Mantan Menteri ESDM Ungkap 4 Tantangan Indonesia Wujudkan Ketahanan Energi

Indonesia menempati peringkat ke-56 Trilemma Index dalam status ketahanan energi menurut World Energy Council tahun 2020.

oleh Athika Rahma diperbarui 12 Apr 2021, 19:31 WIB
Diterbitkan 12 Apr 2021, 19:31 WIB
RU IV Cilacap, Kilang BBM Terbesar di Indonesia Milik Pertamina
Kapal tanker bersandar di ereal kilang minyak Pertamina Refenery Unit IV Cilacap, Rabu (7/2). PT Pertamina melalui Refinery Unit (RU) IV Cilacap mengolah minyak bumi sebesar 348.000 BSD. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia menempati peringkat ke-56 Trilemma Index dalam status ketahanan energi menurut World Energy Council tahun 2020. Meski bukan peringkat buruk, tetapi Indonesia tetap harus meningkatkan ketahanan energi demi generasi yang akan datang.

Untuk mewujudkan hal tersebut, sejumlah cara pun dilakukan. Menteri ESDM periode 2000-2009 Purnomo Yusgiantoro menyebutkan, setidaknya ada 4 jenis tantangan yang bakal dihadapi Indonesia dalam mewujudkan ketahanan energi.

"Di availability, itu ada penurunan produksi migas, ketergantungan impor BBM, permintaan energi yang tinggi, rendahnya tingkat transparansi data konsumsi energi, energi masih didominasi fosil," ujarnya dalam webinar Sambung Rasa Pemangku Kepentingan Sektor Energi, Senin (12/4/2021).

Dari aspek aksesibilitas (accessibility), tantangan yang harus dihadapi untuk mwwujudkan ketahanan energi meliputi infrastruktur energi yang terbatas terutama di sektor elektrifikasi, BBM dan gas bumi, adanya konflik pemanfaatan penggunaan lahan untuk beberapa jenis EBT hingga jalur distribusi yang sulit dan transmisi PLN terutama di daerah 3T.

Dari aspek keterjangkauan (affordability), tantangannya mulai dari investasi penyediaan energi bersih yang tinggi, harga ritel yang tinggi karena infrastruktur mahal, hingga tingkat pembelian yang rendah dari masyarakat.

"Lalu, harga energi fosil juga lebih rendah dari EBT, menyebabkan energi bersih sulit dijangkau," katanya.

Terakhir, dari aspek penerimaan (acceptability), terdapat beban sosial politik soal subsidi listrik dan BBM yang harus diselesaikan, lalu adanya pro dan kontra soal pengembangan nuklir menjadi tantangan mewujudkan ketahanan energi.

Kemudian, produsen dan konsumen sektor ESDM juga sering mengalami konflik, ditambah dengan sinergi para pemangku kepentingan yang juga belum maksimal.

"Lalu, masalah lingkungan limbah batu bara di operasi pertambangan dan PLTU juga menjadi tantangan yang harus dihadapi," tandasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Menteri ESDM ingin Indonesia Mandiri Energi

Komisi VII DPR Panggil Menteri ESDM
Menteri ESDM, Arifin Tasrif memberikan paparan dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/1/2021). Rapat membahas strategis program kerja Kementerian ESDM tahun 2021 serta evaluasi kinerja Kementerian ESDM Tahun 2020. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif,  mendukung program inovasi ketahanan energi nasional, supaya Indonesia menjadi negara mandiri energi. Hal ini bisa dilakukan dengan terus mengembangkan berbagai inovasi energi untuk memotong volume impor dan biaya logistik energi lainnya.

"Kita harapkan bahwa apabila program ini berjalan, kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) kita di desa-desa bisa direspon oleh masyarakat, yang ada di desa-desa yang memiliki pohon-pohon dan kebun-kebun bio, kita bisa bikin SPBU-SPBU kecil, ini suatu dream inovasi ke depan, sehingga kita bisa memotong volume impor dan biaya-biaya logistik," kata Arifin dalam acara Jakarta Energy Forum 2020 dengan tema “The Future of Energy", di The Tribrata Darmawangsa, Jakarta, Senin (2/3/2020).

Ia yakin jika semua pihak serius dalam memikirkan bersama terkait pengembangan energi di masa depan, Indonesia bisa menjadi negara mandiri energi, dan bisa menciptakan energi yang bersih serta positif.

Menurutnya, sudah saatnya Indonesia mengembangkan energi terbarukan, untuk memperbaiki lingkungan hidup. Ia pun mencontohkan Jakarta yang kadar emisinya di atas 40 persen, tentunya hal itu sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat. Apalagi kalau sampai 100 persen kadar emisinya, sudah kelewat tidak sehat.

"Di Asean Jakarta paling tinggi, maka dari itu memang energi dari matahari betul-betul kita galakkan dan intensifkan, kita mempunyai lapangan bagaimana ini atap-atap rumah, atap gudang bisa dipasang panel-panel untuk ke depannya," ujarnya.

Dengan begitu menurut dia bisa memotong biaya listrik 15 persen hingga 20 persen, tentu sangat menguntungkan bagi Indonesia.

Selain itu, menteri Arifin juga mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi tenaga bio, yang bisa digunakan untuk melihat peluang mengembangkan energi terbarukan.

"Kita punya potensi tenaga bio, ini adalah satu preventif untuk kita kalau kita ingin memanfaatkan, jadi prospek untuk bisa berkecimpung di energi terbarukan ini bisa akan sangat terbuka lebar, tergantung bagaimana kita bisa mencermati," ujarnya.

Maka dari itu, dengan pengembangan energi bisa membantu masyarakat yang tinggal di daerah supaya bisa mendapatkan energi khususnya listrik yang digunakan untuk mendukung kecerdasan nasional.

"Masyarakat yang tertinggal bisa memiliki energi khususnya penerangan, yang bisa mendorong anak-anaknya bisa belajar dan lebih cerdas," ujarnya

Sementara, untuk pengembangan sektor energi terbarukan itu, ia menyebutkan untuk tahun 2024 hingga tahun 2025 terdapat peluang investasi hampir USD 25 miliar.

"Kita juga punya potensi-potensi baru lahan-lahan tambang, yang sudah tidak berproduksi itu bisa dimanfaatkan, satu lagi yang menjadi pemikiran bersama, bagaimana kita bisa menyimpan energi. Untuk ke depannya pengetahuan, dan inovasi kita untuk energi listrik sangat penting, kita memiliki bahan-bahannya, tinggal mengembangkan saja," pungkasnya.

 
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya