Klaster Covid-19 Perkantoran Melonjak, Pengusaha Tolak WFH Kembali 100 Persen

Pengusaha memilih pengetatan protokol kesehatan secara disiplin dibandingkan kembali menerapkan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) secara penuh.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Apr 2021, 20:30 WIB
Diterbitkan 27 Apr 2021, 20:30 WIB
FOTO: Pembatasan 25 Persen Pekerja Kantoran di Jakarta
Pekerja melintasi trotoar saat jam pulang kantor di kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (14/9/2020). Selama PSBB, Pemprov DKI Jakarta mewajibkan perusahaan nonesensial untuk membatasi 25 persen dari total pekerja yang bekerja di kantor guna memutus penyebaran Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Industri Johnny Darmawan mengatakan bahwa ia memilih pengetatan protokol kesehatan secara disiplin dibandingkan kembali menerapkan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) secara penuh.

“Saya tidak setuju kalau WFH 100 persen. Karena sekarang kita sudah berjalan ekonominya, sudah banyak perbaikan, yang terpenting adalah kita jangan terlena dengan adanya vaksin,” kata Johnny dikutip Antara di Jakarta, Selasa (27/4/2021).

Menurut Johnny, lonjakan kasus COVID-19 yang terjadi di India dapat dijadikan contoh agar masyarakat Indonesia tetap menjaga protokol kesehatan dan senantiasa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, tes usap (swab) juga masih perlu dilakukan untuk menelusuri penyebaran virus COVID-19.

Johnny menambahkan, jika WFH diberlakukan kembali, maka dikhawatirkan perekonomian akan kembali terpuruk.

Diketahui, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 melaporkan telah terjadi peningkatan penularan SARS-Cov-2 penyebab COVID-19 pada klaster perkantoran di DKI Jakarta dalam dua pekan terakhir.

"Pada 5-11 April 2021 terdapat 157 kasus positif COVID-19 di 78 perkantoran. Sementara pada 12-18 April 2021 jumlah positif COVID-19 meningkat jadi 425 kasus dari 177 perkantoran," kata Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito.

Jumlah tersebut dihimpun berdasarkan data yang dirilis Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Kemunculan beberapa kasus positif di perkantoran, kata Wiku, telah direspons Satgas COVID-19 dengan mendorong pemerintah setempat melakukan penutupan sementara operasional kantor.

Selama proses penutupan, Wiku meminta agar seluruh area perkantoran dilakukan disinfeksi untuk membunuh virus yang mungkin tertinggal.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Klaster Perkantoran di Jakarta Melonjak, Satgas COVID-19 Minta Kantor Tutup Sementara

Krisis tenaga kesehatan
Tenaga kesehatan melakukan persiapan sebelum kegiatan tes swab massal di Puskesmas Ciganjur, Jakarta, Kamis (7/1/2020). Lonjakan kasus virus corona berpotensi terjadinya krisis tenaga kesehatan (nakes) karena banyak yang tertular dan gugur saat menangani pasien Covid-19. (merdeka.com/Arie Basuki)

DKI Jakarta mengalami peningkatan klaster perkantoran. Di awal April 2021 ada seratusan kasus COVID-19, selang seminggu jumlahnya menjadi 400-an.

"Pada 5-11 April 2021 terdapat 157 kasus positif COVID-19 di 78 perkantoran. Lalu pada 12-18 April 2021 jumlah positif COVID-19 meningkat menjadi 425 kasus di 177 perkantoran," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito dalam konferensi pers pada Selasa (27/4/2021).

Satgas COVID-19 Pusat meminta kemunculan kasus di ratusan kantor untuk segera ditindaklanjuti. Diantaranya dengan penutupan sementara operasional kantor, melakukan disinfeksi, melakukan tracing dan testing terhadap kontak erat agar penularan tidak meluas.

Wiku juga berharap kantor-kantor sudah memiliki Satgas COVID-19 perkantoran. Sehingga penanganan bisa segera dievaluasi.

Peningkatan klaster perkantoran di DKI Jakarta, kata Wiku, menjadi pembelajaran bagi provinsi lain. Penerapan aturan yang ketat perlu dijalankan agar kegiatan sosial perekonomian bisa tetap berjalan tapi aman.

Di kesempatan ini Wiku mengingatkan pada wilayah-wilayah yang masuk PPKM, berarti penerapan orang yang berada di kantor adalah maksimal 50 persen.

"Kapasitas instansi pada daerah yang melaksanakan PPKM tetap mengacu kepada instruksi Menteri Dalam Negeri yaitu maksimal 50 persen untuk yang hadir secara fisik dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat," kata Wiku. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya