Di Depan Mahasiswa Pascasarjana Harvard, Bahlil Ungkap Ketidakadilan Uni Eropa

Menteri Bahlil bercerita, langkah Indonesia memperjuangkan hilirisasi tidak sepenuhnya memperoleh dukungan dari negara-negara maju, termasuk Uni Eropa.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 10 Jan 2023, 09:30 WIB
Diterbitkan 10 Jan 2023, 09:30 WIB
Menteri Bahlil Bahas Kinerja Kementerian Investasi/BKPM Bersama Komisi VI DPR
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Rabu (14/12/2022). Rapat tersebut membahas kinerja Kementerian Investasi/BKPM dan target investasi sampai Desember 2022. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, menerima kunjungan para mahasiswa pascasarjana Harvard University, Amerika Serikat (AS) di kantor Kementerian Investasi/BKPM pada Senin 9 Januar 2023.

Di hadapan 50 mahasiswa Harvard yang hadir tersebut, Bahlil antusias menjelaskan tentang bagaimana arah kebijakan investasi di Indonesia. Salah satunya, Pemerintah Indonesia saat ini fokus pada industri hilirisasi dengan pendekatan energi hijau dan industri hijau.

Namun, ia menyatakan, langkah Indonesia memperjuangkan hilirisasi tersebut tidak sepenuhnya memperoleh dukungan dari negara-negara maju. Bahlil menyebut Pemerintah Indonesia menghadapi gugatan dari Uni Eropa melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), terkait kebijakan pemberhentian ekspor nikel yang dilakukan per 2019 lalu.

“Saya jujur mengatakan, saya bingung dengan cara berpikir dari sebagian negara-negara maju. Ketika Indonesia memperjuangkan untuk hilirisasi memberikan nilai tambah dan kolaborasi dengan pengusaha-pengusaha lokal, sebagian negara-negara tersebut tidak mau. Sementara mereka tahu bahwa sebuah negara berkembang menuju negara maju, salah satu instrumennya adalah melakukan hilirisasi,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (10/1/2023).

Lebih lanjut, ia memberikan contoh kebijakan yang lebih dulu dilakukan oleh negara-negara maju seperti Inggris, China, dan Amerika Serikat dalam melakukan hilirisasi dalam rangka menjaga kedaulatan industri di negaranya masing-masing.

“Inggris di abad ke-16 ketika mereka memberhentikan ekspor wool sebagai bahan baku tekstil. Amerika di abad ke-19 dan 20 begitu juga. Mereka menggunakan pajak progresif untuk impor dalam rangka menjaga kedaulatan industrinya lebih bagus. China di tahun 80-an itu aturan TKDN-nya 80 persen dan industrinya bagus sekarang,” paparnya.

Menurut dia, saat ini sudah saatnya bagi negara maju maupun negara berkembang membangun kolaborasi dan kerja sama yang baik, dalam rangka membangun ekonomi dunia yang lebih adil dan merata, dengan memperhatikan pada energi hijau dan industri hijau.

"Saya optimis Indonesia akan menjadi negara hilirisasi di kawasan Asia Tenggara yang fokus pada pengelolaan sumber daya alam," pungkas Bahlil.

Usai Nikel, Jokowi Pastikan Bakal Larang Ekspor Bauksit

Soal Reshuffle Kabinet Ini Kata Presiden Jokowi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan merombak (reshuffle) kembali jajaran kabinet kerjanya. Lalu siapakah yang diganti dan masih bertahan? (Foto: Liputan6.com/Faizal Fanani)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak akan berhenti menjalankan kebijakan hilirisasi bahan tambang meskipun saat ini Indonesia kalah gugatan di WTO terkait ekspor nikel. Bahkan Jokowi meminta agar penghentian ekspor dalam bentuk bahan mentah tidak hanya berhenti pada komoditas nikel saja.

"Enggak bisa lagi kita mengekspor dalam bentuk bahan mentah, mengekspor dalam bentuk raw material, enggak. Begitu kita dapatkan investasinya, ada yang bangun, bekerja sama dengan luar dengan dalam atau pusat dengan daerah, Jakarta dengan daerah, nilai tambah itu akan kita peroleh," ujar Jokowi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Investasi Tahun 2022 di Jakarta, Rabu (30/11/2022).

Kepala Negara mencontohkan, beberapa tahun lalu Indonesia masih mengekspor nikel dalam bentuk bahan mentah yang nilainya hanya mencapai USD 1,1 miliar. Setelah pemerintah memiliki smelter dan menghentikan ekspor dalam bentuk bahan mentah, pada tahun 2021 ekspor nikel melompat 18 kali lipat menjadi USD 20,8 milia atau Rp 300 triliun lebih.

Akibat kebijakan tersebut, Indonesia digugat oleh Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Meski Indonesia kalah dalam kasus tersebut, Jokowi mengingatkan jajarannya agar melakukan banding dan terus melakukan hilirisasi untuk bahan-bahan tambang lainnya seperti bauksit.

"Enggak apa-apa kalah, saya sampaikan ke menteri, banding. Nanti babak yang kedua hilirisasi lagi bauksit. Artinya bahan mentah bauksit harus diolah di dalam negeri agar kita mendapatkan nilai tambah. Setelah itu bahan-bahan yang lainnya, termasuk hal-hal yang kecil-kecil, urusan kopi, usahakan jangan sampai diekspor dalam bentuk bahan mentah. Sudah beratus tahun kita mengekspor itu. Stop, cari investor, investasi agar masuk ke sana sehingga nilai tambahnya ada," tegasnya.

 

Berkac Kasus Nikel

"Seperti kasus nikel ini, dari Rp 20 triliun melompat ke lebih dari Rp 300 triliun sehingga neraca perdagangan kita sudah 29 bulan selalu surplus yang sebelumnya selalu negatif, selalu defisit neraca berpuluh-puluh tahun. Baru 29 bulan yang lalu kita selalu surplus. Ini yang kita arah," lanjutnya.

Jokowi menegaskan bahwa gugatan tersebut merupakan hak negara lain yang merasa terganggu dengan kebijakan pemerintah Indonesia. Bagi Uni Eropa misalnya, jika nikel diolah di Indonesia, maka industri di sana akan banyak yang tutup dan pengangguran akan meningkat. Namun, dia menegaskan bahwa Indonesia juga memiliki hak untuk menjadi negara maju.

"Negara kita ingin menjadi negara maju, kita ingin membuka lapangan kerja. Kalau kita digugat saja takut, mundur, enggak jadi, ya enggak akan kita menjadi negara maju. Saya sampaikan kepada menteri 'Terus, tidak boleh berhenti'. Tidak hanya berhenti di nikel tetapi terus yang lain," pungkasnya.

 

Infografis Peringkat Investasi Indonesia
Peringkat Investasi Indonesia Naik (Liputan6.com/Triyas)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya