Survei BI: Inflasi Minggu Ketiga Mei 2022 di Angka 0,38 Persen

Penyumbang utama inflasi Mei 2022 sampai dengan minggu III yaitu komoditas angkutan udara dan bawang merah masing-masing sebesar 0,06 persen (mtm).

oleh Tira Santia diperbarui 20 Mei 2022, 18:45 WIB
Diterbitkan 20 Mei 2022, 18:45 WIB
Selama PPKM, Inflasi Agustus 2021 Diperkirakan 0,04 Persen
Pedagang melayani pembeli kebutuhan pokok di Pasar Lembang, Tangerang, Selasa (24/8/2021). Berdasarkan survei pemantauan harga yang dilakukan bank sentral pada minggu ketiga Agustus 2021, inflasi diperkirakan sebesar 0,04% secara bulanan atau month on month (mom). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu III Mei 2022 yang dijalankan oleh Bank Indonesia (BI), perkembangan harga pada Minggu III Mei 2022 tetap terkendali dan diperkirakan inflasi 0,38 persen (mtm).

"Dengan perkembangan tersebut, perkiraan inflasi Mei 2022 secara tahun kalender sebesar 2,54 persen (ytd), dan secara tahunan sebesar 3,53 persen (yoy)," kata Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono, dalam keterangan tertulis, Jumat (20/5/2022).

Penyumbang utama inflasi Mei 2022 sampai dengan minggu III yaitu komoditas angkutan udara dan bawang merah masing-masing sebesar 0,06 persen (mtm), daging ayam ras sebesar 0,05 persen (mtm), telur ayam ras sebesar 0,04 persen (mtm), daging sapi dan angkutan antar kota masing-masing sebesar 0,02 persen (mtm).

Selain itu udang basah, kacang panjang, jeruk, sawi hijau, tempe, tahu mentah, bahan bakar rumah tangga, nasi dengan lauk, dan air minum kemasan, masing-masing sebesar 0,01 persen (mtm).

"Sementara itu, komoditas yang mengalami deflasi pada periode minggu ini yaitu minyak goreng, cabai rawit, dan emas perhiasan masing – masing sebesar -0,01 persen (mtm)," tutur Erwin.

Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan eksternal yang meningkat, serta terus mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Sri Mulyani Klaim Inflasi RI Lebih Baik dari AS dan Inggris, Mau Bukti?

FOTO: Kenaikan Harga Minyak Goreng Penyumbang Utama Inflasi
Pedagang menata minyak goreng di sebuah pasar di Kota Tangerang, Banten, Selasa (9/11/2011). Bank Indonesia mengatakan penyumbang utama inflasi November 2021 sampai minggu pertama bulan ini yaitu komoditas minyak goreng yang naik 0,04 persen mom. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kenaikan harga komoditas global telah berdampak pada naiknya harga-harga di dalam negeri, terutama energi dan pangan.

Hal ini dapat dilihat pada tekanan inflasi yang mulai meningkat akhir-akhir ini, meskipun faktor musiman yaitu bulan Ramadan dan perayaan Hari Raya Idul Fitri juga turut memberikan andil terhadap kenaikan harga.

"Inflasi April 2022 tercatat 3,5 persen, lebih tinggi dibandingkan Maret 2022," kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (20/5).

Meski demikian, lanjut Sri Mulyani, bila dibandingkan negara-negara G20 seperti AS yang tingkat inflasinya mencapai 8,3 persen, Inggris 9,0 persen, Turki 70 persen, Argentina 58 persen, Brazil 12,1 persen, dan India 7,8 persen, tekanan inflasi di Indonesia masih jauh lebih rendah.

"Tekanan inflasi di Indonesia tidak setinggi di negara-negara tersebut karena kenaikan harga energi global diredam oleh APBN (shock absorber) yang konsekuensinya menyebabkan kebutuhan belanja subsidi energi dan kompensasi meningkat tajam," tutur dia.

Dalam kondisi pemulihan ekonomi dan kesejahteraan yang masih awal dan rapuh, lanjut Sri Mulyani, ketersediaan dan keterjangkauan harga energi dan pangan menjadi sangat krusial untuk menjamin daya beli masyarakat dan menjaga keberlanjutan proses pemulihan ekonomi nasional.

 

Sektor Keuangan

Terkait potensi transmisinya ke sektor keuangan, Pemerintah, dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Keuangan, bersama dengan anggota KSSK lainnya (BI, OJK dan LPS), berkomitmen untuk memperkuat koordinasi dan sinergi dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.

Sampai dengan saat ini, kondisi sektor keuangan nasional masih relatif stabil. Fungsi intermediasi perbankan mulai meningkat, tercermin pada peningkatan pertumbuhan penyaluran kredit.

Sementara itu, tingkat kecukupan modal (CAR) juga tinggi dengan likuiditas yang masih memadai. Cadangan devisa nasional juga masih memadai dan diharapkan dapat memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas harga dan nilai tukar serta momentum pemulihan ekonomi nasional.

Infografis Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Produk Domestik Bruto 2019-2021. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Produk Domestik Bruto 2019-2021. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya