Cerita Sutrimo, Tingkatkan Ekonomi Masyarakat dengan Berdayakan Lahan Bekas Tambang

PT Pertamina EP Sangasanga Field mendampingi Sutrimo dan anggotanya di Kelompok Tani Setaria dalam mengembangkan pertanian terpadu sistem ekonomi sirkular.

oleh Arthur Gideon diperbarui 06 Des 2021, 15:11 WIB
Diterbitkan 06 Des 2021, 13:45 WIB
Sutrimo, Ketua Kelompok Setaria di Sangasanga, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, memamerkan produk pupuk cair yang berasal dari inovasi DAMKAR, Alat Destilasi Asap Sekam Bakar.
Sutrimo, Ketua Kelompok Setaria di Sangasanga, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, memamerkan produk pupuk cair yang berasal dari inovasi DAMKAR, Alat Destilasi Asap Sekam Bakar.

Liputan6.com, Jakarta - Sutrimo adalah seorang petani di daerah Sangasanga Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Ia mampu memberdayakan masyarakat untuk kembali bertani dengan mengolah lahan bekas tambang.

Sutrimo bercerita, mata pencaharian sebagian besar masyarakat di Sangasanga semula adalah petani dan nelayan. Namun dengan peningkatan aktivitas pertambangan batu bara di daerah tersebut, sebagian besar masyarakat pun beralih menjadi pekerja tambang.

Namun usia pertambangan di daerah tersebut sudah menyusut seiring habisnya sumber daya batu bara yang digali. Banyak masyarakat berhenti bekerja dari perusahaan tambang.

Warga yang semula memiliki mata pencaharian bertani pun kembali ke ladang mereka. Namun para nelayan tidak bisa kembali melaut.

Alasannya, sungai, pantai dan laut di daerah tersebut sudah tercemar batu bara sehingga tidak ada ikan. Para nelayan tersebut kemudian beralih menjadi petani.

Sayangnya, karakteristik lahan bekas tambang memerlukan penanganan yang lebih. Sutrimo pun kemudian berpikir bagaimana cara agar lahan itu bisa ditanami dengan kembali subur. Ia pun mencari ilmu di internet.

"Ilmu itu ada di ujung jempol. Tinggal klik bisa dapet ilmu apa saja," kata dia seperti ditulis, Senin (6/12/2021). Ia meminjam telepon pintar milik anaknya. 

Ia pun menemukan teknologi mengolah sekam menjadi pupuk di Youtube. Ide pun terbersit karena di daerahnya juga banyak sekam yang hanya dibuang saja.

Gayung bersambut, ide ini pun mendapat respon positif dari PT Pertamina EP Sangasanga Field yang mendampingi Sutrimo dan anggotanya di Kelompok Tani Setaria dalam mengembangkan pertanian terpadu sistem ekonomi sirkular.

Sutrimo pun kemudian langsung mendesain DAMKAR yang merupakan kependekan dari “Destilasi Asap Sekam Bakar. Untuk membuat DAMKAR ini, dirinya mendapatkan masukan dari manajemen Pertamina Zona 9 Field Sangasanga.

“Pembuatan alat DAMKAR ini sekitar Rp 18 juta, berkat bantuan Pertamina,” ujarnya. DAMKAR ini dapat mengubah asap pembakaran sekam menjadi cair.

Kini hasil cairan asap sekam ini pun dimanfaatkan oleh kelompok sebagai campuran pupuk cair dan disinfektan kandang sapi. Adanya alat DAMKAR ini menjadi pembeda bagi kelompok setaria dengan kelompok – kelompok pertanian lain yang ada di Sangasanga bahkan di Kalimantan Timur.

Meskipun saat ini kelompok Setaria dapat dikatakan sebagai salah satu kelompok tani yang maju, Sutrimo sebagai ketua kelompok setaria selalu berprinsip bahwa berkembang sendiri tidak memiliki arti apa – apa apabila tidak dapat berguna bagi lingkungan sekitar.

Maka dari itu ia dan anggota kelompok Setaria yang lain selalu berusaha untuk menyebarluaskan ilmu yang mereka peroleh kepada sesama kelompok tani lain, sehingga dapat berkembang dan memajukan Sangasanga hingga Kutai Kartanegara.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tante Siska

Sutrimo, Ketua Kelompok Setaria di Sangasanga, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, berfoto bersama inovasi DAMKAR, Alat Destilasi Asap Sekam Bakar.
Sutrimo, Ketua Kelompok Setaria di Sangasanga, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, berfoto bersama inovasi DAMKAR, Alat Destilasi Asap Sekam Bakar.

Untuk diketahui, PT Pertamina EP Sangasanga Field bersinergi dengan Kelompok Setaria yang dikomandani oleh Sutrimo untuk mengembangkan sektor pertanian secara terpadu dengan sistem ekonomi sirkular dan ramah lingkungan sehingga memiliki keberlanjutan.

Dari hasil sinergi ini kemudian tercipta program tani terpadu sistem inovasi sosial kelompok setaria (tante Siska).

Agar program dapat mencapai target sasaran yang tepat maka perencanaan program ini disusun secara bottom up yakni dengan inisiasi dari anggota kelompok terkait kebutuhan pengembangan yang mereka perlukan untuk mengembangkan sektor pertanian, serta melibatkan stakeholder setempat untuk merumuskan skala prioritas dari kegiatan yang akan dilakukan.

Kegiatan yang terlaksana mencakup pada peningkatan kapabilitas anggota, optimalisasi proses produksi, transformasi ramah lingkungan dan pengembangan produk turunan dari hasil kegiatan pertanian kelompok setaria.

Program tante siska ini merupakan pertanian terpadu dengan sistem ekonomi sirkular yang ramah lingkungan. Pada pelaksanaannya, program tante siska memiliki skema produksi pertanian dimana disetiap tahapan pelaksanaannya saling terintegrasi satu sama lain. Adapun skema produksi ini terbagi dalam 4 tahapan yakni peternakan, produksi pupuk, pertanian, dan pengembangan.

Program Tante Siska memberikan dampak yang signifikan baik dalam segi lingkungan, ekonomi, maupun sosial. Pada aspek lingkungan, program ini telah memanfaatkan lahan seluas 1,61 Ha dan mengurangi emisi CO2 dari hasil pembakaran sekam menggunakan alat damkar sebanyak 7,76 ton CO2 eq/tahun.

Pada aspek ekonomi, perhitungan pendapatan kelompok periode bulan januari hingga oktober tahun 2021 mencapai Rp 328.144.000 dan penghematan pembelian pupuk karena memproduksi sendiri dengan nilai Rp 48.300.000 per tahun.

Program tante siska telah memberikan manfaat secara langsung baik peningkatan pendapatan maupun peningkatan pengetahuan yakni pada anggota kelompok sejumlah 16 orang, penerima manfaat tidak langsung 677 orang dan telah memberikan replikasi pengetahuan pada 6 kelompok tani lain.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya