Banggar DPR Minta Pemerintah Tak Lupakan UMKM di 2022

Pemerintah perlu menggenjot sektor UMKM untuk meningkatkan kinerja ekspor di 2022.

oleh Arief Rahman H diperbarui 16 Agu 2021, 19:00 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2021, 19:00 WIB
Rapat Paripurna Tentang RUU APBN
Suasana saat berlangsung Rapat Paripurna paripurna Masa Sidang I Periode 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8/2019). Rapat yang membahas RUU APBN Tahun 2020 beserta nota keuangannya itu hanya dihadiri 55 orang. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Badan Anggaran DPR RI, MH Said Abdullah menanggapi pidato Presiden Joko Widodo terkait Nota Keuangan RAPBN 2022. Ia memandang pemerintah perlu menggenjot sektor UMKM untuk meningkatkan kinerja ekspor dalam mewujudkan target-targetnya.

Ia menilai, pemerintah perlu melakukan transformasi UMKM guna menghasilkan produk-produk ekspor. Sebab mesin ekonomi Indonesia adalah sektor UMKM yaitu sekitar 61 persen terhadap PDB.

“Negara tujuan ekspor juga perlu diperluas agar tidak hanya bertumpu pada kawasan ASEAN yang pada tahun lalu berkontribusi sebesar 22 persen, tetapi  kinerja ekspor di kawasan di zona Amerika, Eropa dan Tiongkok perlu diperkuat seiring perbaikan ekonomi,” katanya dalam keterangan resmi, Senin (16/8/2021).

Dari data yang disampaikannya, kontribusi ekspor nasional  tahun 2020 ke Amerika Serikat sebesar 12 persen, dan Tiongkok sebesar 19,4 persen, serta Eropa sebesar 8,7 persen. Dengan demikian Said meminta kinerja ekspor di tiga wilayah itu bisa ditingkatkan.

“Langkah ini sekaligus memanfaatkan momentum bila The Fed melakukan kebijakan tapering off pada Oktober 2021 nanti. Sehingga walaupun kurs kita tertekan, tetapi devisa kita meningkat karena kinerja ekspor yang baik,” jelasnya.

Informasi, target RAPBN 2022 yang disampaikan pemerintah yakni; Pertumbuhan Ekonomi 5 -5,5 persen,  Inflasi 3 persen, Nilai Tukar Rupiah Rp 14.350,  Suku Bunga SUN 6,82 persen,  Harga Minyak 63 USD/barel,  Lifting Minyak 703 barel/hari,  Lifting Gas 1.035 setara barel/hari.

Kemudian, Target Pendapatan Negara Rp 1.840,7 triliun,  Target Belanja Negara Rp 2.708,7 triliun, Rasio Defisit terhadap PDB Rp 868 triliun (4,85 persen PDB), Transfer ke Daerah dan Desa Rp 770,4 triliun, Tingkat Pengangguran Terbuka 5,5-6,3 persen, Tingkat Kemiskinan 8,5-9 persen dan Rasio Gini 0376-0378.

Said mengaku, pemerintah dan DPR telah menyepakati pembicaraan awal terhadap target asumsi makro, indikator kesejahteraan dan postur RAPBN 2022. Secara umum Nota Keuangan RAPBN tahun 2022 sejalan dengan pembahasan awal Pokok Pokok RAPBN 2022 antara pemerintah dan DPR.

Kendati demikian, Banggar DPR memberikan catatan dan penegasan kepada pemerintah agar kerangka kebijakan RAPBN tahun 2022 menjawab tantangan tahun 2022.

“Sehingga Target RAPBN 2022 secara obyektif memang sangat realistis,” ulasnya.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Mengendalikan Pandemi Covid-19

Vaksinasi lansia
Eddy Yoshawirja, warga lanjut usia (lansia) menjalani proses vaksinasi Covid-19 di Kota Bandung, Jawa Barat. (Foto: Dok. Pribadi)

Lebih lanjut ia menerangkan target Indikator RAPBN 2022 tercapai dengan asumsi pemerintah berhasil mengendalikan pandemi Covid-19. Oleh sebab itu, pemerintah memiliki waktu hanya 1 semester untuk menaklukkan pandemi.

