Minta Anies Cabut Kenaikan UMP DKI Jakarta 5,1 Persen, Apindo Tempuh Jalur Hukum

Apindo DKI Jakarta menolak keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menaikkan UMP DKI Jakarta sebesar 5,1 persen di 2022.

oleh Arief Rahman H diperbarui 30 Des 2021, 17:15 WIB
Diterbitkan 30 Des 2021, 17:15 WIB
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan UMP DKI 2020.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan UMP DKI 2020, Jumat (1/11/2019). (Liputan6.com/ Delvira Chaerani Hutabarat)

Liputan6.com, Jakarta - Polemik penetapan upah minimum masih terus bergulir. Sejak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melakukan revisi terhadap besaran Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta.

Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia DKI Jakarta, Nurjaman menegaskan pihaknya menolak keputusan kenaikan UMP 2022 tersebut. Ia pun akan menempuh jalur hukum dalam mendorong penolakannya ini.

"Kami memohon kepada Gubernur DKI Jakarta untuk mencabut SK Nomor 1517/2021 karena tidak sesuai dengan aturan," katanya dalam konferensi pers, Kamis (30/12/2021).

Ia menilai, Gubernur Anies tidak tepat menetapkan kenaikan UMP DKI Jakarta sebesar 5,1 persen. Alasannya, tidak sesuai dengan PP Nomor 36/2021 sebagai turunan dari UU Cipta Kerja.

"Dalam wakti dekat kami akan menempuh jalur hukum, kita akan lakukan upaya jalur hukum, kita lakukan upaya ke PTUN," katanya.

Ia mengaku, sebelumnya Apindo telah melayangkan surat keberatan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebelum ditetapkannya besaran UMP. Namun, Nurjaman mengaku tak kunjung mendapatkan jawaban.

 

Dua Hal

Aksi Buruh Geruduk Balai Kota Jakarta
Sejumlah buruh saat melakukan aksi di depan Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (26/10/2021). Pada aksi tersebut massa buruh menuntut kenaikan UMP 2022 sebesar 10 persen, berlakukan UMSK 2021 dan mencabut UU Omnibus Law. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pada kesempatan itu, Nurjaman menyampaikan ada dua hal yang jadi landasan keberatannya atas penetapan Anies.

Pertama, SK Gubernur Nomor 1517/2021 tentang revisi tidak sesuai dengan regulasi yang semestinya. Karena tidak mencantumkan konsideran PP 36/2021.

Kedua, SK gub itu tidak sejalan dengan rekomendasi Dewan Pengupahan DKI Jakarta hasil sidang 15 November 2021.

"Kami sidang di Balai Kota oasa waktu itu antara pengusaha, pemerintah provinsi, bersama serikat pekerja, dan ditambah usulan pemerintah. Alhamdulillah saat itu pemerintah dan unsur dunia usaha sudah sepakat untuk mematuhi menggunakan mekanisme atuean formula Upah Minimum 2022 memakai PP 36/2021," tegasnya

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya