Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diingatkan untuk menerapkan kebijakan LPG nonsubsidi mengikuti harga pasar. Pasalnya sejak 2017 tidak ada penyesuaian harga pada komoditas tersebut sehingga membuat Pertamina masyarkat golongan mampu.
Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, saat ini harga LPG berdasarkan CP Aramco pada November 2021 sebesar USD 847 per MT dengan kurs Rp 14.200 per dolar, sementara harga LPG nonsubsidi yang belaku saat ini menggunakan patokan CP Aramco USD 578 per MT dengan kurs Rp 13.450 per dolar.
"Jadi kenaikannya sudah mencapai 78 persen dari tahun 2017 yang lalu. Sementara harga LPG non subsidi masih bertahan," kata Mamit, di Jakarta, Jumat (10/12/2021).
Advertisement
Mamit menambahkan, LPG non subsidi digunakan oleh masyarakat golongan menengah ke atas, sementara harga jual LPG non subsidi tidak disesuaikan dengan kenaikan harga bahan baku LPG. Kondisi ini membuat Pertamina sebagai opertor yang menjual LPG non subsidi mensubsidi orang mampu.
"Konsep ini sudah salah. Subsidi harusnya diberikan kepada masyarakat tidak mampu, bukan kepada mereka yang mampu membeli LPG dengan harga pasar. Oleh karena itu, perlu adanya penyesuaian harga untuk LPG ukuran 5.5 kg dan 12 kg non subsidi,"jelasnya.
Mamit melanjutkan, dengan harga elpijinonsubsidi yang tidak mengalami perubahan sejak 2017, maka harga LPG non subsidi di Indonesia jauh lebih murah jika dibandingkan dengan negara tetangga.
"Untuk Vietnam, harga LPG per November 2021 adalah sebesar Rp 23.000 per kg, Filipina sebesar Rp 26.000 per kg dan Singapore sebesar Rp 31.000 per kgnya. Jika dibandingkan dengan Indonesia yang berada di level Rp 11.500 per kg," papar Mamit.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kenaikan Harga Bahan Baku
Menurut Mamit, atas kenaikan harga bahan baku tersebut maka pemerintah perlu mempertimbangkan untuk penyesuaian harga terhadap LPG non subsidi.
Sebab meski pangsa pasar LPG non subsidi saat ini hanya berada 7,5 persen dari total penjualan LPG oleh Pertamina, tetapi selisih antara harga jual ke masyarkat dan harga beli bahan baku yang ditutupi Pertamina cukup besar.
"Seharusnya karena LPG ini merupakan non subsidi maka seharusnya memang mengikuti harga pasar yang berlaku. Sama seperti BBM yang dijual oleh SPBU swasta yang menyesuaikan dengan naik turunnya harga minyak dunia" urai Mamit.
Terkait dengan besaran kenaikan harga LPG non subsidi, Mamit meminta kepada Pertamina untuk tidak terlalu tinggi agar tetap membantu masyarakat juga.
"Saya kira kenaikan di Rp 2.000 per kilogram masih bisa diterima oleh para pengguna LPG non subsidi, apalagi pengguna LPG non subsidi adalah masyarakat golongan menengah ke atas. Jadi tidak masalah dan tidak perlu ada gejolak terkait kenaikan harga LPG non subsidi ini" pungkas Mamit.
Advertisement