Liputan6.com, Jakarta Guna mempercepat transisi energi dan meningkatkan pengembangan bisnis global, PT Pertamina (Persero) menjalin kolaborasi dengan perusahaan energi milik negara Tiongkok, Sinopec. Kolaborasi tersebut meliputan berbagai kegiatan bisnis mulai dari hulu, hilir, energi baru dan terbarukan, hingga pengembangan kemampuan sumber daya manusia.
Direktur Utama sekaligus CEO Pertamina, Nicke Widyawati menekankan terkait pentingnya kolaborasi dengan mitra strategis untuk mempercepat bisnis perusahaan selama era transisi energi saat ini.
Baca Juga
“Di tengah tantangan yang dihadapi akibat perubahan iklim dan transisi energi, kolaborasi dengan mitra krusial untuk mengatasi isu-isu ini dan mempercepat pertumbuhan bisnis Pertamina melalui transfer pengetahuan dan teknologi," ujarnya.
Advertisement
"Sinopec merupakan salah satu perusahaan minyak dan gas internasional yang memiliki keahlian di bidang CCUS, unconventional hydrocarbon, petrokimia, hidrogen, dan lainnya. Hal ini memungkinkan Pertamina untuk belajar dan mengembangkan bisnisnya," jelas Nicke.
Ketua Sinopec Group, Ma Yongsheng mengatakan, pihaknya menyoroti pentingnya kerja sama saling yang menguntungkan. Selain itu, ia pun mengusulkan kedua belah pihak untuk menunjuk koordinator utama guna mendirikan mekanisme kerja sama sesuai dengan MoU yang telah ditandatangani dan memulai fase kerja selanjutnya
"Transisi energi global memerlukan kerja sama yang berkelanjutan dan mendorong tim dari kedua belah pihak untuk mencapai kerja sama yang lebih baik, serta mengatur kelompok perwakilan senior dari Pertamina untuk mengunjungi ladang minyak Shengli," katanya.
Â
Tantangan Capai Keamanan Energi
Di sisi lain, Nicke menjelaskan bahwa Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan dalam mencapai keamanan energi, seperti ketergantungan pada bahan bakar fosil, penurunan produksi minyak, dan peningkatan terus menerus dalam permintaan energi nasional.
"Keamanan energi merupakan prioritas utama bagi Indonesia, oleh karena itu kita perlu mengurangi ketergantungan pada impor dengan mendiversifikasi energi, mengoptimalkan sumber daya energi lokal sambil memperluas akses ke sumber energi yang lebih bersih," jelasnya.
"Indonesia adalah jalur strategis untuk rantai pasokan global dalam transisi energi, kaya akan sumber energi terbarukan dan bahan-bahan penting yang dibutuhkan untuk transisi energi, seperti Nikel, Bauxit, Tembaga, termasuk potensi untuk NRE, Solusi Berbasis Alam (NBS), dan CCUS," tambah Nicke.
Dirinya menyebut, untuk memanfaatkan potensi penting Indonesia, Pertamina memainkan tiga peran penting dalam membentuk lanskap energi. Pertama, memastikan ketahanan energi Indonesia dengan meningkatkan kapasitas pasokan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
"Kedua, memobilisasi sumber daya domestik untuk mengurangi defisit perdagangan minyak dan gas dengan meningkatkan penggunaan sumber energi domestik. Ketiga, melakukan dekarbonisasi, efisiensi energi, dan transisi energi, dengan target Emisi Net Zero (NZE)," sebut Nicke.
"Pertamina telah mengembangkan inisiatif strategis yang komprehensif, mencakup dekarbonisasi operasional, mendirikan bisnis emisi karbon rendah, dan melaksanakan program penurunan karbon," jelasnya.
Nicke pun berharap agar dukungan kuat Pertamina terhadap NZE melibatkan transformasi cara pihaknya menjalankan bisnis dan mengelola operasi perusahaan untuk memprioritaskan keberlanjutan.
Advertisement
Hambatan Percepatan Transisi Energi
Nicke mencatat bahwa Indonesia masih menghadapi hambatan dalam mempercepat transisi energi, seperti akses ke pembiayaan yang kompetitif, kemajuan teknologi, pendanaan tahap awal, dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia.
"Oleh karena itu, untuk benar-benar berhasil dalam transisi energi ini, kita menyadari pentingnya dukungan yang tepat dan dorongan melalui kemitraan strategis. Saya percaya bahwa bisnis berkelanjutan dibangun melalui kekuatan kolaborasi dan kemitraan," ujarnya.
Sebagai informasi, kerja sama antara Pertamina dan Sinopac meliputi berbagai sektor, seperti di sektor hulu, kedua belah pihak akan memperluas kolaborasi dalam hal pengembangan unconventional hydrocarbon, carbon capture utilization and storage (CCUS), enhanced oil recovery (EOR), dan pengeboran ultra-deep yang termasuk ke dalam penguatan kegiatan riset dan pengembangan serta pengembangan bisnis hulu.
Sementara itu, kolaborasi di sektor hilir meliputi bisnis bahan bakar dan bisnis non-bahan bakar, pelumas, aviasi, petrokimia, serta transportasi dan logistik. Sebagai bagian dari kolaborasi di sektor NRE, kedua belah pihak akan mengeksplorasi potensi dalam pengembangan energi panas bumi, hidrogen, dan tenaga surya.
Â
(*)
Â