Meski begitu, kondisinya saat ini tantangan  menghadapi pandemi Covid-19 masih sangat besar. Misalnya target realisasi vaksinasi yang masih rendah jika dibandingkan dengan negara maju, target testing dan tracing yang masih rendah dan naik turun, kecukupan fasilitas kesehatan, khususnya di luar Jawa yang masih rendah.

Atas dasar itu, said meminta segenap kementerian atau lembaga, termasuk pemda meningkatkan kinerjanya. Pasalnya, Covid-19 dipandang masih menjadi sumber ketidakpastian terbesar atas situasi ekonomi nasional kedepan.

“Pandemi covid19 menjadi game changer. Bisakah kita lalui pada tahun 2021, tentu sangat bergantung kinerja kita selama enam bulan kita kedepan,” katanya.

Lebih lanjut Said memandang target pertumbuhan ekonomi bisa diraih dengan catatan pada tahun ini pertumbuhan PDB minimal sebesar 3,3 persen. Artinya, pemerintah masih memiliki dua kuartal untuk mempertahankan pertumbuhan PDB pada zona positif sebagai baseline.

 “Saya perkirakan kuartal III 2021 akan mengalami kontraksi sekitar 1,7-2,2 persen akibat PPKM yang menekan sektor riil. Untuk itu pada kuartal IV 2021, pemerintah harus bisa minimal mencapai target pertumbuhan PDB 4,7 persen,” imbuhnya.

 

Peningkatan SDM

Said menambahkan, hampir satu pertiga belanja negara masuk ke dana transfer ke daerah dan dana desa. Ia menilai, kebijakan penggunaan Dana Alokasi Umum (DAU) dilanjutkan untuk peningkatan kualitas infrastruktur publik daerah, pemulihan ekonomi di daerah, dan pembangunan SDM, khususnya pendidikan dan kesehatan.

Pandemi membuka mata atas keadaan di daerah yang lemah pada sisi ketersediaan dukungan fasilitas kesehatan, serta akselerasi lulusan pendidikan pada angkatan kerja yang masih lambat, sejak pelaksanaan Undang-Undang pendidikan tahun 2003, angkatan kerja kita hingga kini sebanyak 55 persen lulusan SMP.

“Kita perlu percepat transformasi SDM di daerah,” imbuhnya.

Sementara itu, terkait Dana Alokasi Khusus (DAK) pemerintah perlu meningkatkan efektivitas penggunaan DAK melalui penyaluran DAK Fisik berbasis kontrak untuk menekan idle cash di daerah.

Serta DAK Non Fisik untuk mendorong peningkatan capaian output dan outcome serta mendukung perbaikan kualitas layanan.

“serta memprioritaskan penggunaan Dana Desa untuk pemulihan ekonomi di desa melalui program perlindungan sosial serta kegiatan penanganan Covid-19, dan mendukung sektor prioritas,” katanya.

Said merekomendasikan setidaknya 40 persen DAK dan DD dipersiapkan minimal 3 tahun kedepan  untuk program ketahanan pangan, khususnya yang ditopang oleh daerah. Langkah ini untuk menopang swasembada pangan dan ketahanan kebutuhan pangan hewani.

Tak lupa, politisi PDI Perjuangan ini juga meminta pemerintah untuk tetap disiplin menjaga target defisit APBN. Sebab ia memandang 2022 adalah tahun terakhir dapat melebarkan defisit lebih dari 3 persen PDB.

“Pada tahun 2022 adalah transformasi (jembatan)  kembali ke defisit maksimal 3 persen pada tahun 2023,” terangnya.

Dengan begitu, mengantisipasi penerimaan perpajakan nasional pada tahun 2022 tidak tercapai, pemerintah perlu mengoptimalisasi kreativitas pembiayaan yang tidak hanya bertumpu pada pembiayaan utang.

“Tingginya tingkat bunga yang harus dibayar setiap tahun sekitar Rp 300 triliun memangkas ruang fiskal kita cukup signifikan. Langkah kreatif perlu ditempuh dengan mengoptimalisasikan kontribusi dividen BUMN, dan investasi. Saatnya pemerintah meminta kontribusi atas pembentukan Lembaga Pengelola Investasi,” pungkasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya