Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengeluarkan pernyataan yang menyedot perhatian. Menurutnya, harga mi instan di Indonesia akan naik 3 kali lipat dibanding harga normal. Kenaikannya bakal terjadi dalam waktu dekat ini.
Alasan kenaikan harga mi instan tersebut tidak lain karena perang Rusia dan Ukraina. Kedua negara tersebut masuk dalam daftar 10 negara penghasil gandum terbesar di dunia.
Baca Juga
Tercatat, Rusia berada di peringkat ketiga dengan menghasilkan atau memanen sekitar 1,2 miliar ton gandum di periode 2000 hingga 2020. Sedangkan Ukraina berada di peringkat 10 dengan memproduksi 433 juta ton gandum pada 2000-2020.
Advertisement
Menurut Syahrul, kondisi ini diperparah dengan tertahannya 180 juta ton gandum di Ukraina. Mereka tidak bisa melakukan ekspor karena tengah berkonflik.
"Belum selesai dengan climate change kita dihadapkan perang Ukraina dan rusia, di mana di sana gandum tertimbun 180 juta ton, tidak bisa keluar, jadi hati-hati yang makan mi banyak dari gandum besok harganya (naik) 3 kali lipat itu," kata Mentan Syahrul pada Selasa 9 Agustus 2022.
Indonesia adalah negara pengimpor gandum. Oleh karena itu akan merasakan dampak dari seretnya pasokan ini. "Maafkan saya, saya bicara ekstrem aja ini, ada gandumnya, tapi hargana akan mahal banget, sementara kita impor terus," ujar dia.
Pernyataan dari Mentan Syahrul ini cukup masuk akal mengingat Indonesia masuk daftar negara pengonsumsi mi instan terbanyak di dunia. Menurut data dari instantnoodles.org, Indonesia berada di posisi kedua setelah China - Hong Kong.
Informasi bertajuk Global Demand of Instant Noodles Top 15 itu menyuguhkan data dari 2017 hingga 2021. Daftar tersebut merinci China - Hong Kong mengonsumsi 43.990 juta porsi per tahun, sementara Indonesia 13.270 juta porsi per tahun.
Impor Gandum Indonesia
Tapi apakah Indonesia merupakan pengimpor gandum dari Rusia dan Ukraina?
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), impor gandum dan meslin Indonesia mencapai 4,359 juta ton dengan nilai USD 1,647 miliar di sepanjang Januari-Mei 2022.
Impor gandum terbesar berasal dari Australia yang mencapai 1,569 juta ton dengan nilai USD 585,6 juta. Adapun volume impor gandum Indonesia dari Negeri Kanguru tersebut mencapai 36 persen dari total keseluruhan impor.
Negara kedua pemasok gandum terbesar yakni Argentina, dengan volume sebanyak 1,409 juta ton senilai USD 497,2 juta. Diikuti Kanada dengan volume mencapai 572,6 ribu ton senilai USD 276,13 juta.
Kemudian, yang berasal dari Brasil seberat 594,26 ribu ton senilai USD 211,23 juta, lalu India mencapai 115,85 juta ton senilai USD 40,47 juta.
Untuk negara lainnya, sumbangsih impor gandum ke Indonesia mencapai 98,15 ribu ton dengan nilai USD 36,9 juta.
Tak hanya gandum, Indonesia juga banyak melakukan impor tepung gandum dan meslin seberat 26,9 ribu ton senilai USD 10,83 juta pada Januari-Mei 2022. Pasokannya berasal dari India, Korea Selatan, Vietnam, Singapura, dan Jepang.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pengusaha Kuliner dan Anak Kos Diminta Siap-Siap
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno menyerukan agar para pelaku ekonomi kreatif kuliner bersiap untuk membuat strategi dan inovasi dari harga mi instan naik.
"Anak kost siap-siap! Dan untuk pelaku ekonomi kreatif kuliner yang berjualan mie instan, siapkan strategi dan inovasi!," tulis Menparekraf melalui unggahannya di laman Instagram resmi @sandiuno.
Menparekraf lebih lanjut mengatakan, dampak dari ketidakstabilan ekonomi global karena pandemi dan juga perang Rusia-Ukraina mengakibatkan lonjakan harga gandum sebagai bahan baku mie instan, serta turunannya.
"Bukan tanpa sebab, karena kedua negara tersebut merupakan penyuplai hampir 30-40 persen produksi gandum dunia," beber dia.
"Kondisi seperti ini jangan lantas membuat kita pasrah, justru harus menjadi momentum bagi kita untuk mengoptimalkan sumber pangan dan berbagai produk ekonomi kreatif lokal sehingga kita tidak terus menerus ketergantungan dengan bahan baku impor!," pungkas Sandiaga Uno.
Ekonom sekaligus Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira, mengatakan kenaikan harga mi instan tidak bisa dihindari. Bahkan, dia memprediksi kenaikan harga mie tersebut akan terus naik secara bertahap.
“Kenaikan harga mi instan tidak bisa dihindari, karena selama 6 bulan terakhir pelaku usaha sudah menahan penyesuaian harga jual,” kata Bhima kepada Liputan6.com, Kamis (11/8/2022).
Dia menjelaskan, inflasi di sisi produsen termasuk industri makanan minuman dilaporkan mencapai 11 persen pada kuartal ke II 2022.
Biaya bahan baku mie instan, gandum naiknya 9,79 persen di pasar spot selama satu tahun terakhir. Belum ditambah rantai pasok gandum dari Ukraina yang terganggu akibat perang.
Sementara produsen makanan minuman ada di posisi dilema, tidak naikkan harga maka marjin menipis. Kalau harga naik, khawatir konsumen dari kelas menengah bawah akan kurangi konsumsi.
“Diperkirakan kenaikan harga akan berlanjut secara bertahap,” ujarnya.
Dia melihat belum ada tanda-tanda pasar gandum akan alami normalisasi pasokan, meski Ukraina sudah berhasil mengirim gandum lewat pelabuhan Laut Hitam sebesar 26.000 ton. Tapi masih sangat terbatas. Masih ada estimasi 20 juta ton gandum yang terperangkap di Ukraina tidak bisa di ekspor.
Harus Ada Subsidi
Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad meminta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyiapkan subsidi untuk mi instan. Menyusul adanya kekhawatiran akibat dari kenaikan harga beberapa waktu terakhir.
Kamrussamad memandang, kenaikan harga mi instan yang terjadi bisa berimbas pada daya beli masyarakat. Menurutnya, ada sejumlah kelompok rentan yang mengonsumsi mi instan.
"Di awal tahun, per bungkus mie instan harganya Rp 2.400. Sekarang di Juli mencapai Rp 2.700. Jadi kenaikan ini tentu akan mengurangi daya beli masyarakat," kata dia dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Kamis (11/8/2022).
Mengacu data badan Pusat Statistik (BPS), mi instan adalah komoditas pangan yang riil dikonsumsi oleh 20 persen penduduk yang berada di atas garis kemiskinan sementara.
BPS juga mencatat, konsumsi domestik mie instant seluruh Indonesia mencapai 13,2 miliar bungkus per tahun.
"Jadi, kenaikan harga mie instan akan berdampak bagi rakyat miskin. Apalagi konsumsi mie masyarakat Indonesia sangat tinggi," ujarnya.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Dibantah Mendag dan Produsen
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan, stok gandum perlahan sudah mulai tercukupi seiring musim panen raya di sejumlah negara. Sehingga harga mi instan juga bakal turun per Oktober 2022.
Mendag menilai, itu jadi buah keberhasilan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam melobi sejumlah negara penghasil gandum.
"Nah Bapak Presiden (melakukan) diplomasi, sekarang barangnya keluar nih gandum. Sudah banyak membanjiri pasar, Australia panen raya, Kanada panen raya, Amerika panen raya, jadi gandum melimpah. Mungkin Oktober sudah turun trennya turun harganya," ungkapnya di Jakarta, Kamis (11/8/2022).
"Iya kemarin naik sedikit, tapi nanti trennya turun Oktober-November karena sekarang produknya berlebihan," imbuh Zulkifli Hasan.
Ia juga tidak memungkiri kalau harga mi instan beberapa waktu lalu memang sedikit terangkat. Utamanya karena mengikuti tekanan inflasi, yang melesat hingga 4,94 persen secara tahunan per Juli 2022.
"Jadi kalau mi, memang naik sedikit. Inflasi kita kan 4,9 (persen) kira-kira segitu naiknya selama berapa bulan. Jadi kecil naiknya," kata dia.
Penyebabnya, lantaran harga gandum di pasar internasional sebagai bahan baku tepung terigu untuk produk mi instan terangkat.
"Kenapa terigu itu naik sedikit, karena di Australia itu panennya gagal, Kanada gagal, Amerika gagal. Maksudnya gagal itu tidak panen raya, tidak sesuai harapan. Kemudian Rusia-Ukraina perang barangnya tidak bisa keluar," bebernya.
Namun, Mendag menampik bila harga mi instan sampai meroket ke tiga kali lipat.
Hal yang sama juga diungkap oleh Plt Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Syailendra. "Cukup untuk dua bulan lebih," ungkap dia
Ini didasari pada pasokan yang cenderung aman masuk di Indonesia. Sehingga, Kemendag tak perlu lagi mencari alternatif impor gandum dari negara lain.
"Pelaku usaha tidak perlu diajari, jago udah. Selain Australia, Argentina, Brasil, India, Kanada mereka punya, mereka tidak akan salah dalam memilih," terangnya.
Ketika ditanya mengenai kemungkinan pengaruh terhadap harga mi instan, ia menyebut tak berdampak signifikan. Persentasenya hanya 15 persen.
Kata Produsen Mi Instan
Produsen tepung terigu memastikan suplai gandum ke Indonesia masih aman. Meski, diakui akses dari Ukraina masih belum lancar sepenuhnya.
Hal ini menyusul kekhawatiran sejumlah pihak soal stok gandum yang mempengaruhi harga mi instan. Bahkan, terjadi kenaikan harga mi instan dalam beberapa waktu terakhir.
Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) Ratna Sari Loppies mengatakan stok ke dalam negeri masih aman. Indonesia paling banyak mendapatkan suplai dari Australia, Kanada, dan Amerika Selatan.
"Availability dunia, ketersediaan gandum dunia itu kan terbesar Amerika, Australia, Kanada, Amerika Selatan, dan itu mereka premium ya, jadi untuk roti, untuk mi instan, itu kita bukan dari Ukraina, mungkin lebih cocok untuk pakan ternak, bukan protein tinggi," kata dia dalam sambungan telepon dengan Liputan6.com, Kamis (11/8/2022).
Terkait gandum yang disebut berpengaruh pada harga mi instan, Ratna mengungkap ada komponen lain yang mempengaruhi harga. Jadi tak hanya bergantung pada harga gandum sebagai salah satu bahan baku mi instan.
"Mi instan kalau naik kan tidak hanya terigu, sekarang dalam mi instan itu kan komponennya hanya 20 persen, ada minyak, ada packaging, ini pasti, karena semua plastik kan, pasti naiknya," terang dia.
Ratna kembali menekankan kalau tertahannya pasokan gandum dari Ukraina tak berdampak langsung di Indonesia. Sejauh ini ia belum mendapat laporan dari anggota Aptindo mengenai dampak langsung dari hal tersebut.
Sedangkan Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Franciscus Welirang menyatakan bahwa harga mi instan dapat naik tiga kali lipat berlebihan.
Pria yang akrab disapa Franky ini menuturkan, harga mie instan belum tentu naik tiga kali lipat. Hal ini lantaran harga gandum internasional tidak naik 100 persen. Berdasarkan data tradingeconomics.com, harga gandum tahunan naik 8,86 persen ke posisi USD 791,68.
"Itu kan tertahan karena (perang) Ukraina dan Rusia, mereka, rusia memblok pelabuhan Ukraina, tapi gak ada dampak ke kita, paling jadi gejolak harga secara psikologi ya, gak ada (dampak)," ungkapnya.
"Sampai sekarang saya belum dengar tuh, ya memang keekhawatiran ada ya, tapi sampai gak ada pasokan enggak," tambahnya.
Sementara itu, ia tak menampik adanya kenaikan harga gandum, meski tidak secara signifikan. Menurutnya, ini bukan imbas langsung dari gangguan suplai akibat perang Rusia-Ukraina.
Tersendatnya suplai bukan lagi soal akses yang diblokir dari Ukraina, tapi lebih kepada akses logistik yang belum normal.
Kiriman Gandum Ukraina Bakal Terus Membanjiri Pasar Dunia
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan kenaikan besar pada kapal-kapal yang akan mengekspor gandum Ukraina melalui Laut Hitam. Hal ini menyusul kesepakatan target pengiriman 2-5 juta ton gandum per bulan.
Sebagai informasi, Rusia, Ukraina, Turki dan PBB sebelumnya telah menyepakati prosedur untuk melanjutkan ekspor biji-bijian termasuk gandum dan pupuk Ukraina melalui Laut Hitam. Prosedur ini termasuk untuk zona perlindungan sejauh 10 mil laut bagi kapal pengirim.
Tujuan dari kesepakatan itu adalah untuk membantu meringankan krisis pangan global, yang menurut PBB diperburuk oleh perang Rusia- Ukraina dan telah mendorong puluhan juta orang dalam kelaparan.
"Kami memperkirakan akan melihat peningkatan besar dalam aplikasi untuk transit," kata Frederick Kenney, Koordinator Sementara PBB di Pusat Koordinasi Gabungan di Istanbul, yang mengawasi kesepakatan itu, dikutip dari Channel News Asia, Kamis (11/8/2022).
"Tujuan untuk mengirim antara dua dan lima (juta) metrik ton dapat dicapai," katanya kepada wartawan, mengacu pada ekspor bulanan.
Sejauh ini masih ada 12 kapal yang terjebak di Ukraina sejak perang Rusia-Ukraina pecah pada 24 Februari 2022.
Adapun 4 kapal yang sudah disetujui untuk melakukan perjalanan ke Ukraina.
"Jumlah kapal yang masuk diperkirakan akan terus bertambah karena penjualan biji-bijian sudah disepakati," ungkap Kenney.
PBB telah menekankan bahwa kesepakatan ekspor adalah operasi komersial - bukan kemanusiaan - yang akan didorong oleh pasar.
Dengan catatan, semua kapal yang masuk Ukraina menjalani pemeriksaan terlebih dahulu untuk memastikan tidak terjadi penyelundupan senjata.
"Kami akan melakukan tinjauan prosedur yang komprehensif awal minggu depan untuk melihat apa yang perlu diubah dan ditingkatkan," jelas Kenney.
Advertisement