Liputan6.com, Jakarta Standard Chartered Indonesia, bekerja sama dengan Habitat for Humanity Indonesia melakukan serah terima kepada para penerima manfaat proyek perbaikan dan pembangunan tempat usaha industri rumahan di Desa Babakan Madang, Jawa Barat.
Bantuan ini diberikan kepada 20 keluarga yang sebagian besarnya dipimpin oleh perempuan sebagai penopang ekonomi keluarga. Inisiatif ini juga merupakan bagian dari dana bantuan senilai USD 1,1 juta atau setara Rp 16,1 miliar yang Standard Chartered telah alokasikan di Indonesia untuk berbagai program pelatihan yang berfokus pada wirausaha perempuan dan kaum muda yang terimbas oleh pandemi.
Baca Juga
Dalam pengamatannya, Habitat mendapati bahwa terdapat banyak ibu-ibu yang bekerja sebagai pelaku UMKM, khususnya berdagang di warung di area Babakan Madang yang merupakan tulang punggung keluarga. Adapun usaha mereka tidak luput dari kerasnya dampak pandemi yang terjadi.
Advertisement
Kondisi warung mereka pun jauh dari layak. Sehubungan dengan itu, Standard Chartered menggandeng Habitat for Humanity untuk membantu para wirausaha perempuan agar bisa kembali bangkit.
Dalam proyek ini, karyawan Standard Chartered juga mendapatkan kesempatan untuk menjadi relawan dalam membantu pembangunan tempat usaha tersebut.
Karyawan Bank membantu proses pengecatan dan perapihan ruang usaha yang baru selain juga memberikan pelatihan keuangan bagi para pemilik usaha.
“Sebagai bentuk nyata dari nilai-nilai Here for Good yang kami anut, sudah merupakan misi dari Standard Chartered untuk mendampingi dan membantu masyarakat pulih dari dampak pandemi, khususnya bagi para wirausaha perempuan dan kamu muda," tutur Head of Corporate Affairs and Brand & Marketing, Indonesia & ASEAN Markets (AU, BN, PH), Standard Chartered, Diana Mudadalam, Minggu (19/6/2022).
Â
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Donasi
Sehubungan dengan pandemi COVID-19 yang melanda dunia, Standard Chartered secara global mendonasikan USD 25 (Rp 366,3 milyar) juta untuk program Economic Recovery untuk membantu masyarakat dalam pemulihan ekonomi pasca pandemi.
Khusus untuk Indonesia, Standard Chartered telah mengalokasikan USD 1,1 juta (Rp 16,1 milyar) untuk berbagai program pelatihan yangberfokus pada wirausaha perempuan dan kaum muda yang terimbas oleh pandemi.
Sementara itu, Direktur Nasional Habitat for Humanity Indonesia, Susanto mengatakan pandemi tidak hanya berdampak pada krisis kesehatan tetapi juga krisis ekonomi dimana kebanyakan ibu-ibu, khususnya para pelaku UMKM tidak memiliki modal lagi untuk melanjutkan usahanya.
Program perbaikan dan pembangunan warung oleh Habitat Indonesia bersama Standard Chartered ini menjadi satu semangat dan harapan bagi mereka untuk bisa punya tempat usaha (warung).
"Program bantuan ini sangat bermanfaat bagi Ibu-Ibu dimana warung yang terletak disebelah rumah membuat ibu-ibu bisa mendapatkan penghasilan sambil menjaga anak-anaknya. Di kampung, warung juga menjadi tempat komunitas bersosialisasi sehingga keharmonisan hubungan dengan tetangga terjaga dengan baik," tutup dia.
Advertisement
Sederet Tantangan UMKM Indonesia Go Digital
Sebelumnya, berdasarkan data rekapitulasi internal Kementerian Koperasi dan UKM, Juni 2022 tercatat jumlah pelaku UMKM terhubung dengan ekosistem digital mencapai 19 juta UMKM.
Sejalan dengan hal tersebut, Bank Indonesia memproyeksikan nilai transaksi e-commerce pada 2022 sebesar Rp526 triliun.
Dikutip dari bahan KemenkopUKM, Rabu (15/6/2022), belum ada kategori/label khusus untuk membedakan UMKM reseller/produsen pada e-commerce.
Berdasar hasil pengamatan sebagian besar profil UMKM yang menggunakan platform e-commerce untuk berjualan adalah reseller. Dimana 90 persen dari barang yang dijual di e-commerce adalah barang impor.
Saat ini beberapa media sosial yang merupakan platform digital di luar e-commerce juga sudah membuka fitur jual-beli/marketplace, dan belum teridentifikasi sebagai socio commerce, bagian dari PPMSE.
Dalam pengembangan UMKM go digital tentunya tak terlepas dari tantangan dan permasalahan, diantaranya pernah terjadi praktik crossborder ilegal terjadi di e-commerce.
Contohnya fenomena Mr. Hu sempat viral di 2021. Simulasi atas laporan ini menunjukkan dari dari 1 SKU saja negara berpotensi dirugikan lebih kurang Rp 14 miliar.
Kemudian, adanya crossborder ilegal juga berdampak terjadinya predatory pricing. Yaitu, Produk UMKM Indonesia dengan harga lebih tinggi jadi sulit bersaing karena pelaku predatory pricing cenderung memiliki kemampuan manufaktur dan modal lebih kuat.
Â
Sebaran Barang Palsu
Permasalahan selanjutnya, maraknya sebaran barang palsu pada PPMSE juga patut diwaspadai. Laporan Review of Notorious Markets for Counterfeiting and Piracy memasukkan tiga lokapasar yang beroperasi di Indonesia (dari 42 secara global) dalam daftar pengawasan terkait penjualan atau penyediaan barang palsu & aktivitas pembajakan.
KemenkopUKM mencatat tingkat literasi digital Indonesia berdasarkan Indeks Literasi Digital tahun 2021 termasuk ke dalam kategori sedang dengan skor indeks 3,49.
Pilar Digital Culture merupakan pilar dengan skor tertinggi, sedangkan pilar Digital Safety adalah pilar paling rendah. Di sisi lain, UMKM yang adalah 99 persen pelaku usaha di Indonesia juga didominasi oleh pelaku Usaha Mikro.
Tantangan lainnya terkait akselerasi pemerataan akses internet di seluruh Indonesia sebagai fondasi ekonomi digital Indonesia. Berdasarkan data Kominfo tahun 2021 lebih kurang ada sebanyak 12.500 desa di Indonesia belum mendapatkan akses jaringan internet 4G.
Penggunaan internet masih terpusat di Pulau Jawa (43,92 persen), Sumatra(16,63 persen), Sulawesi (5,53 persen) Kalimantan (4,88 persen), Nusa Tenggara (2,71 persen), Papua (1,38 persen), Bali (1,17 persen), dan Maluku (0,81 persen).
Â
Advertisement