Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, yakin pertumbuhan sektor keuangan terus berlanjut. Kredit perbankan diprediksi bisa sentuh di kisaran 10 persen hingga 12 persen di 2023.
"Kredit perbankan diproyeksikan tumbuh 10 persen sampai 12 persen, didukung pertumbuhan Dana Pihak Ketiga sebesar 7 persen sampai 9 persen," kata Mahendra Siregar dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2023, Senin (6/2/2023).
Baca Juga
Selain itu, OJK juga menargetkan untuk pasar modal, nilai emisi bisa mencapai Rp 200 triliun. Untuk IKNB, piutang pembiayaan Perusahaan Pembiayaan diproyeksikan tumbuh 13 persen sampai 15 persen.
Advertisement
Kemudian, untuk aset asuransi jiwa dan asuransi umum diperkirakan tumbuh sebesar 5 persen sampai 7 persen di tengah program reformasi yang dilakukan OJK, termasuk aset Dana Pensiun diperkirakan juga tumbuh 5 persen sampai 7 persen.
Di samping proyeksi-proyeksi tersebut, OJK juga telah menyusun dan menetapkan prioritas-prioritaskebijakan di tahun 2023 ini. Prioritas kebijakan pertama adalah penguatan sektor jasa keuangan.
Prioritas kebijakan kedua, menjaga pertumbuhan ekonomi dengan optimalisasi peran sektor keuangan. OJK akan mendorong sumber pendanaan yang dapat dioptimalkan melalui peningkatan minat investor terhadap instrumen investasi berkelanjutan dan hijau serta investasi syariah di Indonesia.
Prioritas kebijakan ketiga, Peningkatan Layanan dan Penguatan Kapasitas OJK sebagai respon atas masukan industri, stakeholders serta masyarakat. Untuk itu, OJK akan memperluas pemanfaatan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) untuk memberikan kesetaraan level playing field,
Lalu, mempercepat implementasi perizinan single window serta memberikan layanan perizinan yang lebih cepat dan terintegrasi, dan memfasilitasi koordinasi industri jasa keuangan dengan otoritas dan lembaga lain untuk menghindari duplikasi tindakan, kesetaraan standar dan perlakuan, serta memberikan kepastian hukum.
OJK Rampungkan 20 Perkara Sektor Jasa Keuangan Sepanjang 2022, Sebagian Besar Kasus Perbankan
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa pihaknya berhasil menyelesaikan 20 perkara kasus di sektor jasa keuangan sepanjang 2022.
20 perkara tersebut telah dinyatakan lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum (P-21) dan telah dilakukan penyerahan tersangka dan barang bukti (tahap 2).
Dari 20 perkara tersebut sebanyak 18 perkara diantaranya merupakan perkara sektor Perbankan dan dua perkara sektor industri keuangan non-bank IKNB.
Ini menjadikan total penyelesaian perkara oleh penyidik OJK sejak 2014 hingga 2022 mencapai 99 perkara, yang terdiri dari 78 perkara Perbankan, 5 perkara Pasar Modal dan 16 perkara IKNB.
Direktur Humas OJK Darmansyah mengungkapkan, saat ini ada sebanyak 17 penyidik OJK yang terdiri dari 12 penyidik Kepolisian dan lima penyidik PNS.
"Untuk memperkuat kewenangan penyidikan dan untuk membangun sistem peradilan pidana yang kredibel, OJK secara rutin menggelar koordinasi dengan lembaga maupun Aparat Penegak Hukum yaitu Polri, Kejaksaan RI, PPATK, dan Lembaga Penjamin Simpanan," kata Darmansyah dalam keterangan tertulis, Mengutip laman resmi OJK, Kamis (26/1/2023).
Selama 2022, penyidik OJK juga telah melakukan penguatan koordinasi dan komunikasi dalam bentuk edukasi pencegahan tindak pidana sektor jasa keuangan dengan Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, Kepolisian Daerah Jawa Timur dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur serta Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pada 24 November 2022 lalu, tugas penyidikan OJK mendapat penghargaan sebagai Penyidik Terbaik dari Bareskrim Polri atas prestasi penegakan hukum di sektor jasa keuangan selama 2022.
"Dengan langkah-langkah penguatan dan penegakan hukum tersebut, OJK optimis stabilitas sistem keuangan dapat terjaga khususnya dalam mengantisipasi peningkatan risiko eksternal dan semakin mendorong pemulihan ekonomi nasional," ujar Darmansyah.
Advertisement
Lindungi Konsumen, OJK Tekankan Pentingnya Tata Kelola Digital
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong penerapan dan penguatan tata kelola digital atau digital governance di Industri Jasa Keuangan (IJK) untuk meningkatkan kinerja, layanan, dan pengawasan yang pada akhirnya akan berdampak positif pada perlindungan konsumen.
“Penerapan Digital Governance pada IJK menjadi sangat penting dan harus dilaksanakan dengan mengedepankan nilai-nilai integritas, transparansi serta kejujuran pada setiap praktik transaksi keuangan,” kata Ketua Dewan Audit OJK, Sophia Wattimena pada Webinar bertajuk Digital Governance: Akselerasi Digitalisasi untuk Perlindungan Konsumen di Ruang Digital di Jakarta, Selasa (17/1/2023).
Menurutnya, tidak adanya tata kelola digital yang baik dapat meningkatkan potensi terjadinya berbagai kasus di industri jasa keuangan seperti serangan siber, kebocoran data, penyalahgunaan data, pemalsuan transaksi dan kasus kejahatan lainnya yang merugikan konsumen.
"Untuk itu, OJK menekankan keamanan teknologi informasi IJK harus selalu dimonitor dan up to date dengan standar terkini seperti penerapan tujuh lapis keamanan dalam ISO 27001 yang mencakup application, presentation, session, transport, network, data-link, dan physical," katanya.
Aturan yang Diterbitkan
OJK sendiri telah menerbitkan berbagai peraturan antara lain Peraturan OJK (POJK) No. 4/2021 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, POJK No. 11/2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum serta Surat Edaran OJK (SEOJK) No. 29/2022 tentang Ketahanan dan Keamanan Siber bagi Bank Umum yang menjadi tindak lanjut pilar akselerasi transformasi digital dalam Roadmap Pengembangan Perbankan 2020-2025.
"Dalam POJK dan SEOJK tersebut, diatur penerapan manajemen risiko dan tata kelola teknologi informasi, upaya untuk menjaga ketahanan dan keamanan siber, pelaporan berkala kepada OJK, hingga kewajiban melakukan perlindungan data pribadi," ucapnya.
Advertisement