Pengusaha Muda Minta Pemerintah Kendalikan Impor Baja agar Tak Ganggu Investasi

Ada upaya importir mendapatkan keuntungan besar dari mekanisme impor yang tidak rela dengan berkembangnya industri baja nasional dan mencari kambing hitam.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 26 Jan 2022, 13:20 WIB
Diterbitkan 26 Jan 2022, 13:20 WIB
FOTO: Konsumsi Baja Lesu Akibat Pandemi COVID-19
Pekerja menyelesaikan pengerjaan proyek pembangunan konstruksi LRT dan gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (17/11/2020). Pandemi COVID-19 yang terjadi sejak awal tahun menurunkan konsumsi dan utilitas industri baja konstruksi dan baja ringan konstruksi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Para pengusaha muda yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) meminta kepada pemerintah untuk mengawasi lebih impor baja. Hal ini karena kebocoran impor akan menganggu industri dalam negeri.  

Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Badan Pengurus Pusat BPP) Hipmi Anggawira mengatakan, mengutip data BPS, volume impor baja pada 2021 naik 23 persen menjadi 4,8 juta ton. Tentu saja, kenaikan impor ini sangat disayangkan. Alasannya, impor naik ketika ada tren perbaikan di industri baja dalam negeri.

Ada beberapa hal yang mendorong terjadinya peningkatan impor ini, di antaranya adalah praktik unfair trade yaitu dengan melakukan dumping dan pengalihan pos tarif.

Menurut Anggawira, ada upaya-upaya dari importir yang selama ini mendapatkan keuntungan besar dari mekanisme impor yang tidak rela dengan berkembangnya industri baja nasional dan mencari kambing hitam.

Hal ini tentu saja perlu diklarifikasi oleh BPP Ginsi yang sudah memberikan pernyataan secara terbuka, siapa perusahaan pelat merah yang disebutkan.

"Perlu ada ketegasan pemerintah dalam mengatur, Krakatau Steel saat ini juga dalam posisi baik dan makin membaik artinya selama ini pengetatan importasi adalah hal yang baik," jelas Anggawira, dalam keterangan tertulis, Rabu (26/1/2022).

Perketat Izin

Dalam menghadapi hal ini, Anggawira melanjutkan, produsen baja nasional berharap agar pemerintah memperketat izin impor untuk produk-produk yang sudah dapat diproduksi di dalam negeri.

Bila tidak segera dilakukan pengendalian kuota impor, maka dikhawatirkan peningkatan impor akan terus berlangsung sampai di 2022 dan ini akan berakibat pada terganggunya investasi yang sudah dilakukan di industri baja Indonesia.

"Jika memang ada hal-hal yang mengupayakan pemerintah melalui kementerian terkait dalam menekan laju importasi baja, lebih baik diungkapkan saja secara terbuka. Ini yang kami harapkan karena dalam situasi sekarang kita perlu upaya bersama dari stakeholder, apalagi di dunia usaha untuk membangun kemandirian industri nasional kita," ujarnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tekan Laju Impor

FOTO: Konsumsi Baja Lesu Akibat Pandemi COVID-19
Suasana proyek pembangunan konstruksi LRT dan gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (17/11/2020). Pandemi COVID-19 yang terjadi sejak awal tahun menurunkan konsumsi dan utilitas industri baja konstruksi dan baja ringan konstruksi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Anggawira menegaskan bahwa pelaku industri membutuhkan perlindungan yang dapat mendorong kesempatan bersaing yang adil dan melindungi investor industri baja melalui terciptanya iklim perdagangan yang lebih sehat. Sehingga, industri nasional dapat berkembang dan situasi Covid-19 yang ada diharapkan industri nasional mampu lebih berkembang lagi.

"Apalagi industri baja sebagai mother of industry perlu diperkuat industri baja nasional dengan menekan laju impor yang selama berapa tahun belakangan dilakukan secara brutal-brutalan, ini diperlukan. Saya harap, Ginsi bisa juga mendukung upaya-upaya ini, bukan memberikan polemik yang kami rasa dari Hipmi ini bisa membuat situasi tidak kondusif," ucapnya.

Sekedar diketahui, Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi) menyindir perusahaan baja pelat merah yang selama ini telah memperoleh berbagai kemudahan fasilitas ekspor logam maupun besi dari negara, namun industrinya tidak bisa berkembang optimal.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya