Tim Serap Aspirasi UU Cipta Kerja Terima 152 Masukan, Didominasi Soal UMKM

Tim Serap Aspirasi (TSA) UU Cipta Kerja hingga kini telah menerima 152 masukan dari berbagai kalangan.

oleh Tira Santia diperbarui 30 Des 2020, 16:11 WIB
Diterbitkan 30 Des 2020, 16:11 WIB
Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja di Batam, Kepulauan Riau pada Jumat 11 Desember 2020.
Kegiatan Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja di Batam, Kepulauan Riau pada Jumat 11 Desember 2020.

Liputan6.com, Jakarta - Tim Serap Aspirasi (TSA) UU Cipta Kerja hingga kini telah menerima 152 masukan dari berbagai kalangan, sebanyak 70 masukan tertinggi terkait Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) untuk kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan Koperasi dan UMKM.

“Sampai hari ini kami sudah menerima 152 aspirasi itu baik melalui email, portal TSA, ada juga yang menyampaikan melalui surat ke kantor TSA. Kita sudah menyelenggarakan 21 event bertemu dengan 112 komunitas berdialog dan menyerap aspirasi lebih dari 3500 orang,” kata Ketua Tim Serap Aspirasi UU Cipta Kerja Franky Sibarani, dalam Konferensi Pers Laporan Awal TSA, Rabu (30/12/2020).

Dirinya menyampaikan dari aspirasi-aspirasi yang masuk yang tertinggi untuk UMKM sebanyak 70 masukan untuk kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan Koperasi UMKM.

“Jadi dari TSA yang berjumlah 27 orang ini masing-masing diberikan kebebasan untuk memberikan atensi dan masukan, proses aspirasi untuk 11 kluster dan RPP-RPP yang ada. Jadi aspirasi masyarakat yang terbesar ke RPP untuk kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan Koperasi UMKM,” jelasnya.

Sementara untuk aspirasi kedua tertinggi terkait Lembaga Pengelola Investasi. Aspirasi yang ketiga mengenai Pengelolaan lingkungan hidup. Menurutnya dari tingginya aspirasi tersebut masyarakat berharap besar terkait RPP dan RPPres.

“Kita melihat disini begitu besar harapan masyarakat terutama terkait dengan ketentuan yang berhubungan dengan Koperasi dan UMKM,” ujarnya.

Lanjut Franky menyebut dalam RPP masih banyak yang tidak sejalan dengan UU Cipta Kerja, yang dinilai berbanding terbalik dengan apa yang disampaikan dalam UU Cipta Kerja. Adapun 3 contoh RPP yang tidak menjelaskan secara lengkap yang menjadi turunan dari UU Cipta Kerja.

Contoh pertama RPP terkait kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan UMKM, di mana ada poin pembahasan mengenai pendaftaran usaha kecil dan Mikro, di dalam UU Cipta Kerja pasal 91 tertulis pendaftaran bisa dilakukan secara daring.

“Tapi di RPP pasal 23 itu tertulis pendaftaran hanya secara elektronik, spritinya tentu berbeda,”ujarnya.

Kedua, pembiayaan bagi Usaha kecil dan Mikro, dalam UU Cipta Kerja pasal 87 disebutkan bahwa Pemerintah pusat dan Daerah menyediakan pembiayaan bagi UMK. Namun di dalam RPP pasal 55 tertulis Pemerintah pusat dan daerah memberikan kemudahan dalam pembiayaan.

Ketiga, tentang fasilitas pembiayaan dan insentif fiskal. Dalam UU ciptakerja pasal 92 disebutkan insentif diberikan kepada usaha mikro dan kecil, tapi di dalam RPP pasal 77 insentif diberikan kepada usaha mikro.

“Jadi sangat berbeda, dan ada beberapa di RPP yang akan kita susulkan dalam laporan kami yang kedua berisi kesesuaian RPP dan UU cipta Kerja,” pungkasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Aturan Turunan UU Cipta Kerja Ditargetkan Rampung Februari 2021

FOTO: Diwarnai Aksi Walk Out, DPR Sahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja Jadi Undang-Undang
Suasana Rapat Paripurna pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Fraksi Partai Demokrat dan PKS menolak pengesahan, sementara tujuh fraksi lainnya menyetujui RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Direktur Jenderal Ketahanan Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin, Dody Widodo memperkirakan aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja baru akan rampung pada akhir Februari 2020. Sejauh ini, pemerintah masih terus menggodok aturan turunan tersebut.

"Sudah ditargetkan soon as possible syukur-syukur bisa akhir Februari kita bisa selesai," kata dia dalam diskusi FMB Menjaga Laju Keberlangsungan Industri di Tengah Pandemi, Rabu (30/12).

Dia mengatakan, untuk menyelesaikan aturan turunan UU Cipta Kerja memang butuh waktu lama. Sebab, perlu koordinasi, sinkronisasi antar lintas sektor kementerian lembaga.

"Paling tidak kita kejar sampai Februari akhir syukur-syukur bisa segera setelah selesai ya kita akan segera implementasikan aturan turunan itu," jelasnya.

Sebelumnya, Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum dan Ketahanan Ekonomi Kemenko Perekonomian, Elen Setiadi mengatakan, peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja terdiri dari 40 Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 Peraturan Presiden (Perpres) yang mencakup berbagai sektor atau klaster.

"Belum ada UU yang mengamanatkan aturan turunan sebanyak ini dan secepat ini. Targetnya pada Januari 2021, PP UU Cipta Kerja ini bisa dilaksanakan," kata Elen dalam Serap Aspirasi Implementasi Undang-Undang Cipta Kerja di Palembang, Kamis (26/11).

Dia menilai, percepatan penyelesaian aturan turunan ini sekaligus untuk mengatasi krisis ekonomi yang disebabkan pandemi corona covid-19. Melalui UU cipta kerja ini pemerintah berupaya memfasilitasi masuknya investasi untuk mengatasi masalah kurangnya lapangan pekerjaan.

"UU Cipta Kerja ini merupakan langkah strategis pemerintah dalam mengatasi berbagai permasalahan investasi dan penciptaan lapangan kerja, karena banyak terobosan, kemudahan yang ada dalam PP-PP tersebut," kata dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com 

Infografis Menanti Sosialisasi Naskah UU Cipta Kerja

Infografis Menanti Sosialisasi Naskah UU Cipta Kerja. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Menanti Sosialisasi Naskah UU Cipta Kerja. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya