Luhut Geram ke Janet Yellen, AS Tak Adil dalam Target Penurunan Emisi Karbon

Wmisi karbon yang dihasilkan industri Indonesia 2,3 ton per kapita. Sedangkan Amerika Serikat sudah mencapai 14 tor per kapita.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Agu 2022, 06:33 WIB
Diterbitkan 19 Agu 2022, 19:00 WIB
Elon Musk dan Luhut Binsar Pandjaitan
Elon Musk bertemu Luhut Binsar Pandjaitan dan Anindya Bakrie di Austin, Texas, Amerika Serikat (Tangkapan layar Instagram @anindyabakrie)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sangat geram akan permintaan Amerika Serikat (AS) soal emisi karbon. Dalam berbagai forum, AS meminta Indonesia untuk menurunkan emisi karbon setara dengan negara maju.

Luhut mengatakan, permintaan tersebut sangat tidak adil karena Indonesia baru mulai akan mengoptimalkan industrialisasi. Berbeda dengan negara maju yang sudah melakukan industrialisasi sejak lama. 

Tentu saja emisi karbon yang harus dikurangi seharusnya berbeda dan tidak disamaratakan. Seharusnya, negara maju harus mengurangi emisi karbon lebih besar karena industrialisasi sudah berlangsung sangat lama. 

"Saya ada meeting bilateral dengan Janet Yellen bulan lalu. Dia bicara soal energi transisi. Saya bilang kalian itu (industrialisasinya) sudah di sini (tinggi), kalian sudah banyak hasilkan emisi karbon dan kami baru mulai industri. Kalau kami turunkan karbon, kamu juga turunkan juga dong," cerita Luhut saat mengisi Kuliah Umum di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (19/8/2022).

Lebih lanjut dia menjelaskan, emisi karbon yang dihasilkan industri Indonesia 2,3 ton per kapita. Sedangkan Amerika Serikat sudah mencapai 14 tor per kapita.

Besarnya perbedaan emisi karbon yang dihasilkan ini membuat Luhut enggan protes jika Indonesia harus menurunkan emisi dengan jumlah yang sama. Dia menginginkan penurunan emisi karbon menyesuaikan dengan emisi yang dilepaskan.

"Kalian (AS) sudah bakar banyak dan kami harus turun sama seperti kalian, tidak bisa. Makanya saya utus Rahmat, Edo dan Gita untuk urus ini dengan utusannya (AS)," kata dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Langkah Nyata

Hutan Bakau di Pesisir Marunda Memprihatinkan
Kondisi hutan bakau di pesisir kawasan Marunda, Jakarta, Selasa (27/8/2019). Tutupan hutan tersebut berakibat bertambahnya emisi karbon dioksida hingga 4,69 kilo ton. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Dalam rangka menurunkan emisi karbon, kata Luhut Indonesia sudah memulai dengan langkah nyata. Salah satunya dengan menanam mangrove di sepanjang pesisir pantai. Tidak kurang dari 600 ribu hektar ditargetkan bisa ditanam dalam program ini.

"Kita terbesar di dunia, replanting kita buat 600 ribu hektar," kata dia.

Hal ini menunjukkan Indonesia juga serius dalam menangani tantangan perubahan iklim meski sedang menggarap industrialisasi. Luhut pun menyebut komitmen AS yang perlu dipertanyakan karena belum ada bukti nyata untuk menurunkan emisi karbon.

"Saya bicara dengan Amerika, kalian ini terlalu banyak janji, tidak ada implementasinya, janjinya nol," pungkasnya.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

434 Juta Ha Hutan Tropis RI Bisa Turunkan Emisi Karbon Senilai Rp 2,6 Triliun

Hadapi Global Warming, Mesin Penghisap Emisi Karbon Kini Dibangun
Emisi karbon merupakan kunci penting untuk menghindari perubahan iklim saat ini. Solusinya adalah mesin penghisap karbon di Swiss. (Pixabay)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan hutan Indonesia berpotensi dimanfaatkan untuk menurunkan emisi karbon. Hutan tropis di Indonesia seluas 434.208.811 hektar ini nilainya sekitar RP 2,6 triliun jika diperjualbelikan dalam mekanisme pasar karbon.

"Sampai saat ini, ada potensi nilai ekspor kredit karbon sekitar Rp 2,6 triliun dengan luas hutan 434.208.811 hektar," kata Sri Mulyani dalam Pembukaan Acara Sustainable Finance For Climate Transition di Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua, Bali, Kamis (14/7).

Sri Mulyani menuturkan Indonesia memiliki salah satu hutan tropis terbesar yang bisa membantu mencapai target penurunan emisi karbon.

Bahkan jika dimanfaatkan secara optimal, capaiannya bisa mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 23 persen di tahun 2030.

"Bahkan lebih berpeluang untuk mencapai net zero emission yang terpenuhi sejak 2017," katanya.

Selain itu, pemanfaatan sektor kehutanan Indonesia masih memiliki peluang untuk menghasilkan pengurangan emisi lebih lanjut.

"Indonesia dengan hutan yang luas tentunya dapat menghasilkan kredit karbon yang secara global mampu mencapai target penurunan emisinya," kata dia.

 

Penurunan Emisi Karbon

Ilustrasi emisi karbon (unsplash)
Ilustrasi emisi karbon (unsplash)

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kata Sri Mulyani saat ini sedang memperbaiki peta jalan penurunan emisi karbon. Perubahan tersebut nantinya akan menjadi rujukan informasi untuk mengoptimalkan potensi sektor kehutanan di luar target NDC.

Mengacu pada dokumen pembaruan NDC, pemerintah Indonesia juga akan melakukan strategi di luar NDC lainnya.

"Misalnya dengan memanfaatkan biru pantai terbesar," kata dia.

Dia menambahkan ekosistem karbon juga meliputi mangrove dan padang lamun dan terumbu karang. Ketiganya menyimpan sekitar 75 persen sampai 80 persen energi biru dunia.

"Sebagian besar jumlah karbon yang berarti bahwa kita Indonesia memiliki potensi ekonomi yang besar dari ekosistem pesisir proyek ini juga akan menghasilkan potensi kredit karbon sejalan dengan penerapan pohon karbon," tuturnya. 

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Infografis Cuaca Ekstrem, Jakarta Siaga Banjir Besar? (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Cuaca Ekstrem, Jakarta Siaga Banjir Besar? (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya