Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi menyepakati Technical Arrangements, yang berfungsi sebagai pengaturan teknis pilot project Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) secara terbatas bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau biasa dikenal dengan TKI. Dalam kesepakatan ini, terdapat 6 jabatan yang dapat ditempati oleh PMI di Arab Saudi.
Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, mengatakan sejatinya Technical Arrangements SPSK secara terbatas bagi TKI di Arab Saudi sudah ditandatangani sejak 11 Oktober 2018.
Namun karena adanya sejumlah kendala salah satunya pandemi COVID-19, Technical Arrangement SPSK ini telah habis masa berlakunya sebelum terimplementasi secara penuh.
Advertisement
"Oleh karena itu, Indonesia telah mengusulkan beberapa revisi atau perubahan ketentuan dalam naskah Technical Arrangements dan Lampirannya, utamanya ketentuan durasi masa berlaku dan area pelaksanaan kerja sama, serta naskah Lampiran Standar Perjanjian Kerja dan Indikator Kinerja Utama," kata Menaker Ida usai menyaksikan penandatanganan Joint Statement dan Record of Discussion One Channel System for limited Placement for Indonesian Migrant Workers in the Kingdom of Saudi Arabia, di Badung, Bali, Jumat (12/8/2022).
Menaker menjelaskan, sesuai kesepakatan di dalam Technical Arrangement, terdapat 6 jabatan yang dapat ditempati oleh PMI yaitu Housekeeper, Babysitter, Family Cook, Elderly Caretaker, Family Driver, dan Child Care. Sementara area penempatan akan dilaksanakan di Mecca, Jeddah, Riyadh, Medina, Dammam, Dhahran, dan Khobar.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Penempatan Melalui SPSK
Menaker menilai, penempatan melalui SPSK akan lebih mudah dan aman bagi PMI karena mengintegrasikan sistem informasi pasar kerja kedua negara, yaitu SIAP KERJA (Indonesia) dan MUSANED (sistem informasi pasar kerja Arab Saudi).
"Berkenaan dengan kesiapan sistem IT, Pemerintah Arab Saudi telah melakukan pengembangan/pembaruan pada sistem MUSANED dan Pihak Indonesia harus melakukan penyesuaian agar titik-titik integrasi antara MUSANED dengan SIAP KERJA dapat diakses," jelasnya.
Disamping mengintegrasikan sistem informasi pasar kerja, kedua negara juga menyepakati pembentukan Joint Task Force (Satuan Tugas Gabungan) yang terdiri dari pejabat terkait dari kedua Pemerintah.
"Joint Task Force ini akan mengevaluasi, memantau, dan membahas segala hal yang timbul dari pelaksanaan pilot project. Mereka akan bertemu setiap tiga bulan dan/atau berkomunikasi setiap saat jika dianggap perlu," tutupnya.
Seperti diketahui, Indonesia telah melakukan morarotium atau penghentian pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Timur Tengah termasuk ke Arab Saudi sejak 1 Agustus 2011.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Pengiriman TKI ke Malaysia Dibuka Lagi 1 Agustus 2022
Sebelumnya, mulai 1 Agustus 2022, Pemerintah Indonesia dan Malaysia akhirnya menyepakati kembali dibukanya perekrutan dan penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) atau pengiriman TKI.
Pengiriman TKI dibuka usai adanya penandatanganan Joint Statement terkait implementasi penandatanganan nota kesepahaman (MoU) tentang Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Sektor Domestik di Malaysia. Penandatanganan dilakukan oleh Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah dan Menteri Sumber Manusia Malaysia, Dato' Sri M. Saravanan Murugan, di Jakarta, Kamis (28/7/2022) pasca-pertemuan Joint Working Group (JWG) ke-1.
"Kedua pihak menyetujui dimulainya kembali perekrutan dan penempatan PMI di Malaysia mulai 1 Agustus 2022, bergantung pada efektif tidaknya implementasi dari komitmen yang dibuat dalam MoU," kata Menaker dalam keterangannya.
Menaker menjelaskan, bahwa Forum JWG mengakui ada sejumlah masalah implementasi dalam hal kebijakan dan teknis yang mungkin mempengaruhi pelaksanaan MoU.
Hal itulah yang membuat disepakati bersama tentang langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan implementasi secara menyeluruh, khususnya One Channel System (OCS).
"Indonesia dan Malaysia sepakat dan menegaskan kembali bahwa OCS akan menjadi satu-satunya mekanisme perekrutan dan penempatan PMI di Malaysia dengan mengintegrasikan sistem online yang ada, yang dikelola oleh Perwakilan Indonesia di Malaysia dan sistem online yang dikelola oleh Departemen Imigrasi Malaysia. Hal ini dilakukan dengan sepenuhnya mematuhi syarat dan ketentuan yang disepakati sebagaimana diatur dalam MoU," jelas Menaker.
Sebelumnya, pada pertengahan Juli 2022 Pemerintah mengambil keputusan untuk menghentikan sementara pengiriman pekerja migran atau tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Malaysia. Ternyata kebijakan ini merupakan rekomendasi dari Kedutaan Besar Indonesia di negeri jiran tersebut.
Malaysia dinilai telah melanggar nota kesepahaman yang telah disepakati kedua negara. Ini terkuak dari hasil temuan Perwakilan RI di Malaysia.
KSP Ingatkan Kemenlu-Kemnaker Awasi Ketat Penempatan Kembali TKI di Malaysia
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Fadjar Dwi Wisnuwardhani mengingatkan kementerian/lembaga terkait untuk mengawasi ketat MoU atau nota kesepahaman soal pembukaan dan penempatan kembali Pekerja Migran Indonesia (PMI) alias TKI di Malaysia. Hal ini untuk memastikan para PMI dapat kembali bekerja di Malaysia.
"Kemlu (Kementerian Luar Negeri), Kemnaker (Kementerian Tenaga Kerja), dan BP2MI (Badan Pelindung Pekerja Migran Indonesia), (penting) melakukan pengawasan ketat atas implementasi MoU tersebut," kata Fadjar dikutip dari siaran persnya, Minggu (31/7/2022).
"Sehingga ada kepastian bagi semua pihak terutama Calon Pekerja Migran Indonesia untuk bisa bekerja kembali di Malaysia," sambungnya.
Menurut dia, pengawasan penting untuk dilakukan agar ketidakpastian berupa penutupan penempatan kembali di masa depan bisa dihindari. Fadjar menyampaikan agar Kemenlu mengomunukasikan soal MoU tersebut kepada semua pihak.
"KSP juga mendorong supaya keputusan pembukaan penempatan ini dikomunikasikan kepada berbagai pihak di dalam negeri, baik kepada pihak pemerintah dan pihak non-pemerintah, terutama kepada Calon PMI yang akan berangkat ke Malaysia," jelasnya.
Selain soal pembukaan kembali rekurtmen dan penempatan PMI, kata Fadjar, MoU juga memuat beberapa poin penting lainnya. Mulai dari, kesepakatan tentang penggunaan One Channel System (OCS) sebagai satu-satunya sistem perekrutan PMI di Malaysia.
Kemudian, mengintegrasikan OCS dengan sistem perekrutan yang sudah ada dengan masa persiapan selama tiga minggu. Selanjutnya, pelibatan berbagai institusi, kementerian, dan lembaga terkait dalam pelaksanan OCS, serta pelarangan perekrutan PMI di luar sistem dan mekanisme OCS.
Advertisement