Ekonom Ramal Sektor Properti China Butuh Waktu 4-6 Tahun Untuk Pulih

Ekonom di Oxford Economics, Louise Loo menilai sektor real estat di China membutuhkan waktu hingga bertahun-tahun untuk pulih.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 12 Des 2023, 20:30 WIB
Diterbitkan 12 Des 2023, 20:30 WIB
Aktivitas Warga Penang Malaysia di Tengah Peringatan Gelombang Kedua Covid-19
Agen real estat mempromosikan bangunan apartemen bertingkat tinggi di pusat perbelanjaan di Penang (1/8/2020). Malaysia tengah memperingatkan gelombang kedua virus corona COVID-19. (AFP Photo/Goh Chai Hin)

Liputan6.com, Jakarta China tengah dilanda krisis besar pada sektor real estatenya. Seperti diketahui, real estat dan sektor-sektor terkait menyumbang sekitar seperlima hingga seperempat perekonomian China.

Analis sekaligus ekonom utama di Oxford Economics, Louise Loo menilai sektor real estat China membutuhkan waktu hingga bertahun-tahun untuk pulih sepenuhnya.

Jika melihat data nasional, baik berdasarkan perkiraan resmi atau rasio konstruksi terhadap penjualan, Louise Loo menemukan bahwa dibutuhkan setidaknya empat hingga enam tahun bagi pengembang real estat di China untuk menyelesaikan pembangunan properti yang belum selesai.

Hal ini berarti upaya untuk meningkatkan pendanaan bagi pengembang dan upaya lain untuk menyelesaikan masalah pasar properti tidak secara langsung mengatasi masalah yang lebih besar yaitu rumah yang belum selesai dibangun.

"Bagaimanapun datanya, kelebihan pasokan yang ada di pasar kemungkinan akan memakan waktu setidaknya empat tahun lagi untuk mereda, jika tidak ada peningkatan permintaan yang berarti," kata Louise Loo dalam sebuah laporan, dikutip dari CNBC International, Selasa (12/12/2023).

"Peningkatan pasokan yang berasal dari transaksi pasar sekunder karena rumah tangga, yang khawatir akan berkurangnya keuntungan akibat penurunan harga, menjual rumah kedua atau ketiga mereka – merupakan hambatan tambahan dalam proses ini," paparnya, sambil mencatat bahwa persediaan pengembang terlalu besar untuk menyerap dengan cepat.

Diketahui, properti hunian seperti rumah dan apartemen biasanya dijual sebelum selesai dibangun di China, sehingga sangat penting bagi pengembang untuk menyelesaikan pembangunan rumah tersebut jika mereka ingin menjual lebih banyak.

Namun masalah pendanaan dan menyebabkan pengembang harus menunda sehingga menghambat penjualan rumah di masa depan.

Louise juga menyoroti, pembangunan perumahan di provinsi Guizhou yang memiliki banyak masyarakat ekonomi rendah bisa memakan waktu lebih dari 20 tahun untuk menyelesaikannya.

Hal serupa juga dikhawatirkan terjadi finbeberapa provinsi lainnya seperti Jiangxi dan Hebei.

Nomura bulan lalu memperkirakan ukuran rumah pra-penjualan yang belum selesai di China adalah sekitar 20 kali lipat ukuran rumah pengembang properti Country Garden pada akhir 2022.

Dampak ke Perekomonian Negara Lain?

Daripada Memikirkan Hutang, Lebih Baik Mulai Investasi Real Estat
Jika ingin berinvestasi real estate, lakukan segera.

Moody's memperkirakan pertumbuhan produk domestik China akan melambat menjadi 4 persen pada tahun 2024 dan 2025 dan rata-rata 3,8 persen per tahun dari tahun 2026 hingga 2030.

Meskipun masalah pasar properti terus terjadi, Louise Loo dari Oxford Economics tidak memperkirakan adanya dampak signifikan terhadap perekonomian secara keseluruhan.

"Kami pikir penurunan sektor perumahan di China akan mengambil jalur yang berbeda dibandingkan dengan yang terjadi di AS, Spanyol, atau Irlandia 10-15 tahun yang lalu, dan sepertinya tidak akan memicu krisis keuangan yang lebih luas," katanya.

Analis lain juga memperkirakan perekonomian Tiongkok akan mengambil jalannya sendiri.

"Kami memang melihat beberapa kesamaan antara situasi di China dan stagnasi ekonomi di Jepang setelah gelembung properti Jepang pecah pada tahun 1991," kata S&P Global Ratings dalam sebuah laporan.

Namun, S&P Global Ratings yakin China dapat mencegah hal ini, dibantu oleh tindakan regulasi dan kekuatan sektor perbankan dan korporasinya.

Xi Jinping Sebut Pemulihan Ekonomi China Masih di Titik Kritis

Presiden China Xi Jinping Buka Kongres Ke-20 Partai Komunis China
Presiden China Xi Jinping, tengah, duduk setelah memberikan pidato pada upacara pembukaan Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis China yang berkuasa di Beijing, Minggu (16/10/2022). Tema menyeluruh yang muncul dari kongres Partai Komunis China yang sedang berlangsung adalah salah satu dari kontinuitas, bukan perubahan. Pertemuan selama seminggu itu diharapkan untuk mengangkat kembali Xi sebagai pemimpin, menegaskan kembali komitmen terhadap kebijakannya selama lima tahun ke depan dan mungkin meningkatkan statusnya lebih jauh sebagai salah satu pemimpin paling kuat dalam sejarah modern China. (Foto AP/Mark Schiefelbein)

Presiden China Xi Jinping mengakui bahwa pemulihan ekonomi negaranya masih berada pada tahap kritis.

Sebagai informasi, pelemahan ekonomi China didorong oleh aktivitas domestik yang lesu dan permasalahan sektor properti yang belum pulih.

Negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini mengalami pertumbuhan moderat sebesar 4,9 persen pada kuartal ketiga 2023, sedikit di bawah target 5 persen yang ditetapkan Beijing, yang merupakan salah satu target terendah dalam beberapa tahun terakhir.

"Saat ini, pemulihan ekonomi negara ini masih berada pada tahap kritis," kata Xi Jinping pada pertemuan Politbiro Partai Komunis China, dikutip dari Channel News Asia, Senin (11/12/2023).

Laporan media pemerintah China, CCTV membeberkan, Xi Jinping mendesak langkah-langkah untuk meningkatkan perekonomian.

"Situasi pembangunan yang dihadapi negara ini rumit, dengan meningkatnya faktor-faktor buruk dalam lingkungan politik dan ekonomi internasional," ujar Xi Jinping.

"Penting untuk fokus pada percepatan pembangunan sistem industri modern, memperluas permintaan domestik, (dan) mencegah dan mengurangi risiko," tambahnya.

Selain itu, Presiden China juga menekankan perlunya memperkuat kemandirian di sektor-sektor utama ilmu pengetahuan dan teknologi, dan mempercepat pembangunan tata letak baru.

Seperti diketahui, para pejabat China telah berjuang untuk mempertahankan pemulihan dari dampak pandemi COVID-19, bahkan setelah menghentikan tindakan pembatasan pada akhir tahun 2022.

Ekspor China telag naik pada bulan November 2023 untuk pertama kalinya dalam tujuh bulan, para pejabat mengumumkan pada hari Kamis.

Ekspor China, yang selama ini menjadi pendorong utama pertumbuhan sebagian besar telah mengalami penurunan sejak Oktober lalu, kecuali pemulihan jangka pendek pada bulan Maret dan April 2023. Penurunan impor yang mengejutkan di bulan November menunjukkan lemahnya aktivitas konsumen di dalam negeri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya