Polemik Pajak Hiburan, Presiden Jokowi Akhirnya Turun Tangan

Presiden Jokowi akhirnya turun tangan dalam menanggapi keluhan mengenai pajak hiburan yang dipatok 40-75 persen.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 19 Jan 2024, 14:30 WIB
Diterbitkan 19 Jan 2024, 14:30 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan pidato dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin, 3 Juli 2023. (Foto: Instagram @jokowi)
Presiden Jokowi akhirnya turun tangan dalam menanggapi keluhan mengenai pajak hiburan yang dipatok 40-75 persen.. (Foto: Instagram @jokowi)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Jokowi akhirnya turun tangan dalam menanggapi keluhan mengenai pajak hiburan yang dipatok 40-75 persen. Jokowi hari ini mengumpulkan sejumlah menteri untuk membahas pajak hiburan ini.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat dengan Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta mengatakan besaran tarif pajak hiburan khusus yang sebelumnya dikeluhkan oleh sejumlah pelaku usaha itu dibahas dalam rapat bersama Presiden Joko Widodo dan para menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Negara, Jakarta, Jumat.

"Pemerintah akan mengeluarkan surat edaran terkait dengan Pasal 101 ini. Dalam surat edaran yang akan disiapkan oleh Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri dan selanjutnya pemerintah juga melihat bahwa sektor pariwisata baru pulih," kata Menko Airlangga saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta dikutip dari Antara, Jumat (19/1/2024).

Insentif pajak hiburan itu diatur dalam Pasal 101 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

Janjikan Insentif Fiskal

Dalam beleid itu, tertulis bahwa dalam mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi, gubernur/bupati/wali kota dapat memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha di daerahnya.

Insentif fiskal itu berupa pengurangan, keringanan dan pembebasan atau penghapusan pokok pajak, pokok retribusi dan atau sanksinya.

Airlangga mengatakan bahwa Presiden Jokowi memerintahkan agar dipersiapkan insentif lainnya, seperti pemberian insentif pajak penghasilan (PPh) badan sebesar 10 persen, namun teknisnya masih dalam pembahasan.

"Insentif PPh badan dalam sektor pariwisata itu lebih keseluruhan, lebih kepada seluruh sektornya, dan yang lebih dipertimbangkan Bapak Presiden meminta untuk dikaji PPH Badan sebesar 10 persen," kata Menko Airlangga.

 

Sosialisasi

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Pada tahun 2023, 79% penerima KUR merupakan debitur yang baru pertama kali menerima KUR. (Dok. Kemenko Perekonomian)

Ia menambahkan bahwa surat edaran tersebut juga akan disosialisasikan setelah terbit.

Pajak hiburan telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.

Besaran tarif itu mempertimbangkan jenis hiburan tersebut hanya dinikmati oleh golongan masyarakat tertentu, sehingga pemerintah menetapkan batas bawah guna mencegah perlombaan penetapan tarif pajak rendah demi meningkatkan omzet usaha.

Luhut Mau Pajak Hiburan 40%-75% Ditunda, Pengusaha: Bukan Solusi!

HEADLINE: Heboh Kenaikan Pajak Hiburan 40-75 Persen, Dampak ke Pariwisata?
Ilustrasi karaoke, salah satu jenis usaha yang akan dikenai pajak hiburan 40--75 persen. (dok. Kane Reinholdtsen/Unsplash)

Pengusaha spa menolak keras kenaikan tarif pajak hiburan tertentu mulai dari 40 persen hingga 75 persen. Meskipun, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyerukan penundaan pungutan pajak hiburan bagi usaha karaoke hingga diskotek.

Ketua Wellness Healthcare Entrepreneur Association (WHEA) Agnes Lourda Hutagalung mengatakan, upaya penundaan pungutan pajak spa hingga 75 persen tersebut bukanlah sebuah solusi. 

"Terkait penundaan pajak 40 persen yang disampaikan oleh bapak Luhut itu bukan sebuah solusi," ujar Lourda dalam acara konferensi pers Kenaikan Pajak Hiburan di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (18/1).

Lourda meyakini, bahwa seruan penundaan pajak hiburan usaha spa mulai dari 40 persen hingga 75 persen yang disampaikan oleh Menko Luhut hanya bersifat sementara. Selain itu, sikap Menko Luhut juga tidak mewakili kementerian/lembaga teknis terkait yang masih belum memberikan sikap terkait kenaikan pajak hiburan tertentu hingga 75 persen.

"Penundaan ini tidak akan berdampak besar ya, memang pak Luhut itu siapa? dan tidak ada kaitannya dengan kementerian terkait yang mengurusi soal ini," bebernya.

Lourda menyebut, bahwa pelaku usaha spa di Indonesia tengah membutuhkan perhatian besar dari pemerintah agar bisa bersaing di kancah internasional layaknya Thailand. Dengan kata lain, tidak membebani pelaku usaha dengan menaikkan pungutan pajak hingga 75 persen.

"Seharusnya pemerintah ini mempunyai komitmen untuk memajukan industri spa Indonesia. Komitmen ini bisa dalam hal promosi lainnya dan mendukung pengembangan industri spa Indonesia yang memiliki potensi luar biasa," pungkas Lourda.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya