ICW Siap Meladeni Sri Mulyani di PTUN

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina tidak mempermasalahkan langkah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menggugat pihaknya ke PTUN

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 10 Feb 2023, 18:35 WIB
Diterbitkan 10 Feb 2023, 17:30 WIB
Menkeu raker dengan Banggar DPR
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat mengikuti rapat kerja pemerintah dengan Banggar DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/9/2022). Rapat tersebut membahas postur sementara RUU APBN TA 2023. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina tidak mempermasalahkan langkah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menggugat pihaknya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Gugatan Kementerian Keuangan itu buntut dari putusan Komisi Informasi Publik (KIP) yang mengabulkan sebagian permohonan ICW, soal transparansi hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Almas menyatakan, ICW siap mengikuti prosedur yang berjalan di PTUN Jakarta, dan menghormati Sri Mulyani dan Kemenkeu selaku pihak penggugat.

"Kami akan ikuti prosesnya di PTUN. Karena memang ada ruang, baik Kemenkeu selaku termohon informasi ataupun ICW selaku pemohon informasi, untuk menyampaikan keberatan atas putusan KIP ke PTUN," kata Almas kepada Liputan6.com, Jumat (10/2/2023).

Diberitakan sebelumnya, Sri Mulyani memang telah menggugat ICW ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, dengan nomor perkara No 47/G/KI/2023/PTUN.JKT tertanggal 8 februari 2023.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menjabarkan, gugatan itu merupakan banding atas putusan Komisi Informasi Publik (KIP) yang mengabulkan sebagian permohonan ICW.

Isinya, ICW mendesak Kemenkeu agar transparan soal hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap hasil audit program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), atau BPJS Kesehatan.

"Jadi dalam perkara ini, yang digugat adalah Putusan KIP atas permohonan keberatan ICW dalam hal permohonan keterbukaan informasi publik yang diajukan ke Kementerian Keuangan," jelas Prastowo dalam pesan tertulisnya kepada Liputan6.com.

 

Tak Bisa Diberikan

Menkeu Sri Mulyani Beberkan Perubahan Pengelompokan/Skema Barang Kena Pajak
Menkeu Sri Mulyani bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021). Rapat membahas konsultasi terkait usulan perubahan pengelompokan/skema barang kena pajak berupa kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Prastowo menjelaskan, informasi soal hasil audit BPKP terkait BPJS Kesehatan tidak dapat diberikan, karena merupakan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan Pasal 17 huruf e angka 6 dan huruf i Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Aturan itu berbunyi, Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional. Atau, proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan lainnya.

Dalam konteks ini, ICW mendesak Kemenkeu transparan soal hasil audit yang disampaikan Kementerian Keuangan kepada BPKP tertanggal 11 Februari 2019, 10 Desember 2018, dan 19 Juli 2018.

"Informasi mengenai laporan hasil pemeriksaan (hasil audit) terkait program Jaminan Kesehatan Nasional, baik yang dilakukan oleh BPKP atau instansi lainnya, tidak tersedia karena informasi yang diminta tidak dikuasai oleh Kementerian Keuangan, cq Direktorat Jenderal Perbendaharaan," terang Prastowo.

Sri Mulyani Gugat ICW, Ternyata Ini Alasannya

Menkeu raker dengan Banggar DPR
Menteri Keuangan Sri Mulyani usai mengikuti rapat kerja pemerintah dengan Banggar DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/9/2022). Rapat tersebut membahas postur sementara RUU APBN TA 2023. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka-bukaan soal alasan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menggugat Indonesia Corruption Watch (ICW) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, dengan nomor perkara No 47/G/KI/2023/PTUN.JKT tertanggal 8 februari 2023.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menjabarkan, gugatan itu merupakan banding atas putusan Komisi Informasi Publik (KIP) yang mengabulkan sebagian permohonan ICW.

Isinya, ICW mendesak Kemenkeu agar transparan soal hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap hasil audit program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), atau BPJS Kesehatan.

"Jadi dalam perkara ini, yang digugat adalah Putusan KIP atas permohonan keberatan ICW dalam hal permohonan keterbukaan informasi publik yang diajukan ke Kementerian Keuangan," jelas Prastowo dalam pesan tertulisnya kepada Liputan6.com, Jumat (10/2/2023).

Prastowo menjelaskan, informasi soal hasil audit BPKP terkait BPJS Kesehatan tidak dapat diberikan, karena merupakan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan Pasal 17 huruf e angka 6 dan huruf i Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

 

Bunyi Aturan

Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo. (Istimewa)
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo. (Istimewa)

Aturan itu berbunyi, Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional. Atau, proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan lainnya.

Dalam konteks ini, ICW mendesak Kemenkeu transparan soal hasil audit yang disampaikan Kementerian Keuangan kepada BPKP tertanggal 11 Februari 2019, 10 Desember 2018, dan 19 Juli 2018.

"Informasi mengenai laporan hasil pemeriksaan (hasil audit) terkait program Jaminan Kesehatan Nasional, baik yang dilakukan oleh BPKP atau instansi lainnya, tidak tersedia karena informasi yang diminta tidak dikuasai oleh Kementerian Keuangan, cq Direktorat Jenderal Perbendaharaan," jelas Prastowo.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya