Liputan6.com, Jakarta - Industri makanan dan minuman (mamin) masih tumbuh positif di masa pandemi Covid-19. Bahkan, permintaan dari luar negeri atau ekspor terus mencatatkan kenaikan kendati masih dalam situasi pandemi.
Kementerian mencatat, ekspor makanan olahan Indonesia di 2020 mencapai USD 4,32 miliar. Sampai dengan Mei 2021, nilai ekspor dari segmen ini mencapai 1,89 miliar, atau naik 15,82 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Baca Juga
“kita harapkan ini bisa meningkat dan terus menerus dipertahankan di tengah pandemi covid-19 ni kita bisa mencatatkan kenaikan,” ujar Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga dalam Investor Daily Summit 2021, Selasa (13/7/2021).
Advertisement
Adapun negara tujuan ekspor terbesar adalah Amerika Serikat (AS) senilai USD 295,01 juta sampai dengan Mei 2021. Naik signifikan dibandingkan posisi ekspor periode yang sama pada 2020 sebesar USD 348 juta.
Kemudian ada Filipina di posisi kedua. Disusul Malaysia, RRC, dan Singapura dalam lima negara eksportir terbesar produk makanan olahan Indonesia. Dimana nilai ekspor pada negara-negara tersebut seluruhnya mengalami kenaikan.
“Semua ini bisa ditegaskan bahwa produk ini sesuai semangat kita untuk diversifikasi produk di tengah pandemi. Dan memberikan kesempatan bagi pelaku kita untuk melebarkan usahanya pada negara mitra dagang kita,” kata Jerry.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman (GAPMMI), Adhi S. Lukman, mengatakan, seiring dengan target GDP USD 23,2 per capita pada 2024 mendatang, akan terjadi pula kebutuhan yang meningkat untuk produk makanan minuman. Dimana orang akan mulai memikirkan makanan dan minuman yang memiliki fungsi dan kualitas yang baik dan bernilai tambah.
“Ini yang kita lihat prospek pasar yang cukup besar di dalam negeri,” kata Adhi.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Konsumsi Rumah Tangga
Memang, pandemi covid-19 sebabkan pertumbuhan konsumsi rumah tangga minus 2,23 persen pada kuartal I-2021. Namun capaian ini sedikit membaik dibandingkan kuartal IV-2020 yang minus 2,63 persen. Raihan itu juga tetap tetep berkontribusi paling besar 57,66 persen terhadap GDP 2020.
“Dengan penurunan konsumsi selama andemi, industri makanan minuman tetap bisa tumbuh. Meski ekonomi agak turun tapi industri makanan minuman tetap tumbuh 1,58 persen di 2020,” imbuhnya.
Adapun kontribusi non-migas terhadap GDP terus meningkat . Dari 34,30 persen d 2017, berangsur naik 35,50 persen di 2018. BErlanjut pada 2019 dan 2020 masing-masing 36,40 persen dan 38,29 persen.
“Inilah yang terjadi di industri makanan minuman. dan Q1 pertumbuhan kita mencapai 2,45 persen padahal ekonomi masih terkontraksi 0,74 persen. Jadi industri mamin pegang peranan penting dalam ketersediaan dan berkontribusi kepada ekonomi,” pungkas Adhi.
Advertisement