DPR Setuju Pertamina Sesuaikan Harga BBM Nonsubsidi Ikuti Keekonomian, Pertamax Jadi Naik?

Komisi VI DPR RI menyetujui penyesuaian harga BBM non subsidi dan subsidi.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 30 Mar 2022, 19:07 WIB
Diterbitkan 29 Mar 2022, 18:09 WIB
Pemerintah Subsidi Solar
Suasana di SPBU Kuningan Jakarta, Sabtu (5/5). Pemerintah berencana untuk menambah subsidi solar di tengah harga minyak dunia yang sedang naik. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi VI DPR setuju pemerintah melalui Pertamina menyesuaikan harga bahan bakar minyak atau BBM nonsubsidi dan subsidi. Ini tertuang dalam poin kesimpulan Komisi VI DPR dengan PT Pertamina pada Senin, (28/3/2022). 

"Komisi VI DPR RI mendukung penyesuaian harga BBM nonsubsidi yang mengikuti harga keekonomian minyak dunia untuk menjamin kesehatan keuangan PT Pertamina (Persero) dalam menjalankan penugasan pemerintah," demikian satu poin kesimpulan yang dibacakan dalam RDP dengan Dirut Pertamina.

Dari catatan Liputan6.com, Pertamina telah melakukan penyesuaian harga BBM nonsubsidi pada Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex, pada awal Maret 2022. Hanya BBM nonsubsidi Pertamax yang belum naik hingga saat ini dan dijual Rp 9.000 per liter.

Harga Pertamax saat ini dinilai masih jauh dari harga keekonomian. Kementerian ESDM sebelumnya menghitung secara keekonomian harga BBM Pertamax bisa mencapai Rp 16.000 per liter pada April 2022.

Pada RDP, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, meminta dukungan DPR untuk adanya penyesuaian harga BBM. "Hari ini Pertamax belum mengikuti mekanisme pasar, jadi mungkin dukungan diperlukan," kata Nicke.

Nicke menjelaskan, Pertamina sejauh ini melakukan penyesuaian harga untuk beberapa jenis BBM nonsubsidi, diantaranya Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex yang secara volume hanya 2 persen dari total penjualan BBM Pertamina.

"Even Pertamax itu digunakan untuk mobil bagus, jadi sudah sewajarnya dinaikkan karena ini bukan untuk masyarakat miskin," ujar Nicke.

Selain setuju adanya penyesuaian harga BBM mengikuti keekonomian, dalam poin kesimpulan RDP, Komisi VI DPR juga meminta pemerintah dan PT Pertamina untuk segera membahas penyesuaian harga BBM dan LPG subsidi dan nonsubsidi dikarenakan disparitas harga subsidi dan nonsubsidi yang semakin melebar dan gejolak harga internasional yang tidak menentu.

Komisi VI juga meminta Pemerintah untuk dapat melakukan pembayaran atas piutang Pertamina, untuk menjaga kondisi keuangan perusahaan.

Selain itu, Komisi VI DPR juga mendukung kinerja PT Pertamina (Persero) dalam memastikan penyaluran BBM ke seluruh penjuru Indonesia.

Adapun beberapa poin lainnya yang disampaikan dalam RDP dengan Dirut Pertamina, yaitu sebagai berikut :

Komisi VI meminta pemerintah menambah kuota solar subsidi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat disertai dengan pengawasan distribusi yang ketat agar tepat sasaran.

Komisi VI DPR meminta ada peraturan yang lebih jelas dari pemerintah terkait pembatasan kendaraan yang bisa menggunakan solar subsidi.

Komisi VI DPT mendesak pemerintah untuk mengubah mekanisme kompensasi solar menjadi mekanisme subsidi sepenuhnya.

Komisi VI DPR mendesak pemerintah untuk segera menetapkan formula harga pertalite yang tidak merugikan PT Pertamina.

Harga Keekonomian Pertamax Rp 16.000 per Liter di April 2022

Ilustrasi sedang mengisi bensin (pixabay)
Ilustrasi sedang mengisi bensin (pixabay)

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, harga minyak dunia terus di atas USD 100 per barel hingga akhir Maret 2022. Kenaikan harga minyak dunia ini akan mempengaruhi juga harga keekonomian Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi seperti Pertamax.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, konflik Ukraina dan Rusia masih menjadi faktor yang mendorong kenaikan harga minyak mentah.

"Pasokan minyak mentah dari Rusia dan Kazakhstan terganggu akibat kerusakan pipa Caspian Pipeline Consortium yang berdampak pada berkurangnya pasokan ke Uni Eropa," jelas dia dalam keterangan tertulis, Sabtu (26/3/2022).  

Tingginya harga minyak dunia sangat berpengaruh terhadap harga BBM. Sebagai informasi bahwa batas atas harga jual jenis BBM umum RON 92 untuk bulan Maret 2022 sebesar Rp 14.526 per liter.

Harga tersebut merupakan cerminan dari harga keekonomian BBM RON 92 berdasarkan formula harga dasar dalam perhitungan harga jual eceran jenis BBM Umum.

Adapun dalam menghitung harga keekonomian atau batas atas bulan Maret tersebut, mempertimbangkan realisasi perkembangan harga bulan sebelumnya, yaitu Februari. Padahal bulan Februari 2022, harga minyak belum setinggi bulan Maret 2022.

"Dengan mempertimbangkan harga minyak bulan Maret yang jauh lebih tinggi dibanding Februari, maka harga keekonomian atau batas atas BBM umum RON 92 bulan April 2022 akan lebih tinggi lagi dari Rp 14.526 per liter, bisa jadi sekitar Rp 16.000 per liter," kata dia.

"Jadi sebagaimana yang telah disampaikan oleh Bapak Menteri ESDM, saat ini kita masih mencermati harga minyak ini, karena kalau berkepanjangan memang bebannya berat juga baik ke APBN, Pertamina dan sektor lainnya," pungkas Agung.

Untuk diketahui di PT Pertamina (Persero) BBM umum RON 92 adalah produk Pertamax.  Dengan begitu harga Pertamax seharusnya berada di kisaran Rp 16.000 per liter di April 2022. 

Kenaikan Harga Pertamax Tak Timbulkan Gejolak

Harga Pertamax Naik
Petugas mengisi BBM ke kendaraan konsumen di SPBU Abdul Muis, Jakarta, Senin (2/7). PT Pertamina (Persero) menaikkan harga Pertamax, Pertamax Turbo dan Pertamina Dex mulai dari Rp500 hingga Rp900 per liter mulai 1 Juli 2018. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai, kenaikan harga BBM Non subsidi termasuk Pertamax tak akan terlalu menimbulkan gejolak di masyarakat. Pasalnya, masih ada Pertalite yang notebene lebih terjangkau dan dijaga harganya.

"Saya kira tidak terlalu berdampak ya kenaikan harga Pertamax, karena ada produk dengan harga di bawahnya, masyarakat masih bisa membeli," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (22/3/2022).

Namun, hal ini membutuhkan pertimbangan dari Pertamina. Ia menilai langkah ini akan memberatkan Pertamina.

"Meskipun ini akan tetap memberatkan Pertamina karena sampai saat ini Pertalite belum ada kejelasan mengenai kompensasi Pertalite," terangnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya