Tingkat Inklusi Keuangan di Desa Lebih Rendah 4 Persen dari Kota, OJK Genjot Lewat Cara Ini

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada kesenjangan (gap) pada tingkat inklusi keuangan di wilayah pedesaan dan wilayah perkotaan sebesar 4,04 persen

oleh Arief Rahman H diperbarui 22 Jun 2023, 09:15 WIB
Diterbitkan 22 Jun 2023, 09:15 WIB
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada kesenjangan (gap) pada tingkat inklusi keuangan di wilayah pedesaan dan wilayah perkotaan sebesar 4,04 persen
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada kesenjangan (gap) pada tingkat inklusi keuangan di wilayah pedesaan dan wilayah perkotaan sebesar 4,04 persen. Untuk itu diperlukan upaya untuk menggenjot tingkat inklusi keuangan di wilayah pedesaan.

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada kesenjangan (gap) pada tingkat inklusi keuangan di wilayah pedesaan dan wilayah perkotaan sebesar 4,04 persen. Untuk itu diperlukan upaya untuk menggenjot tingkat inklusi keuangan di wilayah pedesaan.

Menurut survei yang dilakukan OJK, tingkat inklusi keuangan di desa tercatat sebesar 82,69 persen, sementara, di perkotaan tercatat sebesae 85,73 persen. Artinya, ada kesenjangan 4,04 persen antara keduanya.

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa menerangkan upaya yang dilakukan adalah menggandeng setiap pihak terkait. Mulai dari kementerian/lembaga, pemerintah daerah, hingga pelaku usaha jasa keuangan (PUJK).

Kolaborasi ini dituangkan dalam program bertajuk Generic Model Ekosistem Keuangan Inklusif dan Desaku Cakap Keuangan. Tujuan keduanya sama, yakni menggenjot tingkat inklusi keuangan bagi masyarakat pedesaan.

"Intinya kita ingin bangun suatu eksositem di pedesaan bagaimana masyarakat desa bisa naik tingkat inklusi dan literasi keuangannya. Ekosistem inklusi keuangan itu tak jauh-jauh dari namanya OJK mau bisnis matching. Di pedesaan ada usaha UMKM, petani dan masyarakat. Intinya pasti membutuhkan kehadiran jasa keuangan," ujarnya dalam Media Gathering di Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Rabu (21/6/2023).

Dia juga melihat, minimnya tingkat kepahaman masyarakat terhadap produk jasa keuangan serta cara penggunaannya membuat banyak yang terjebak pada produk ilegal. Sebut saja, seperti pinjaman online ilegal hingga investasi ilegal.

"Makanya kami harus masuk wilayah desa tingkatkan literasi dan inklusi keuangan," kata dia.

 

Gandeng Berbagai Pihak

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada kesenjangan (gap) pada tingkat inklusi keuangan di wilayah pedesaan dan wilayah perkotaan sebesar 4,04 persen.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada kesenjangan (gap) pada tingkat inklusi keuangan di wilayah pedesaan dan wilayah perkotaan sebesar 4,04 persen. Untuk itu diperlukan upaya untuk menggenjot tingkat inklusi keuangan di wilayah pedesaan.

Aman menerangkan, awal mula upaya ini dilakukan di Kampuang Minang Nagari Sumpu, di Sumpur, Tanah Datar, Sumatera Barat. Upaya ini menggandeng berbagai stakeholder.

Diantaranya, Tim Perceparan Akses Keuangan Daerah, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Bank Indonesia, Pemerintah Daerah, hingga Lembaga Jasa Keuangan. Aman optimistis upaya ini bisa menggenjot tingkat inklusi di desa.

"Kita optimis karena semua pihak yang saya sebut tadi, OJK, Pemda, dalam hal ini adalah TPAKD dan industri jasa keuangan punya kepentingan yang sama untuk membuat masyarakat melek keuangan dan kepentingan agar masyarakat dapat akses keuangan," tuturnya.

Kerugian dari Investasi Ilegal

Ilustrasi investasi Bodong
Ilustrasi investasi Bodong (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Diberitakan sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyebut kerugian masyarakat akibat investasi ilegal mencapai Rp5 triliun per tahun dalam 7 hingga 8 tahun terakhir.

"Dalam konteks itu, sejak periode 2017 sampai bulan lalu, Satgas Waspada Investasi (SWI) yang berada di bawah koordinasi OJK telah menutup lebih dari 5.500 penawaran investasi dan pinjol ilegal," kata Mahendra dalam webinar "Crime and Risk Prevention in Financial Sector", dikutip dari Antara, Selasa (20/6/2023).

Ia menyebut ke depan OJK akan terus memberdayakan SWI dengan memperkuat mandatnya berdasarkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dengan melaksanakan patroli siber dan mengentikan aktivitas keuangan ilegal.

Pada saat yang sama, OJK juga akan turut dalam anti pencucian uang, pencegahan pendanaan terorisme, dan pencegahan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal di sektor jasa keuangan dengan menerbitkan Peraturan OJK Nomor 8 Tahun 2023.

 

Diawasi OJK

Ilustrasi OJK
Ilustrasi OJK (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Berdasarkan UU P2SK, OJK juga sedang mempersiapkan penerapan perluasan mandat OJK dimana nantinya OJK juga akan mengawasi dan mengatur aktivitas terkait koperasi simpan pinjam dan transaksi aset digital yang sebelumnya tidak diawasi oleh OJK.

Serangan siber di sektor jasa keuangan yang terus meningkat seiring dengan perkembangan digitalisasi juga terus diantisipasi oleh OJK.

Sebagaimana dicatat oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), pada 2022 lebih dari 700 juta serangan siber terjadi di seluruh sektor di Indonesia.

"Dalam konteks pengaturan, OJK telah menerbitkan aturan pada akhir tahun lalu tentang penyelenggaraan teknologi dan informasi oleh bank umum dan surat edaran terkait dengan keamanan dan ketahanan siber bagi bank umum. Jadi hari-hari ini adalah bagaimana menerapkan aturan tadi secara konsisten," ucapnya

Infografis Klarifikasi Artis Terseret Kasus Investasi Bodong Robot Trading Net89
Infografis Klarifikasi Artis Terseret Kasus Investasi Bodong Robot Trading Net89 (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya