Liputan6.com, Jakarta Amerika Serikat disebut-sebut akan menjadi negara yang memproduksi minyak terbanyak dibandingkan negara mana pun dalam sejarah.
Melansir CNN Business, Rabu (20/12/2023) laporan yang diterbitkan S&P Global Commodity Insights mengungkapkan bahwa AS akan memproduksi minyak mentah dan kondensat dengan rekor global sebesar 13,3 juta barel per hari selama kuartal keempat 2023.
Baca Juga
Bulan lalu saja, produksi minyak mingguan AS telah mencapai 13,2 juta barel per hari, menurut catatan Administrasi Informasi Energi AS.
Advertisement
Jumlah tersebut sedikit di atas rekor era pemerintahan mantan Presiden Donald Trump sebesar 13,1 juta yang dicapai pada awal tahun 2020, tepat sebelum krisis Covid-19 mengganggu produksi dan harga anjlok.
Hal ini membantu membatasi harga minyak mentah dan bensin.
S&P mengatakan, produksi minyak Amerika Serikat, yang dipimpin oleh pengebor minyak serpih di Texas dan Permian Basin di New Mexico sangat kuat sehingga dapat mengirimkan pasokan ke luar negeri.
Amerika mengekspor minyak mentah, produk olahan, dan cairan gas alam dalam jumlah yang sama seperti yang diproduksi Arab Saudi atau Rusia, S&P menyebutkan.
"Ini adalah pengingat bahwa AS mempunyai cadangan minyak yang sangat besar. Industri kita tidak boleh dianggap remeh," kata Bob McNally, presiden Rapidan Energy Group.
Produksi AS yang memecahkan rekor membantu mengimbangi pengurangan pasokan agresif yang dimaksudkan untuk mendukung harga tinggi OPEC+, terutama Arab Saudi dan Rusia.
Produsen minyak non-OPEC lainnya, termasuk Kanada dan Brasil juga memproduksi lebih banyak minyak dibandingkan sebelumnya. (Brasil akan bergabung dengan OPEC+ tahun depan).
Kuatnya output Amerika telah membuat para ahli lengah.
Analis Goldman Sachs pada hari Minggu memangkas perkiraan harga minyak tahun depan. Bank tersebut menjelaskan, alasan utama di balik penurunan perkiraan ini adalah melimpahnya pasokan dari AS.
Permintaan minyak global diperkirakan akan mencapai rekor tertinggi pada tahun 2024. Namun, proyeksi S&P menunjukkan hal tersebut akan dapat dengan mudah dipenuhi melalui pertumbuhan pasokan.
Harga Minyak Dunia Kembali ke Kisaran USD 75
Setelah sempat mendekati USD 100 per barel awal tahun ini, harga minyak mentah telah jatuh kembali ke kisaran USD 70 hingga USD 75.
Namun harga energi kembali melonjak pekan ini, setelah BP menghentikan pengiriman melalui Laut Merah karena masalah keamanan.
Namun, harga minyak AS diperdagangkan di bawah USD 74 per barel, jauh di bawah harga ketika konflik Israel-Hamas pecah pada 7 Oktober.
Harga gas mendekati level psikologis penting yaitu USD 4 per galon pada bulan September.
Namun harga-harga di pompa bensin telah turun tajam, sehingga membantu mengurangi tekanan inflasi pada perekonomian AS.
Advertisement
Harga Minyak Dunia Naik Dampak Serangan Houthi di Laut Merah
Harga minyak naik pada hari Selasa karena kapal tanker menghindari Laut Merah akibat meningkatnya serangan militan Houthi yang didukung Iran yang telah mengganggu rute pelayaran internasional.
Dikutip dari CNBC, Rabu (20/12/2023), harga minyak kontrak West Texas Intermediate untuk bulan Januari naik 97 sen, atau 1,34%, menjadi menetap di USD 73,44 per barel. Kontrak Brent untuk bulan Februari naik USD 1,28, atau 1,64%, menjadi USD 79,23 per barel.
Dalam beberapa pekan terakhir, pemberontak Houthi Yaman telah melancarkan serangkaian serangan pesawat tak berawak terhadap kapal-kapal komersial yang melintasi Laut Merah.
Perusahaan pelayaran besar dan pengangkut minyak menghentikan perjalanan melalui Laut Merah pada hari Jumat, setelah lebih dari selusin kapal diserang sejak dimulainya perang Israel-Hamas pada awal Oktober.
Jalur Pelayaran Dialihkan
Raksasa pelayaran Maersk, Hapag Lloyd, Mediterranean Shipping Company (MSC), CMA CGM dan Evergreen mengumumkan bahwa mereka akan segera mengalihkan semua perjalanan yang dijadwalkan.
Raksasa minyak BP pada hari Senin bergabung dengan raksasa transportasi dan menghentikan pengiriman melalui Terusan Suez karena memburuknya keamanan di Laut Merah.
"Pasar energi mulai memperhitungkan gangguan terhadap permintaan minyak harian global yang 9% di antaranya mengalir melalui Terusan Suez," tulis Senior Portfolio Manager NewEdge Wealth Ben Emons dalam catatan hariannya, seraya menambahkan bahwa Brent "sangat sensitif" terhadap gangguan ini.Â
Advertisement