Kurs Rupiah Perkasa di Awal Pekan, tapi Berpotensi Tembus 15.000 per Dolar AS

Kurs rupiah pada Senin pagi dibuka menguat 11 poin atau 0,07 persen ke posisi Rp14.975 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Jumat (27/1) Rp14.986 per dolar AS.

oleh Arief Rahman Hakim diperbarui 30 Jan 2023, 10:30 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2023, 10:30 WIB
nilai rupiah melemah terhadap dollar
Pegawai menunjukkan mata uang rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Kamis (5/1/2023). Kurs rupiah pada Senin pagi dibuka menguat 11 poin atau 0,07 persen ke posisi Rp14.975 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Jumat (27/1) Rp14.986 per dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah menguat pada Senin pagi seiring pasar menunggu hasil pertemuan pertama Komite Pasar Terbuka Federal atau The Federal Open Market Committee (FOMC) pekan ini.

Kurs rupiah pada Senin pagi dibuka menguat 11 poin atau 0,07 persen ke posisi 14.975 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Jumat (27/1) 14.986 per dolar AS.

"Rupiah relatif akan bergerak sideways (datar) hari ini ke kisaran Rp14.926 per dolar AS hingga Rp15.022 per dolar AS," kata Analis Pasar Uang Bank Mandiri Reny Eka Putri dikutip dari Antara, Senin (30/1/2023).

Reny menuturkan pada akhir bulan data-data domestik cenderung minim sehingga pelaku pasar akan lebih terpengaruh oleh sentimen dari eksternal seperti pertemuan FOMC pada pekan ini terkait kebijakan suku bunga acuan di Amerika Serikat (AS).

Pergerakan tenang menjelang pertemuan kebijakan dari bank sentral AS (Federal Reserve/Fed), Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank Sentral Inggris (BoE) pekan ini.

The Fed secara luas diperkirakan akan memberikan kenaikan suku bunga 25 basis poin (bps), sementara ECB dan BoE kemungkinan akan menaikkan suku bunga masing-masing sebesar 50 basis poin.

Menurut Reny, perkiraan kenaikan suku bunga acuan AS, Fed Funds Rate, sebesar 25 (bps) sesuai dengan perkembangan data-data ekonomi AS terakhir dengan tekanan inflasi yang mulai menurun.

 

 


PDB AS

nilai rupiah melemah terhadap dollar
Pegawai menunjukkan mata uang rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Kamis (5/1/2023). Nilai tukar rupiah ditutup di level Rp15.616 per dolar AS pada Kamis (5/1) sore ini. Mata uang Garuda melemah 34 poin atau minus 0,22 persen dari perdagangan sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Departemen Perdagangan AS melaporkan pada Kamis (26/1) bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) AS meningkat pada tingkat tahunan sebesar 2,9 persen di kuartal keempat tahun 2022, meningkat pada tingkat di atas normal untuk kuartal kedua berturut-turut.

Untuk tahun 2022 secara keseluruhan, PDB AS tumbuh 2,1 persen. Dolar AS juga menguat mengikuti data PDB.

Departemen Perdagangan AS juga mencatat pesanan baru untuk manufaktur barang tahan lama AS tumbuh 5,6 persen pada Desember, setelah jatuh 1,7 persen pada November. Para ekonom memperkirakan pesanan barang tahan lama melonjak sebesar 2,5 persen.

Selain itu Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa klaim pengangguran awal AS turun 6.000 menjadi 186.000 dalam pekan yang berakhir 21 Januari, terendah sejak April 2022.

Pada Jumat (27/1) kurs rupiah ditutup turun 38 poin atau 0,25 persen ke posisi 14.986 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 14.948 per dolar AS.


Rupiah Lebih Perkasa dari Ringgit Malaysia dan Rupee India di Awal 2023

Rupiah Stagnan Terhadap Dolar AS
Teller tengah menghitung mata uang dolar AS di penukaran uang di Jakarta, Rabu (10/7/2019). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup stagnan di perdagangan pasar spot hari ini di angka Rp 14.125. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnnya, Bank Indonesia (BI) melaporkan, nilai tukar rupiah pada Januari 2023 terus menunjukan penguatan, sehingga turut mendukung stabilitas perekonomian Indonesia.

