Liputan6.com, Montevideo - Mantan gerilyawan yang kemudian menjadi presiden Uruguay, Jose Mujica, mengumumkan pada Kamis (9/1/2024) bahwa kanker esofagus yang dideritanya telah menyebar ke hati. Dia pun memilih untuk menghentikan pengobatan lebih lanjut.
Dalam apa yang dia sebut sebagai wawancara terakhirnya, Mujica mengatakan kepada Busqueda, majalah mingguan di Uruguay, bahwa dia sudah tidak dapat diselamatkan.
Advertisement
"Sejujurnya, saya sedang sekarat," kata presiden Uruguay periode 2010-2015 itu, seperti dikutip dari The Guardian, Minggu (12/1).
Advertisement
"Apa yang saya harapkan adalah biarkan saya tenang. Jangan minta wawancara lagi atau hal lainnya. Siklus hidup saya sudah berakhir."
Dikenal di kalangan pendukung dan penentangnya sebagai "Pepe" Mujica, sosok sederhana ini pertama kali terjun ke dunia politik sebagai pemimpin Tupamaros, kelompok militan Marxis yang terinspirasi oleh revolusi Kuba.
Sebagai presiden ke-40 Uruguay, dia berhasil mengubah negaranya menjadi salah satu demokrasi yang paling sehat dan progresif di Amerika Latin. Di bawah kepemimpinannya, Uruguay melegalkan aborsi, pernikahan sesama jenis, dan ganja untuk keperluan rekreasi.
Sebagai sosok yang dikenal dengan ideologi kiri, Mujica menarik perhatian dunia dengan menolak tinggal di istana kepresidenan yang megah. Sebaliknya, dia memilih tinggal di sebuah rumah peternakan kecil bersama istrinya, serta menyumbangkan sebagian besar gajinya untuk kegiatan amal.
Mujica pertama kali mengungkapkan bahwa dokter menemukan tumor yang bersifat kanker di kerongkongannya pada April 2024. Dia menjalani radioterapi dan pada September, dokter menyatakan kanker esofagusnya telah memasuki masa remisi.
Meskipun efek samping radioterapi membuatnya sangat lemah dan hampir tidak bisa makan, Mujica kembali terlibat dalam dunia politik pada musim gugur lalu. Dia berkampanye untuk koalisinya, Front Lebar, dalam pemilu nasional yang berlangsung tanpa gejolak, yang semakin menegaskan posisi Uruguay sebagai salah satu demokrasi terkuat di kawasan tersebut.
Kandidat yang didukung Mujica, Yamandu Orsi, berhasil memenangkan pilpres pada November dan dijadwalkan dilantik pada 1 Maret.
Dalam wawancara dengan Busqueda, Mujica menjelaskan bahwa karena menderita penyakit autoimun, masalah ginjal yang parah, serta kondisi medis lainnya, dia memutuskan untuk menghentikan pengobatan setelah tes medis menunjukkan kanker yang dideritanya kambuh dan menyebar.
"Saya sudah tua dan dengan dua penyakit kronis itu, tubuh saya tidak lagi mampu menahan beban," ungkap Mujica.
Salah Satu yang Terpopuler
Dokter pribadi Mujica, Raquel Pannone, mengadakan konferensi pers pada Kamis untuk menjelaskan kondisi medis sang mantan presiden. Dia mengatakan opsi pengobatan untuk kanker sangat terbatas sejak awal, mengingat berbagai penyakit yang diderita Mujica.
"Dia harus terus seperti ini dan sebisa mungkin tetap tenang," kata Pannone, yang menolak memberikan rincian lebih lanjut tentang prognosis Mujica.
Meskipun Mujica secara resmi pensiun dari politik setelah meninggalkan Senat pada 2020, dia tetap menjadi kekuatan besar di Front Lebar. Dia dianggap sebagai salah satu politikus paling populer di Uruguay.
Mujica mengatakan kepada Busqueda bahwa dia akan menghabiskan "tahap terakhir" hidupnya di peternakannya di pinggiran Montevideo, tempat dia dan istrinya telah menanam krisan bersama selama beberapa dekade.
"Apa yang saya inginkan adalah mengucapkan selamat tinggal kepada sesama warga negara saya," ujarnya dalam wawancara dengan Busqueda.
Tak mampu menahan diri untuk tidak memberikan kebijaksanaan yang lugas —yang membuatnya begitu dihormati— Mujica berulang kali menjawab pertanyaan dalam wawancara dengan ungkapan filosofis.
"Hidup adalah petualangan yang indah dan sebuah keajaiban," tutur Mujica. "Kita terlalu fokus pada kekayaan dan bukan pada kebahagiaan. Kita hanya sibuk melakukan berbagai hal, tanpa kita sadari, hidup telah berlalu begitu saja."
Advertisement