Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan akan mengenakan tarif baru 25 persen terhadap impor baja dan aluminium ke Amerika Serikat pada Senin, 10 Februari 2025. Penerapan itu menambah bea masuk logam yang sudah ada dalam eskalasi besar lainnya seiring perombakan kebijakan perdagangannya.
Mengutip CNBC, Senin (10/2/2025), kepada wartawan di Air Force One dalam perjalanan ke NFL Super Bowl di New Orleans, Donald Trump menuturkan akan mengumumkan tarif timbal balik pada Selasa atau Rabu, yang akan berlaku segera.
Baca Juga
Ia menuturkan, AS akan menyamakan tarif yang dikenakan oleh negara lain dan ini akan berlaku untuk semua negara.
Advertisement
“Dan sangat sederhana, jika mereka menagih kita, kita menagih mereka,” ujar Trump tentang rencana tarif timbal balik tersebut.
Selama masa jabatan pertama, Donald Trump mengenakan tarif sebesar 25 persen untuk baja dan 10 persen untuk aluminium. Akan tetapi, kemudian memberikan beberapa mitra dagang kuota bebas bea, termasuk Kanada, Meksiko dan Brasil.
Mantan Presiden AS Joe Biden memperluas kuota ini ke Inggris, Jepang dan Uni Eropa, serta utilitisasi kapasitas pabrik baja AS telah menurun dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut data pemerintah dan American Iron and Steel Institute, sumber impor baja AS terbesar adalah Kanada, Brasil dan Meksiko diikuti oleh Korea Selatan dan Vietnam.
Dengan selisih yang besar, Kanada adalah pemasok logam aluminium primer terbesar ke AS, yang mencakup 79 persen dari total impor dalam 11 bulan pertama 2024. Meksiko adalah pemasok utama skrap aluminium.
Tarif yang Sesuai
Donald Trump menuturkan akan mengadakan konferensi pers pada Selasa atau Rabu untuk memberikan informasi terperinci tentang rencana tarif timbal balik. Ia merencanakan tarif timbal balik untuk memastikan AS diperlakukan secara merata dengan negara lain.
Presiden Donald Trump telah lama mengeluh tentang tarif 10 persen Uni Eropa untuk impor mobil yang jauh lebih tinggi daripada tarif mobil AS sebesar 2,5 persen. Ia sering menyatakan Eropa tidak akan mengambil mobil tetapi mengirim jutaan mobil ke barat melintasi Atlantik setiap tahun.
Namun, AS menikmati tarif sebesar 25 persen untuk truk pikap, sumber laba penting bagi produsen mobil Detroit General Motors, Ford dan Stellantis di AS.
Tarif rata-rata tertimbang perdagangan AS adalah sekitar 2,2 persen, menurut data Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) dibandingkan dengan India 12 persen, untuk Brasil 5,1 persen, untuk Vietnam 5,1 persen dan 2,7 persen untuk negara-negara Uni Eropa.
Advertisement
Kebijakan Tarif Donald Trump, Seberapa Besar Dampaknya ke Indonesia?
Sebelumnya, pasar global masih mencermati kebijakan Presiden AS, Donald Trump terkait rencana penerapan tarif kepada beberapa negara, terutama pada China. Lantas bagaimana dampaknya pada ekonomi Indonesia jika Donald Trump benar-benar mengenakan tarif tinggi pada beberapa negara?
Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede menjelaskan, jika Trump jadi mengenakan tarif 10 persen untuk universal dan 60 persen untuk China dampaknya akan lebih besar kepada AS dan China itu sendiri.
“Dampaknya terhadap ekonomi Indonesia lebih relatif kecil atau hanya sekitar 0,06 persen poin. Ini mengindikasikan kondisi ekonomi domestik masih dominan dalam mendorong pertumbuhan di Indonesia,” kata Josua dalam acara PIER Economic Review 2024, Senin (10/2/2025).
Tantangan Ekonomi Indonesia pada 2025
Tak hanya soal kebijakan tarif Trump yang perlu dicermati, Josua mengungkapkan perlambatan ekonomi AS dan China juga menjadi salah satu risiko yang mempengaruhi ekonomi domestik dan global.
Perlambatan ekonomi China dan AS yang menjadi salah satu mitra dagang terbesar Indonesia perlu dicermati karena dapat mempengaruhi kinerja impor Indonesia pada 2025.
“Banyak ekspor Indonesia ditujukan ke Tiongkok, tahun ini ekonomi tiongkok diprediksi alami perlambatan ini akan berdampak pada permintaan ekspor barang-barang komoditas dari Indonesia seperti CPO, batu bara. Ini akan mempengaruhi kinerja impor indonesia,” jelas Josua.
Kondisi Ekonomi Global Diprediksi Stabil
Adapun dalam outlook yang dikeluarkan oleh IMF, World Bank, dan OECD ekonomi global diprediksi cenderung stabil dalam dau tahun ke depan.
Josua menuturkan IMF, World Bank, dan OECD memprediksikan China dan AS akan mengalami pelambatan Ekonomi, sedangkan Eropa akan membaik dan ekonomi Indonesia cenderung alami stabilitas di kisaran 5,1 persen.
Pada kesempatan yang sama, Josua menyebut daya tarik Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan negara-negara lain dalam pertumbuhan ekonomi yang sama di G20.
“Kita masih berada dalam ekonomi yang stabil. Ini berbeda dengan stagnansi, kalau stagnansi itu seperti di Jepang atau Jerman yang tidak bergerak, tapi pertumbuhan ekonomi Indonesia stabilitas di 5 persen,” ujarnya.
Advertisement
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)