"Rupiah pada awal tahun 2023 mengalami apresiasi. Sampai dengan 18 Januari 2023 menguat 3,18 persen secara point to point, dan 1,2 persen secara rerata dibandingkan desember 2022," terang Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Kamis (19/1/2023).

Perry menyatakan, kurs rupiah pada awal tahun ini lebih perkasa dibanding mata uang sejumlah negara tetangga, semisal ringgit Malaysia, peso Filipina, hingga rupee India.

"Penguatan rupiah tersebut relatif lebih baik dibandingkan apresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya. Seperti, Filipina 2,08 persen ptp year to date, malaysia 2,04 persen ptp year to date, dan India 1,83 persen ptp year to date," jelasnya.

Perry mengatakan, penguatan nilai tukar rupiah tersebut didorong oleh aliran modal masuk asing (capital inflow) ke pasar keuangan domestik.

"Itu sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek ekonomi domestik yang tetap baik, dengan stabilitas yang terjaga imbal hasil aset keuangan domestik yang tetap menarik dan ketidakpastian pasar keuangan global yang sedikit mereda," ungkapnya.

Menurut dia, penguatan rupiah akan terus berlanjut ke depan. Sehingga memastikan ketahanan ekonomi domestik terhadap ancaman resesi yang melanda sejumlah negara maju dunia.

"Ke depan, faktor-faktor fundamental ini mendasarkan kepada perkiraan Bank Indonesia, bahwa nilai tukar rupiah ke depan akan terus menguat. Sejalan dengan prospek ekonomi yang semakin baik, dan karenanya akan mendorong penurunan inflasi lebih lanjut," tuturnya.


BI Yakin Rupiah Tak Bakal Tumbang Lagi di 2023

Penyebab Rupiah Melemah
Ilustrasi Penyebab Rupiah Melemah Credit: pexels.com/Robert

Bank Indonesia (BI) yakin rupiah akan perkasa di 2022. Keyakinan BI ini didasari atas masuknya investasi asing ke Indonesia.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, nilai tukar rupiah akan menguat karena ketidakpastian global menurun setelah bank sentral Amerika Serikat berhenti menaikkan suku bunga acuan pada kuartal I 2023.

"Capital account akan masuk, begitu pula PMA (Penanaman Modal Asing) dan portofolio investasi. Sehingga kami perkirakan nilai tukar rupiah ke depan akan cenderung menguat ke arah fundamental," kata Perry dikutip dari Antara, Rabu (21/12/2022). 

Nilai tukar rupiah pada 2022 mengalami pelemahan karena dolar AS menguat terhadap hampir seluruh mata uang dunia dan The Fed menaikkan suku bunga secara agresif.

BI juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan berkisar pada 4,5 sampai 5,3 persen dan inflasi akan kembali ke bawah 4 persen atau hanya sekitar 3 persen secara tahunan di 2023.

"Tahun depan, begitu ketidakpastian ekonomi global mereda berbagai faktor akan menguat kembali ke fundamental. Kredit juga akan terus kami dorong hingga tumbuh 11 sampai 12 persen sampai tahun berikutnya," ucapnya.

Untuk itu, Bank Indonesia mengatakan akan terus membuat kebijakan moneter yang mendukung stabilitas sistem keuangan dan melanjutkan sinergi dengan pemerintah untuk menjaga inflasi inti di bawah 4 persen, antara lain melalui insentif untuk sektor pangan.

"Jadi kami tidak harus merespons dengan menaikkan suku bunga acuan secara berlebihan dan agresif seperti Amerika Serikat dan negara lain. Kami pastikan inflasi inti bisa kembali ke bawah 4 persen di semester I 2023," ucapnya.

Bank Indonesia juga akan melanjutkan digitalisasi sistem pembayaran dengan merchant pengguna QR Indonesian Standard (QRIS) yang diharapkan mencapai 45 juta pada 2023 dan 80 persen di antaranya merupakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

"Untuk Keketuaan ASEAN 2023, QRIS payment akan diperluas untuk dapat digunakan oleh ASEAN five sehingga cross border connectivity terbangun," katanya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya