Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Hendro Sugiatno menyampaikan bahwa ketentuan terkait penyesuaian tarif ojek online atau daring akan ditetapkan oleh Gubernur di masing-masing wilayah.
"Adapun Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 sedang dilakukan revisi atau penyesuaian terhadap kewenangan atas biaya jasa," kata Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Hendro Sugiatno dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi V DPR RI dikutip dari Antara, Selasa (29/11/2022).
Hendro menjelaskan pada pasal 11 Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pelindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat, sebelumnya tercantum bahwa pedoman perhitungan biaya jasa ditetapkan oleh Menteri Perhubungan.
Advertisement
Sedangkan perubahan pada Peraturan Menteri Perhubungan yang baru ini disebutkan bahwa formula perhitungan biaya jasa masih ditetapkan oleh Menteri Perhubungan melalui Ditjen Perhubungan Darat dalam bentuk pedoman dan menjadi acuan dasar dalam menetapkan biaya jasa batas atas dan batas bawah.
Selanjutnya, besaran biaya jasa batas atas dan batas bawah tersebut akan diputuskan oleh Gubernur sesuai dengan kewenangan wilayah operasi.
Ia mengatakan kewenangan Menteri Perhubungan melalui Dirjen Perhubungan Darat ke depan hanya melakukan penetapan formula atau biaya jasa dimaksud. Kemudian, Kemenhub bersama-sama dengan Gubernur akan melakukan sosialisasi pedoman penghitungan dan besaran biaya jasa batas atas dan batas bawah.
"Besaran biaya jasa yang telah ditetapkan sebelumnya, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan ditetapkannya besaran biaya oleh Gubernur. Penyesuaian PM ini sedang dalam proses pengundangan di Kementerian Hukum dan HAM," ujarnya.
Â
Â
Perubahan Kepmenhub
Lebih lanjut Hendro menyampaikan terdapat pula perubahan dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022 Tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi, yang ditandatangani pada 7 September 2022.
Keputusan tersebut dilakukan penyesuaian menjadi KP Nomor 1001 Tahun 2022 tertanggal 22 November 2022 yang diantaranya berisi tentang ketentuan perusahaan aplikasi menerapkan biaya tidak langsung berupa biaya sewa penggunaan aplikasi paling tinggi 15 persen.
Perusahaan aplikasi juga dapat menerapkan biaya penunjang berupa biaya dukungan kesejahteraan mitra pengemudi paling tinggi 5 persen berupa: Asuransi keselamatan tambahan, Penyediaan fasilitas pelayanan mitra pengemudi, Dukungan pusat informasi, Bantuan biaya operasional, dan bantuan lainnya.
Namun demikian, perusahaan aplikasi dalam menerapkan biaya penunjang tersebut wajib menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal Perhubungan Darat untuk dilakukan evaluasi kinerja aplikator.
"Laporan kepada Dirjen Hubdar berupa dashboard sistem aplikasi, laporan keuangan 3 bulanan atas biaya penunjang 5 persen, data operasional jumlah mitra pengemudi, dan laporan keuangan tahunan yang diaudit oleh akuntan publik yang masuk kategori big five," katanya.
Advertisement
Tarif Terbaru Layanan Ojek Online Jadi Jalan Tengah Pengemudi, Aplikator, dan Konsumen
Tarif sejumlah layanan ojek online (ojol) naik sekitar 8-10 persen. Adanya penyesuaian tarif layanan ojol ini sebagai respons dari kenaikan harga BBM. Ekonom melihat kenaikan tarif ojol ini menjadi jalan tengah antara pengemudi dan konsumen.
Ekonom dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan, besaran kenaikan tarif ojol kali ini tak sesuai dengan rencana awal. Namun, pilihan ini yang disebut paling tepat.
Enam+51:06VIDEO: Aturan Bawa Uang Tunai, IPL dari dan ke Luar Indonesia "Saya rasa cukup win-win solution bagi mitra, aplikator, dan pengguna. Jika terlampau tinggi (seperti 30-45 persen) dikhawatirkan akan menurunkan permintaan dari layanan ojek online yang pada akhirnya menurunkan pendapatan dari driver," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (13/8/2022).
Menurut pantauan Liputan6.com, biaya layanan mengalami kenaikan sebesar Rp 1.000 dari tarif yang berlaku sebelumnya. Jika mengacu rencana awal, maka hitungan biaya lebih tinggi sekitar Rp 2.000 di tiap layanan.
Jika begitu, menurut Huda, akan menekan permintaan dari konsumen ojek online karena dinilai terlalu mahal. Imbasnya, mitra pengemudi malah merugi.
"Hal ini akan kontradiktif dengan keinginan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan dari driver. Maka kenaikan sekarang cukup jadi win-win solution," kata dia.
Di sisi lain, merespons kenaikan harga-harga imbas dari kenaikan harga BBM, Huda memandang kalau seharusnya tak ada penyesuaian harga BBM Pertalite. Namun, cukup dengan pembatasan secara tepat sasaran.
Biaya Sewa Aplikasi
Di samping tarif yang secara umum mengalami kenaikan, aspek biaya sewa aplikasi tak luput dari perhatian Huda. Tingginya biaya sewa aplikasi ini disebut akan menambah beban kepada konsumen.
Lantaran, pemilik aplikasi akan langsung menetapkan harga di batas atas yang perlu dibayarkan konsumen.
"Kemudian mengenai biaya sewa aplikasi yang maksimal 15 persen saya rasa akan menimbulkan masalah baru. Aplikator akan membebankan kepada konsumen melalui penetapan harga di tarif batas atas. Yang rugi tentu konsumen yang seharusnya bisa lebih rendah tarifnya, namun menikmati tarif di kisaran batas atas," paparnya.
"Selain itu, insentif bagi aplikator lama ataupun baru yang ingin menerapkan biaya sewa lebih rendah dari batas maksimal itu akan hilang. Aplikator pasti akan bermain biaya sewa aplikasi di batas maksimal tersebut. Jadi akan menimbulkan masalah baru di kemudian hari," tambah Huda.
Advertisement