Liputan6.com, Jakarta Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) mengakui masih ada pengaturan rumah subsidi yang tak tepat sasaran. Ini yang jadi tantangan untuk dikejar pada tahun ini.
Komisioner BP Tapera Adi Setianto menjelaskan temuan adanya tak tepat sasarannya penyaluran rumah subsidi juga didapat oleh Kementerian Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dia pun mengungkap masalah ketidaktepat sasaran tersebut.
"Waktu itu mungkin tidak dihuni, jadi dianggap belum tepat sasaran. Ini inline (sejalan) dengan audit BPK," kata dia dalam Diskusi BP Tapera di Jakarta, Sabtu (7/10/2023).
Advertisement
Dia mengatakan, atas audit BPK tersebut, ditemukan kalau penyaluran yang tidak tepat sasaran terjadi sebelum BP Tapera mengelola Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
"Kami sebagai badan yang dibentuk pemerintah dalam memanfaatkan APBN, BPK juga audit kami, memang ditemukan masih ada yang belum tepat sasaran dan itu sebelum FLPP, sebelum kami kelola," ungkapnya.
Tak Tinggal Diam
Melihat kenyataan itu, Adi tak tinggal diam. Mengingat tak tepat sasarannya penyaluran rumah subsidi terjadi ditengah angka orang yang tak punya rumah atau backlog sebanyak 12,7 juta.
Guna mendorong tepat sasaran dan menurunkannangka backlog, BP Tapera menggandeng bank penyalur dan pengembang. Bank penyalur sendiri dalah satunya adalah PT Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk.
"Kami komitmen kepada BPK, oke, yang tak tepat sasaran solusinya apa? Kita gandeng bank oenyalur. Kalau tak tepat sasarannya bukan MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah), pakai bank teknis, kreditnya dilunasibatau pakai kredit komersial," tuturnya.
"Memang tahun 2022-2023 itu target agar jadi makin kecil kita gandeng bank dan pengembang. Diharapkan melalui sistem ini bisa menyalurkan dana FLPP bisa lebih tepat sasaran," sambung Adi.
Butuh Kerja Sama
Sebelumnya, Indonesia tengah menghadapi angka backlog perumahan yang cukup tinggi. Penyediaan perumahan ini juga menjadi fokus pemerintah dalam beberapa tahun belakang.
Untuk menggarap angka backlog perumahan ini, Kementerian PUPR sebenarnya bergandengan tangan dengan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakat (BP Tapera). Hanya saja, kolaborasi keduanya dianggap belum optimal.
Pengamat Properti Panangian Simanungkalit mengatakan kinerja BP Tapera belum sejalan dengan misi yang dikawal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Keuangan terkait perumahan.
Menurutnya, salah satu penyebab yakni susunan manajemen BP Tapera berisikan sosok-sosok yang berlainan dari misi Kementerian PUPR dan Kementerian Keuangan.
"BP Tapera merekrut orang-orang yang berlainan dari PUPR dan Kementerian Keuangan sehingga tidak ada konsolidasi dalam hal visi dan misi. Akibatnya, gerak BP Tapera tidak akan sesuai harapan pemerintah untuk mempercepat penurunan backlog," ujar Panangian kepada media ditulis, Rabu (30/8/2023).
Advertisement
Dana Subsidi
Selain perihal manajemen, Panangian juga membedah berbagai keputusan BP Tapera termasuk dalam penempatan dana subsidi perumahan yang diterima lembaga tersebut.
Sebagai lembaga yang berfokus memenuhi rumah rakyat, lanjutnya, BP Tapera seharusnya menempatkan dana pada lembaga keuangan yang sejalan dan turut mengawal misi tersebut.
"Penempatan dana yang dia [BP Tapera] dapat dari APBN itu kan bukan dengan lembaga keuangan yang fokus di perumahan. Seharusnya ga bolehlah mikirin cuan. Apapun latar belakangnya, harus ada visi yang sama untuk mempercepat penurunan backlog perumahan," jelas Panangian.
Tren Angka Backlog
Dengan strategi BP Tapera yang bertolak belakang dari misinya tersebut, tambah Panangian, angka backlog perumahan malah semakin memburuk. Dia merinci, ketika Presiden Soeharto turun dari jabatannya, angka backlog di Indonesia hanya 5,3 juta unit.
Padahal, Panangian menuturkan saat pidato Wakil Presiden ke-1 Republik Indonesia, M. Hatta di Kongres Perumahan pada 1950, ditargetkan dalam 50 tahun mendatang orang Indonesia harus merdeka dari sisi perumahan.
"Itu artinya pada tahun 2000, angka backlog 0. Tapi kenyataannya, hingga saat ini backlog malah naik dua kali lipat dari 5,3 juta unit menjadi 12,7 juta unit," tegas Panangian.