Liputan6.com, Jakarta - PT Angkasa Pura I (Persero) memiliki utang sekitar Rp 28 Triliun kepada sejumlah kreditor dan investor per November 2021. Selain itu, AP I juga memiliki kewajiban kepada karyawan dan supplier senilai Rp 4,7 triliun.
Angkasa Pura I pun mengambil langkah restrukturisasi sebagai langkah penyehatan perseroan kedepannya. Salah satu yang diambil adalah penundaan pembayaran gaji pegawai.
Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum Angkasa Pura I Mohammad Arifin Firdaus mengatakan, salah satu upaya penyehatan perusahaan adalah dengan mengoptimalkan kewajiban dari perusahaan. Langkah ini diambil untuk menanggulangi dampak dari pandemi Covid-19 yang berimbas pada kesehatan keuangan AP I.
Advertisement
“Pada perjalanannya dalam cost leadership (AP I) melakukan penundaan pembayaran tunjangan dan termasuk penundaan pembayaran gaji,” katanya dalam konferensi pers, Rabu (8/12/2021).
Arifin menilai langkah ini memiliki dampak yang cukup baik bagi perusahaan. Sebagai contoh, ketika ada pembatasan kegiatan karyawan sebesar 25 persen saat pandemi, ini dinilai mampu meringankan beban perusahaan.
“Sehingga aktivitas yang membutuhkan biaya transport itu jadi berkurang dan karenanya kita sepakat dengan manajemen akan ada mekanisme penundaan gaji,” katanya.
Kendati begitu, ia menegaskan bahwa hal itu bukan langkah perusahaan untuk mengurangi jumlah gaji yang diterima pegawai. Namun, itu akan dibayarkan perusahaan dalam waktu dekat.
“Bisa dibilang istilahnya pegawai itu diminta untuk nabung di perusahaan,” imbuhnya.
Di sisi lain, ia mengapresiasi pegawainya yang menyetujui langkah perusahaan untuk melakukan penundaan gaji. Namun, ia tidak merinci kapan pembayaran gaji akan dilakukan kepada pegawai.
“Terima kasih atas dukungan para karyawan untuk melihat kondisi perusahaan yang membutuhkan terhadap upaya optimum, sehingga merelakan untuk beberapa hak-haknya masih ditunda pembayarannya. Mudah-mudahan dalam waktu dekat akan ada penyelesaian,” tuturnya.
Sementara itu, Arifin menyampaikan, pada 2022 mendatang akan dilakukan penyederhanaan di sektor SDM dalam tubuh AP I. Contohnya beberapa pegawai yang telah memasuki masa pensiun pada 2022 tidak akan dilakukan penggantian atau rekrutmen baru.
“Tapi jadikan pengurangan jumlah pegawai secara alami,” katanya.
“kita juga di tahun 2022 ini akan persiapkan program pensiun dini dan lebih mempercepat dan mengefektifkan pelaksanaan (optimalisasi) SDM yang ada di AP 1,” imbuh Arifin.
Baca Juga
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Manajemen Utang dan Piutang
Pada kesempatan yang sama, Direktur Keuangan AP I, Andi Bratamihardja menyampaikan hal ini menyambung upaya perusahaan dalam melakukan manajemen piutang dan utang usaha. Ia menyampaikan, yang terkait dengan eksternal seperti pembayaran kepada suplier.
“Jadi untuk suplier yang sudah menerbitkan invoice, kita juga menyisir mana yang prioritas dan yang betul-betul harus dibayar, misalnya sesuatu yang sudah di deliver. Tapi kita memang masih mengupayakan apakah masih mungkin umurnya (tenggat pembayaran) diperpanjang,” katanya.
“Artinya, mungkin yang prosesnya harus dibayar dalam 2 minggu bagaimana ada peluang untuk negosiasi dimana suplier itu masih bisa tidak merugi, jadi kita cari win-win (solution) gimana. Tapi juga kita cari jalan supaya umur utang usaha semakin panjang, dan piutang kita tagih terus,” tambah Andi.
“Tak ada maksud AP I tak memenuhi kewajiban tapi menyesuaikan sesuai kemampuan keuangan tanpa menambah utang untuk membayar utang tapi mempertahankan sifatnya (untuk) tidak tambah utang baru,” katanya.
Diketahui, AP I memiliki utang sebesar Rp 28 Triliun kepada sejumlah kreditor dan investor per November 2021.
“Sebenarnya kondisi AP I itu tak seburuk yang diberitakan, memang kita ada utang kepada kreditor dan investor sampai November 2021 sebesar Rp 28 triliun, jadi bukan Rp 35 Triliun,” kata Direktur Utama AP I Faik Fahmi.
Lebih lanjut ia juga mengatakan bahwa ada beban kewajiban lainnya seperti kepada karyawan dan suplier sebesar Rp 4,7 triliun. “Jadi kewajiban kita Rp 32,7 triliun,” imbuhnya.
Kendati begitu, ia meyakinkan bahwa kondisi utang besar yang dialami perseroan tersebut bukan imbas dari masalah struktural. Tapi, perseroan belum bisa bangkit dengan beban utang ini karena terdampak pandemi.
Advertisement