Pinjol hingga Judol Ilegal Masih Marak, OJK Beberkan Alasannya

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui bahwa pinjaman online (pinjol) dan judi online (judol) ilegal masih marak di Indonesia. Hal itu dikarenakan literasi keuangan digitalnya masih rendah.

oleh Tira Santia diperbarui 04 Nov 2024, 18:00 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2024, 18:00 WIB
Ilustrasi Pinjaman Online alias Pinjol. (Liputan6.com/Rita Ayuningtyas)
Ilustrasi Pinjaman Online alias Pinjol. (Liputan6.com/Rita Ayuningtyas)

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui bahwa pinjaman online (pinjol) dan judi online (judol) ilegal masih marak di Indonesia. Hal itu dikarenakan literasi keuangan digitalnya masih rendah.

Kepala Departemen Pengaturan dan Perizinan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK Djoko Kurnijanto, menjelaskan walaupun berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 menunjukkan adanya peningkatan, namun tetap saja masih terhitung rendah.

Tercatat hasil SNLIK 2024, indeks literasi keuangan penduduk Indonesia baru mencapai 65,43 persen, sedangkan indeks inklusi keuangan sebesar 75,02 persen.

“Sumber dari sekarang ini yang muncul permasalahan di media karena rendahnya digital financial literacy. Apakah itu penggunaan aplikasi judol, banyak yang kena pinjol ilegal misalnya dan juga aplikasi aplikasi lain. Kenapa ini terjadi? Karena digital financial literasi yang masih rendah dan perlu ditingkatkan," kata Djoko dalam acara Pre-Event Media Gathering Bulan Fintech Nasional, di Jakarta, Senin (4/11/2024).

Pesatnya teknologi digital saat ini membuat masyarakat dapat dengan mudah melakukan aktivitas keuangan hanya melalui smartphone saja. Namun, hal itu tidak diimbangi dengan pemahaman risiko yang akan ditimbulkan jika asal melakukan transaksi, baik itu pinjol maupun hal lainnya.

"Cuma permasalahnnya apakah mereka-mereka yang provide layanan di dalam HP ini bertanggung jawab? Dan sebaliknya apakah kita-kita yang gunakan ini regardless umurnya, regardless gendernya, sudah memahami dampak risiko yang kita lakukan dengan HP kita?,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan kembali bahwa di era digital saat ini, kemudahan dalam melakukan transaksi keuangan melalui teknologi seperti AI, blockchain, dan cryptocurrency menawarkan potensi besar. Namun, di balik kemudahan tersebut, terdapat risiko yang harus diwaspadai. Untuk itu, meningkatkan literasi keuangan digital menjadi sangat penting.

"Bagaimana kita bisa meningkatkan digital financial literacy. Ini yang terpenting. Ketika kita ngomongin digital di situlah potensi untuk orang menggunakan atau digunakan orang-orang tidak bertanggung jawab itu tinggi potensinya. Jadi, digital financial ini yang kurang. Kita ingin kejar selama BFN ini untuk bisa kita saling mengingatkan kembali bahwa di balik kemudahan adanya kehadiran AI, blockchain, kripto, dan lain-lain. Di balik itu semua, masih ada potensi risiko yang harus diketahui bersama. Inilah yang kita bangkitkan, kita tingkatkan," pungkasnya.

Puluhan Mahasiswa Gunadarma Depok Terjerat Pinjol

Banner Infografis Pinjol Ilegal Bikin Resah dan Cara Hindari Jeratan
Banner Infografis Pinjol Ilegal Bikin Resah dan Cara Hindari Jeratan (Liputan6.com/Triyasni)

Sejumlah mahasiswa Universitas Gunadarma, terjerat hutang pinjaman online (Pinjol). Kasus tersebut terungkap saat para korban mengadukan nasibnya akibat ulah tersangka berinisial IM, yang merupakan sesama teman di kampus Gunadarma, Depok.

Salah seorang korban, Farikh mengatakan, awalnya korban mengenal IM merupakan teman sekelasnya yang merupakan mahasiswa berprestasi. IM sempat meminta bantuan korban memberikan data korban dengan alasan kerjasama dengan platform digital.

“Saya ngasih data karena percaya, dia dulu sering bantu saya ngerjain soal kuliah, akhirnya saya tanpa pamrih bantu dia,” ujar Farikh, Senin (28/10/2024).

Kebaikan korban ternyata disalahgunakan tersangka dengan memanfaatkan data korban untuk pinjol. Korban sempat disuruh tersangka untuk mendownload dan mengajukan limit pinjaman Rp2 juta.

“Jadi modusnya tuh dia ngaku ada proyek, terus butuh data baru untuk survei. Dia kan dulu teman saya, jadi saya bantuin,” ucap Farikh.

Korban sempat mempertanyakan terkait uang tersebut dan ternyata merupakan pinjol. Tersangka berjanji akan membayar cicilan pinjol tiap bulannya, namun sampai batas waktu yang ditentukan tidak dipenuhi.

“Terpaksa saya menutupi tagihan tersebut, saya masih meminta pertanggungjawaban dia,” terang Farikh.

 

Kelicikan Tersangka

Setali tiga uang dengan Farikh, Tomi turut menjadi korban akan kelicikan tersangka. Pada Mei 2024, korban ditawari tersangka tentang dana program kampus sebesar Rp 300 ribuan.

“Dia ngaku dapat projek dari Gunadarma bareng Google, saya dikasih fee Rp300 ribu, dari pencairan Rp5.420.000,” ungkap Tomi.

Korban sempat mempercayai tersangka menggunakan datanya dikarenakan tersangka mengatasnamakan kampus. Namun setelah diselidiki, ternyata kerjasama projek merupakan tipu muslihat IM.

“Ya saya pikirnya aman, tapi ternyata malah begini. Keluarga jadi sedih dan marah. Saya sudah minta tanggung jawab tapi nggak direspon,” ungkap Tomi.

Atas perbuatan tersangka, korban harus menanggung beban dengan membayarkan pinjol setiap bulannya. Adapun besaran tagihan pinjol di setiap bulannya mencapai Rp500 ribu, namun korban tidak menjelaskan secara terperinci berapa lama angsuran yang ditanggungnya.

 

Infografis Cara Hindari Jeratan Pinjol Ilegal
Infografis Cara Hindari Jeratan Pinjol Ilegal (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya