Awas, Ada Celah Penghindaran Pajak di Kebijakan Cukai Rokok

Kebijakan cukai hasil tembakau atau cukai rokok yang efektif akan mendorong optimalisasi pengendalian konsumsi tembakau dan penerimaan negara.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Jun 2022, 11:30 WIB
Diterbitkan 02 Jun 2022, 11:30 WIB
Ilustrasi kenaikan cukai rokok (Liputan6.com / Abdillah)
Ilustrasi kenaikan cukai rokok (Liputan6.com / Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta Kebijakan cukai hasil tembakau atau cukai rokok yang efektif akan mendorong optimalisasi pengendalian konsumsi tembakau dan penerimaan negara.

Namun kebijakan cukai rokok di Indonesia masih berpotensi membuka peluang untuk penghindaran pajak, khususnya lewat struktur tarif cukai hasil tembakau.

“Awalnya dengan kenaikan cukai itu, kita berharap ada tambahan penerimaan negara sekaligus pengendalian konsumsi. Namun ada juga ternyata konsekuensi lain, yakni praktik penghindaran pajak,” ujar Sekjen Transparency International Indonesia Danang Widoyoko, Kamis (2/6/2022).

Hal ini dapat terjadi karena struktur tarif cukai hasil tembakau dan batasan produksi, utamanya pada segmen rokok mesin, memiliki kelemahan, baik dari sisi produsen maupun konsumen. “Ketika cukai naik, konsumen dapat bergeser ke produk yang lebih murah karena selalu ada alternatif. Cukai berkurang efektivitasnya karena harga rokok masih bisa dijangkau akibat struktur cukainya,” kata Danang.

Terkait dengan struktur tarif cukai, lanjutnya, sebetulnya Kemenkeu sudah pernah merumuskan kebijakan penyederhanaan pada 2017 namun beleid itu dibatalkan dan kebijakannya saat ini baru terlaksanan sebagaian.

“Tahun lalu dalam perjalanannya, struktur yang baru lebih sederhana dari 10 menjadi 8 lapisan. Jauh dari target semula, tapi ada kemajuan karena lebih sederhana,” ujar Danang.

Celah kebijakan cukai saat ini tidak hanya di jumlah lapisannya saja, tapi ketentuan masing - masing lapisan. Pada tahun 2017, batasan produksi SKM dan SPM golongan 2 dinaikkan dari dua miliar batang ke tiga miliar batang.

Menurutnya, batasan produksi pada SKM dan SPM, serta jarak tarif cukai yang signifikan di antara kedua golongan yang ada saat ini, telah memicu perusahaan besar untuk turun golongan.

“Jangan-jangan nanti golongan 1 kabur semua ke golongan 2. Kalau praktik penghindaran pajak ini tidak diantisipasi sekarang, penerimaan jadi sangat tidak optimal karena pabrikan ramai – ramai pakai cukai golongan 2 yang jauh lebih murah,” katanya.

 

Tak Akan Maksimal

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Jika perusahaan besar tidak membayar cukai sesuai golongannya, penerimaan negara yang diterima tidak akan maksimal.

“Dengan diangkat ke 3 miliar batang, ini membuat sebagian besar perusahaan besar bisa pindah ke golongan 2. Jadi tidak cukup hanya simplifikasi mengurangi jumlah layer saja. Ketentuan tiap layer juga perlu diawasi karena potensi praktik penghindaran pajak bisa berasal dari sini,” katanya.

Optimalisasi penerimaan negara inilah yang menjadi sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), khususnya Tim Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi (Stranas PK). Tim ini memasukkan isu optimalisasi penerimaan negara dari cukai sebagai Sub Aksi Pencegahan Korupsi dalam Stranas Tahun 2021-2022.

 

Optimalisasi

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

“Peningkatan penerimaan negara melalui pembenahan penerimaan negara bukan pajak dan cukai itu masuk dalam fokus aksi Stranas PK. Urgensinya adalah bahwa regulasinya belum komprehensif, mekanisme penghitungan dan pemungutan tidak berbasis potensi, dan sistem belum terintegrasi baik dari data, pelaporan, dan pembayaran, yang dampaknya pada kehilangan potensi penerimaan,” ujar Koordinator Harian Sekretariat Nasional Stranas PK - KPK Herda Helmijaya.

Dia menekankan pentingnya melakukan optimalisasi di semua lini penerimaan negara, termasuk PNBP. “Dari urgensi permasalahan tersebut, kami menyusun kerangka aksi optimalisasi PNBP dengan memaksimalkan potensi cukai hasil tembakau,” katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya