Liputan6.com, Jakarta Terlepas dari tanda-tanda awal bahwa kenaikan biaya mulai melambat, pengecer global masih khawatir tentang inflasi yang berisiko mengurangi minat belanja konsumen.
Hal itu diungkapkan dalam sebuah survei terhadap para pembuat keputusan ritel yang dilakukan oleh biro konsultansi manajemen asal AS, Boston Consulting Group.
Baca Juga
Mengutip US News, Rabu (26/4/2023) salah satu contoh adalah Eropa, di mana para pengecer bersaing dengan penjualan yang melambat karena konsumen tertekan oleh tingginya biaya energi.Â
Advertisement
Masalah ini membuat mereka mengurangi pengeluaran untuk belanja pakaian dan membeli makanan yang lebih murah.
Boston Consulting Group mengungkapkan, secara keseluruhan, kenaikan biaya barang, penurunan belanja konsumen, dan rantai pasokan yang tidak dapat diprediksi menjadi kekhawatiran utama bagi 561 eksekutif, direktur, dan manajer ritel global yang disurveinya saat konferensi Kongres Ritel Dunia.
Ditambah lagi, mengenakan harga barang yang lebih tinggi kepada konsumen kemungkinan akan menjadi lebih sulit: 72 persen responden BCG mengatakan mereka memperkirakan konsumen akan lebih sensitif terhadap harga tahun ini.
"Ini membatasi opsi yang dimiliki pengecer untuk memulihkan dan melawan biaya input yang tinggi, dan ini menciptakan kesulitan baru yang harus dihadapi pengecer, seperti mengubah perilaku konsumen ke produk dan segmen pelanggan tertentu," kata BCG dalam laporannya.
Saat membeli bahan makanan, misalnya, konsumen di Inggris telah memprioritaskan keterjangkauan dibandingkan kualitas lainnya, dengan dampak negatif pada nutrisi.
Selain menaikkan harga dan menegosiasikan ulang dengan pemasok, pengecer di negara yang dilanda inflasi tinggi juga terdorong untuk menjadi lebih kreatif dalam mendatangkan pembeli, dengan banyak berinvestasi dalam program loyalitas, promosi harga, dan peningkatan pengalaman pelanggan online, demikian menurut survei Boston Consulting Group.
Apa yang Harus Dilakukan Pengecer?
Penulis laporan Boston Consulting Group menyarakan, pengecer juga perlu mencoba berinvestasi dalam kecerdasan buatan (AI) untuk mengasah harga dan strategi pemasaran mereka menggunakan algoritme dan pembelajaran mesin.
"Sebagian besar pengecer di luar Asia mengabaikan AI dan kehilangan potensi manfaat tambahan yang ditawarkannya," kata Boston Consulting Group.
Boston Consulting Group menyebut, Asia menjadi titik terang dalam hal ekspektasi pengecer, dengan 76 persen responden survei memperkirakan ekonomi kawasan itu akan tumbuh tahun ini setelah China membuka kembali ekonominya.
Namun pengecer lebih optimis tentang Amerika Utara daripada Eropa, dengan 68 persen memprediksi pertumbuhan di Amerika Utara.
Advertisement
Bos BI Ungkap 4 Faktor yang Bikin Inflasi Turun Lebih Cepat dari Target
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, mengungkapkan 4 faktor yang membuat inflasi inti dan Indeks Harga Konsumen (IHK) turun lebih cepat dari perkiraan.
"Realisasinya penurunan inflasi itu lebih cepat dan bahkan lebih rendah dari yang kita perkirakan, tentu saja setidaknya ada empat faktor yang mendorong kenapa inflasi inti maupun inflasi IHK turun lebih cepat dan lebih rendah," kata Perry dalam konferensi pers RDG periode April 2023, Selasa (18/4/2023).
Diketahui, inflasi IHK atau Indeks Harga Konsumen (IHK) secara bulanan tercatat 0,18 persen (mtm) lebih rendah dari pola historisnya di periode awal bulan Ramadan, sehingga secara tahunan turun dari level bulan sebelumnya sebesar 5,47 persen (yoy) menjadi 4,97 persen (yoy).
Penurunan inflasi terjadi di semua kelompok, yaitu inti, volatile food, dan administered prices. Inflasi inti Maret 2023 terus melambat dari 3,09 persen (yoy) menjadi 2,94 persen (yoy) dipengaruhi ekspektasi inflasi dan tekanan imported inflation yang menurun serta pasokan agregat yang memadai dalam merespons kenaikan permintaan barang dan jasa.
Berikut 4 faktor yang mendorong inflasi inti dan inflasi IHK turun lebih rendah dengan cepat:
1. Respon kebijakan Bank Indonesia
Perry mengungkapkan, respon kebijakan Bank Indonesia yang sejak awal tidak ragu-ragu untuk secara front loaded dan pre-emptive menurunkan inflasi khususnya dari ekspektasi inflasi.
Die menegaskan, alasan Bank Indonesia menaikkan BI rate sejak Agustus tahun 2022 juga sebagai respon untuk memitigasi terjadinya kenaikan inflasi.
"Hasilnya pada bulan Juli, Agustus tahun lalu, September tahun lalu ekspektasi inflasi pada waktu itu 6,7 persen, pada akhir tahun waktu itu kita sampaikan ini over shooting ekspektasi inflasinya dan juga kita respons dengan kenaikan suku bunga tadi. Oleh karena itu realisasinya akhir tahun lalu itu inflasinya kan rendah," ujarnya.
2. Terkendalinya inflasi barang impor (imported inflation)
Perry menjelaskan, imported inflation adalah depresiasi nilai tukar dikalikan dengan harga-harga di luar negeri. Dia menegaskan, inflasi di dunia ini kan masih tinggi. Oleh karena itu, langkah Bank Indonesia untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dengan cara pengendalian inflasi, khususnya inflasi yang bersumber dari luar negeri yaitu, imported inflation.
3. Hasil Koordinasi Pemerintah Pusat dan daerah
Menurutnya, inflasi inti dan inflasi IHK bisa turun rendah dengan cepat dikarenakan kesuksesan dari koordinasi pemerintah pusat dan daerah serta bersama 46 kantor cabang Bank Indonesia, dalam mewujudkan gerakan nasional pengendalian inflasi pangan.
"Program utama dari tim pengendalian inflasi pusat dan daerah dari sejak awal Agustus tahun lalu, pemerintah pusat Bank Indonesia dan pemerintah daerah itu betul-betul bersinergi. Kita melakukan operasi pasar, kemudian juga pemerintah ada kebijakan-kebijakan dari pengendalian pangannya," ujarnya.
4. Kebijakan FiskalPemerintah juga mengupayakan agar inflasi inti dan inflasi IHK turun melalui kebijakan fiskal dengan menggelontorkan berbagai insentif kepada masyarakat, yaitu memberikan subsidi BBM, subsidi energi dan lain sebagainya dalam rangka untuk mengendalikan inflasi dari administered prices.
"Jadi, keempat langkah yang terus kita lakukan ini kami meyakini bahwa inflasi inti itu akan bergerak di sekitar 3 persen dari sekarang sampai dengan akhir tahun ini, dan akan tetap terkendali rendah yaitu di sekitar 3 persen inflasi inti dalam sisa tahun 2023. Inflasi IHK bisa turun dibawah 4 persen," pungkasnya.Â
Advertisement