Indonesia Dianggap Kesulitan Temukan Penyebab Banjir

Indonesia dinilai masih terjebak bekerja dalam sektoral dalam penanganan dan pencegahan banjir

oleh Andina Librianty diperbarui 18 Feb 2021, 13:13 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2021, 13:13 WIB
Hujan Deras, Jalur Alternatif Penghubung Jakarta-Tangerang Terendam Banjir
Kendaraan menerobos banjir yang menggenangi Jalan KH. Ahmad Dahlan Cipondoh, Tangerang, Selasa (16/2/2021). Hujan deras yang melanda wilayah Tangerang mengakibatkan ruas jalan alternatif penghubung Tangerang dengan Jakarta tersebut banjir setinggi lutut orang dewasa. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Harian Dewan Sumber Daya Air (SDA) Nasional, Basuki Hadimuljono mengatakan, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam menemukan penyebab banjir di banyak sektor. Selain itu, penanganannya juga belum dilakukan secara efektif.

Hal tersebut disebabkan karena Indonesia masih terjebak bekerja dalam sektoral, dan hanya menangani gejala yang muncul dalam sektor tertentu saja. Akibatnya, kata Basuki, pemerintah masih harus berjuang agar tidak terjadi kegiatan-kegiatan di satu sektor yang tidak sesuai.

Sebagai contoh, kata Basuki, banyak kawasan dilanda banjir pada dasarnya adalah dataran banjir yang seharusnya hanya boleh dikembangkan secara terbatas. Namun ketika kawasan tersebut banjir, penanganannya justru hanya fokus ke satu sektor tertentu bersifat struktural seperti membuat kolam dan pompa.

"Ini pada akhirnya memicu dan mendorong investasi besar-besaran di sektor tersebut, dan ketika syarat batas perencanaannya terlampaui maka terjadi banjir dengan kerugian lebih besar," kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tersebut dalam pidato sambutan yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR, Mohammad Zainal, dalam webinar "Kenapa Banjir?" pada Kamis (18/2/2021).

Basuki mengatakan, penanganan banjir secara teknikal memang penting dan perlu, tapi ada banyak keterbatasan. Karena ketika parameter desainnya berubah atau terlampaui, maka jenis penanganannya menjadi sangat rentan.

Ia pun mengimbau kerjasama semua pemangku kepentingan agar penanganan banjir dan risikonya bisa lebih efektif, serta memiliki visi bersama.

"Oleh karena itu, penanganan banjir harus dilakukan secara utuh melalui kegiatan-kegiatan multisektoral yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan dengan visi bersama untuk menyelesaikan masalah secara berkelanjutan," jelasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kajian BNPB

Hujan Deras, Jalur Alternatif Penghubung Jakarta-Tangerang Terendam Banjir
Pengendara motor menerjang banjir di Jalan KH. Ahmad Dahlan Cipondoh, Tangerang, Selasa (16/2/2021). Hujan deras yang melanda wilayah Tangerang mengakibatkan ruas jalan alternatif penghubung Tangerang dengan Jakarta tersebut banjir setinggi lutut orang dewasa. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Berdasarkan kajian Badan Nasional Penanganan Bencana (BNPB), pemicu bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi di Indonesia belakangan ini disebabkan curah hujan ekstrim dan kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS)

Dari data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, saat ini terdapat 14 juta hektar lahan kritis di Indonesia. Ini dapat mengancam kelestarian fungsi aliran sungai, ditambah lagi kemampuan pemulihan terbatas.

"Kemampuan kita untuk melakukan pemulihan lahan kritis hanya 230 ribu hektar per tahun, atau 1,66 persen dari masalah yang kita hadapi," tutur Basuki.

Sejak Januari hingga desember 2020, telah terjadi 2.900 kali bencana alam yang didominasi oleh bencana hidrometeorologi. Dari total bencana itu, banjir terjadi 1.065 kali.

Pada awal 202, tercatat 200 lebih bencana banjir dengan korban 140 orang meninggal dunia, dan 750 orang lainnya luka-luka.

"Bencana banjir yang muncul setiap musim hujan mengesankan bahwa banjir belum ditangani secara tuntas," kata Basuki.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya