Liputan6.com, Jakarta Polemik transaksi janggal pencucian uang hingga Rp 300 triliun pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus bergulir. Asal muasal polemik ini dilempar oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD berdasarkan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).Â
Namun ternyata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan belum menerima data transaksi janggal pegawai Kementerian Keuangan senilai Rp 300 triliun dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Baca Juga
Terbaru, Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kementerian Keuangan dan PPATK akan mengagendakan pertemuan bersama. Pertemuan ini untuk menelisik data transaksi janggal Rp 300 triliun tersebut.
Advertisement
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi dan Informasi, Yustinus Prastowo mengatakan, pertemuan tersebut juga akan dihadiri oleh aparat penegak hukum.
Pertemuan ini merupakan upaya proaktif dari karena Kementerian Keuangan. Sebab, hingga saat ini Kementerian Keuangan belum mendapatkan penjelasan utuh dari PPATK mengenai asal usul total transaksi Rp 300 triliun.
"Sampai saat ini kami masih berkomunikasi dengan PPATK, tapi belum dapat bertemu secara langsung sehingga belum mendapatkan penjelasan secara rinci yang Rp 300 triliun," ujar Yustinus di Kementerian Keuangan, Senin (13/3/2023).
Yustinus juga menuturkan bahwa temuan dari PPATK ini sangat penting bagi Kementerian Keuangan untuk menindaklanjuti jika terdapat pegawai-pegawai yang memiliki transaksi mencurigakan.
"Kami juga membangun komunikasi dengan PPATK agar mendapat penjelasan lebih awal. Sehingga jika ada kesesuaian akan lebih mudah dalam tindak lanjut," ucapnya.
Reporter:Â Yunita Amalia
Sumber: Merdeka.com
Â
PPATK Sebut Ada 200 Hasil Analisis Terkait Transaksi Mencurigakan Rp 300 Triliun Pejabat Kemenkeu
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut terdapat 200 informasi hasil analisis (IHA) terkait transaksi mencurigakan pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang nilainya mencapai Rp 300 triliun.
PPATK menyebut informasi tersebut sudah disampaikan kepada Kemenkeu dan aparat penegak hukum sejak 2009. Transaksi mencurigakan itu terjadi di kalangan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kemenkeu.
"Ya itu terkait data yang sudah kami sampaikan hampir 200 Informasi Hasil Analisis (IHA) kepada Kemenkeu sejak 2009-2023," ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana kepada Liputan6.com, Jumat (10/3/2023).
Ivan menyebut, informasi tersebut secara keseluruhan sudah disampaikan kepada pihak Kemenkeu. Seluruhnya diserahkan kepada Kemenkeu karena berkaitan dengan pejabat di kementerian yang kini dipimpin Sri Mulyani.
"Karena terkait beberapa nama internal Kemenkeu," kata dia.
Ivan juga memastikan terkait hal itu telah dilaporkannya kepada aparat penegak hukum, di antaranya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung (Kejagung), hingga Polri.
Meski demikian, Ivan menyebut, para aparat penegak hukum tersebut tidak menerima semua informasi hasil analisis yang mencapai 200 dengan nilai total Rp 300 triliun di Kemenkeu tersebut. Namun Ivan memastikan dari 200 IHA itu sudah dilaporkan kepada penegak hukum.
Hanya saja Ivan tak merinci lebih lanjut masing-masing penegak hukum menerima berapa laporan.
"Ya enggak semua ke KPK, ada Jaksa dan ada juga Polri. Tapi Kemenkeu dapat semua," kata Ivan.
Advertisement
Transaksi Mencurigakan Pejabat Kemenkeu
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud Md mengungkap adanya transaksi mencurigakan di kalangan pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang nilainya mencapai Rp 300 triliun. Menurut Mahfud, transaksi mencurigakan tersebut melibatkan 460 orang.
Mahfud mengatakan, transaksi mencurigakan tersebut sudah terjadi sejak 2009. Namun tak ada tindak lanjut dari Kemenkeu.
"Itu tahun 2009 sampai 2023, ada 160 laporan lebih, itu tidak kemajuan informasi. Sudah diakumulasi semua melibatkan 460 orang lebih di kementerian itu. Yang akumulasi terhadap transaksi yang menrucigakan itu bergerak di sekitar 300 triliun. Tapi, sejak tahun 2009," ujar Mahfud dalam keterangannya, Kamis (9/3/2023).
Mahfud menyayangkan transaksi mencurigakan tersebut tak ditindaklanjuti langsung oleh pihak Kemenkeu. Padahal, Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) sudah menyampaikan adanya kejanggalan transaksi itu sejak 2009.
"Sejak 2009, karena laporan tidak diupdate tidak diberi informasi, respons. Kadang kala respons itu muncul sesudah menjadi kasus. Kayak yang Rafael, Rafael itu kasus sudah dibuka, lho ini sudah dilaporkan dulu kok didiemin, baru sekarang," kata Mahfud.Â