (kata Menhub). Saya cukup kaget ya sudahlah saya kan bukan pengambil keputusan. Paling tidak saya sudah ingatkan dan itu terbukti kira-kira Maret kita dapat informasi kalau Indonesia ada yang tertular Covid-19,” kata Agus Pambagio dalam Webinar Mudik Natal dan Tahun Baru di Masa Pandemi Covid-19, Senin (21/12/2020).
Advertisement
Setelah itu, barulah muncul berbagai peraturan-peraturan yang diterbitkan berkaitan dengan pengendalian pandemi Covid-19, seperti peraturan yang mengatur PSBB, transportasi, dan lainnya yang hasilnya malah bersifat ambigu.
“Peraturan-peraturan yang diterbitkan Kementerian Perhubungan dan kementerian lainnya supaya berhati-hati, karena banyak banget peraturan yang bertabrakan, karena ada kata 'tetapi/kecuali' dalam peraturan itu, sehingga terjadi polemik yang berkepanjangan,” ujarnya.
Agus mengatakan pada awal pandemi Covid-19 di Indonesia, dirinya menyarankan untuk dilakukan lockdown seperti negara lain. Hanya saja pemerintah hanya menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Namun, PSBB hanya diberlakukan di beberapa daerah saja.
“Dari awal saya setuju soal lockdown, tapi khususnya hanya Jawa saja karena 60 persen populasi kita di Jawa dan yang kena pertama ada di Depok, tetapi juga tidak jalan terus sih ya sudah saya sih kalau lockdown siapa yang nanti yang membiayai kehidupan sehari-hari,” ungkapnya.
Kemudian kebijakan lainnya pada saat Lebaran dikeluarkan, terkait larangan mudik. Namun, muncul surat edaran lain yang bertabrakan lagi, sehingga inkonsistensi dari peraturan perundang-undangan itu jelas sekali.
“Pemeriksaan-pemeriksaan di pos-pos masuk keluar Jakarta dan seterusnya dilepas. Nah, hal-hal semacam ini seharusnya tidak terjadi, tetapi saya selalu katakan semua peraturan-peraturan itu harus sinkron, harus sesuai dengan semua aturan-aturan yang ada di aturan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011,” ucapnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
MTI: Penyebaran Covid-19 di Kendaraan Pribadi Lebih Tinggi Dibanding Transportasi Umum
Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Agus Taufik Mulyono mengatakan tingkat penularan virus Covid-19 di kendaraan pribadi cukup tinggi dibanding sektor transportasi umum yang telah menerapkan protokol Kesehatan.
“Memang untuk angkutan kendaraan darat bagi kendaraan pribadi tidak diterapkan pengendalian protokol Kesehatan, berbeda seperti penerbangan pelayaran maupun angkutan bus yang sudah terakreditasi,” kata Agus dalam Webinar Mudik Natal dan Tahun Baru di Masa Pandemi Covid-19, Senin (21/12/2020).
Menurut dia, kendaraan pribadi seperti kendaraan sewa dan lain-lain yang saat ini melakukan perjalanan darat luar biasa bisa impor virus Covid-19, karena potensi transmisi lokal kendaraan-kendaraan itu memiliki karakteristik yang khusus door to door.
“Ini yang perlu untuk dipantau mungkin jalan keluarnya bagaimana karena ini persoalannya menjadi penting,” ucapnya.
Sementara di satu sisi, pemerintah kabupaten daerah yang menjadi tujuan wisata seperti Bali dan lain-lainnya memiliki kemampuan yang sangat terbatas dalam mengelola pengendalian Covid-19.
“Oleh karena itu seperti di Jakarta ada suatu kebijakan orang-orang jangan keluar biarlah berdatangan dari luar, tapi kami semua tidak boleh keluar ini salah satu kebijakan,” ujarnya.
Itulah salah satu keprihatinan dalam impor virus covid-19 yang terjadi pada perjalanan darat secara jarak jauh oleh kendaraan pribadi atau sewa yang tampaknya muncul transmisi lokal yang menimbulkan kerumunan dan kerumunan berpotensi penyebaran covid-19.
“Tentu ke depan MTI bersama-sama dengan stakeholder terkait mengambil alih peran aktif untuk memberikan satu sikap, sebaiknya harus bagaimana pemerintah ini kebijakan pemerintah yang membingungkan publik bikin puyeng dengan rapid antigen dan vaksin, dan sebagainya,” pungkasnya.
Advertisement