Sri Mulyani: Setelah 3 Tahun Pandemi COVID-19, Dunia Masih Tidak Baik-Baik Saja

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, ekonomi global masih menghadapi banyak tantangan dalam upaya untuk pulih.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 09 Mei 2023, 12:40 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2023, 12:40 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara Indonesiay Poverty Assessment yang digelar oleh Bank Dunia di Jakarta, Selasa (9/5/2023).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara Indonesiay Poverty Assessment yang digelar oleh Bank Dunia di Jakarta, Selasa (9/5/2023). Menkeu melanjutkan, lonjakan inflasi di negara Barat mendorong respon yang berimplikasi besar ke seluruh dunia, yaitu kenaikan suku bunga oleh bank sentral.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, ekonomi global masih menghadapi banyak tantangan dalam upaya untuk pulih. Hal itu dikarenakan situasi geopolitik, lonjakan inflasi, serta kenaikan suku bunga yang agresif terutama di Amerika Serikat (AS).

“Saya ingin mengatakan bahwa dunia tidak dalam situasi yang baik-baik saja. setelah tiga tahun pandemi COVID-19, dan situasi geopolitik yang menciptakan krisis komoditas yang meningkatkan harga energi dan pangan, mendorong kenaikan inflasi, terutama di Amerika Serikat dan Eropa” kata Sri Mulyani, dalam acara Indonesiay Poverty Assessment yang digelar oleh Bank Dunia di Jakarta, Selasa (9/5/2023).

Menkeu melanjutkan, lonjakan inflasi di negara Barat mendorong respon yang berimplikasi besar ke seluruh dunia, yaitu kenaikan suku bunga oleh bank sentral.

“Sekarang Anda berbicara tentang pekerjaan, tingkat bunga yang tinggi, inflasi yang tinggi tentu saja mematikan pekerjaan, dan itulah yang terjadi hari ini,” Sri Mulyani menyebutkan.

Sementara itu, di Indonesia, dalam menangani inflasi tidak hanya berfokus pada tingkat suku bunga yang tinggi.

”Karena kita tahu bahwa inflasi ini tidak hanya dari permintaan yang lebih tinggi, inflasi juga berasal dari volatile pangan dan juga biaya energi. Jadi kita melihat ke dalam itu. dan hipotetik dari sisi penawaran karena inflasi berasal dari gangguan pada sisi penawaran,” jelas Menkeu.

Itulah mengapa Indonesia sekarang mampu menekan laju inflasi, kata Sri Mulyani, bahkan pada saat yang sangat kritis - yaitu saat Indonesia menyambut musim libur di bulan Ramadhan dan perayaan Idul Fitri.

Menurut Sri Mulyani, suku bunga yang lebih tinggi terutama setelah tiga tahun pandemi, akan sangat mengganggu banyak momentum dan terutama bagi banyak korporasi, usaha kecil menengah, termasuk pada aspek sosial pada keluarga miskin di Indonesia.

“Hari ini kita berhadapan dengan lingkungan kebijakan yang jauh lebih kompleks, yang semuanya tidak didorong oleh masalah ekonomi semata, tetapi masalah ekonomi yang berasal dari politik dan geopolitik serta keamanan,” tambah Menkeu.

Inflasi Indonesia Ditarget 3,6 Persen hingga Akhir 2023

Inflasi
Pembeli membeli sayuran di pasar, Jakarta, Jumat (6/10). Dari data BPS inflasi pada September 2017 sebesar 0,13 persen. Angka tersebut mengalami kenaikan signifikan karena sebelumnya di Agustus 2017 deflasi 0,07 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu optimis persentase inflasi Indonesia hingga akhir tahun berada di 3,6 persen. Faktor optimis ini didasari dari tren penurunan inflasi yang terus terjadi.

"Sekarang sudah turun cukup tajam, berada di 4,3 persen per bulan lalu, dan ini kita melihat tren semakin kuat dengan kerja sama yang semakin solid untuk arah dari inflasi ini terus akan menurun ke arah 3,6 persen di akhir tahun 2023," ujar Febrio saat menyampaikan pemaparan Indonesia Macroeconomic Update Mei 2023, Senin (8/5/2023).

Febrio menuturkan, kebijakan moneter untuk mengendalikan inflasi, umumnya menaikan tingkat suku bunga acuan, seperti yang dilakukan sejumlah negara maju seperti Amerika Uni Eropa dan Jepang.

Dalam materi yang disampaikan Febrio, tingkat inflasi Amerika Serikat 5,25 persen dengan suku bunga acuan 5,0 persen. Tingkat inflasi Eropa 7,0 persen dengan suku bunga acuan 3,75 persen, dan tingkat inflasi Jepang 3,2 persen dengan suku bunga acuan 0,10 persen.

Untuk negara berkembang seperti Brazil, tingkat inflasinya mencapai inflasi 4,7 persen dengan suku bunga acuan 13,75 persen. Tingkat inflasi Meksiko 6,9 persen dengan suku bunga acuan 11, 25 persen. Tingkat inflasi Afrika Selatan 7,1 persen dengan suku bunga acuan 7,75 persen. Tingkat inflasi India 5,7 persen dengan suku bunga acuan 6,5 persen.

 

Inflasi Indonesia

FOTO: Inflasi Indonesia Diklaim Terendah di Dunia
Pedagangan menunggu pembeli di Pasar Senin, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengklaim inflasi Indonesia menjadi yang paling rendah dibandingkan negara lain. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dan, tingkat inflasi Indonesia berada di 4,3 persen dengan suku bunga acuan 5,75 persen.

Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), diketahui angka inflasi pada bulan April 2023 sebesar 4,33 persen. Angka ini menurun dibanding bulan sebelumnya sebesar 4,97 persen.

Bahkan, data di tradingeconomics.com per 2 Mei 2023 tingkat inflasi Indonesia berada di peringkat 145 dari 186 negara di dunia. Capaian itu juga menempatkan Indonesia di peringkat 8 dari 20 negara G20 dalam konteks inflasi terendah. Sementara di tingkat ASEAN, Indonesia berada di peringkat 6 tingkat inflasi terendah.

Infografis Ekonomi RI Jauh Lebih Baik dari Negara Lain
Infografis Ekonomi RI Jauh Lebih Baik dari Negara Lain (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya