Geser Jepang, China Jadi Pengekspor Kendaraan Terbesar Dunia

China telah mengekspor lebih banyak kendaraan dibandingkan Jepang. Menurut catatan Asosiasi Produsen Mobil (CAAM), China mengekspor total 4,91 juta unit kendaraan di 2023.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 02 Feb 2024, 11:00 WIB
Diterbitkan 02 Feb 2024, 11:00 WIB
Resmi Masuk Indonesia, BYD Investasi Bikin Pabrik Mobil Listrik Rp20,3 Triliun
Resmi Masuk Indonesia, BYD Investasi Bikin Pabrik Mobil Listrik Rp20,3 Triliun. Perusahaan asal China, BYD, bulan ini merebut posisi teratas dalam penjualan kendaraan listrik terbanyak, setelah memanfaatkan dukungan kuat pemerintah Beijing terhadap sektor yang sedang berkembang ini. (Arief/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - China berhasil menggeser Jepang sebagai eksportir kendaraan terbesar dunia di 2023. Hal itu diungkapkan dari data Asosiasi Produsen Mobil China (CAAM) dan Asosiasi Produsen Mobil Jepang (JAMA).

Dilansir dari Channel News Asia, Jumat (2/2/2024) China mengekspor total 4,91 juta unit kendaraan di 2023. Sedangkan Jepang mengirim 4,42 juta kendaraan di tahun lalu.

Sementara itu, biro bea cukai China menyebutkan jumlah ekspor kendaraan lebih tinggi lagi yaitu 5,22 juta, peningkatan besar dari tahun ke tahun sebesar 57 persen.

China telah mengekspor lebih banyak kendaraan dibandingkan Jepang setiap bulannya, namun data tersebut juga mengkonfirmasi bahwa China menjadi negara pengekspor terbesar dalam setahun penuh.

Seperti diketahui, sektor otomotif China telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besar disebabkan oleh investasi besar-besaran pada mobil listrik, sebuah bidang dimana perusahaan-perusahaan Jepang lebih berhati-hati.

Pabrikan Jepang telah lama bertaruh pada hibrida yang menggabungkan tenaga baterai dan mesin pembakaran internal, sebuah bidang yang mereka rintis bersama dengan Toyota Prius.

Perusahaan asal China, BYD, bulan ini merebut posisi teratas dalam penjualan kendaraan listrik terbanyak, setelah memanfaatkan dukungan kuat pemerintah Beijing terhadap sektor yang sedang berkembang ini.

BYD mulai beroperasi pada tahun 1995 sebagai produsen baterai, dan kemudian mengalihkan perhatiannya ke produksi kendaraan hibrida plug-in dan kendaraan serba listrik.

Perusahaan mobil listrik yang berbasis di Shenzhen itu bersaing dengan Tesla dalam hal harga di China dan Eropa.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Penjualan Kendaraan Listrik Global Diramal Tumbuh 30% di 2024, Melambat Dibanding 2023

Pionir Teknologi EV, Modal Besar BYD Terjun di Pasar Otomotif Indonesia
Pionir Teknologi EV, Modal Besar BYD Terjun di Pasar Otomotif Indonesia

Penjualan global kendaraan listrik dan kendaraan hibrida plug-in (PHEV) tumbuh 31 persen pada tahun 2023. Namun, angka tersebut merupakan penurunan dari pertumbuhan 60 persen pada tahun 2022, menurut firma riset pasar Rho Motion.

"Laju pertumbuhan melambat, tapi itulah yang diharapkan di pasar berkembang seperti ini," kata manajer data Rho Motion Charles Lester,dikutip dari Market Screener, Jumat (12/1/2024).

"Anda tidak bisa menggandakannya setiap tahun," ujarnya.

Lester mengatakan, penjualan kendaraan listrik global tahun lalu sebagian besar sejalan dengan pertumbuhan 30 persen yang diperkirakan Rho Motion.

Sementara untuk tahun 2024, perusahaan memperkirakan pertumbuhan penjualan kendaraan listrik global antara 25 persen dan 30 persen.

Rho Motion mencatat, penjualan pada bulan Desember mencapai rekor bulanan sebesar 1,5 juta unit.

Kendaraan listrik penuh atau kendaraan listrik baterai (BEV) menyumbang 9,5 juta dari 13,6 juta kendaraan listrik yang terjual di seluruh dunia pada tahun 2023, dan PHEV menyumbang sisanya.

 


Lonjakan di AS Hingga Eropa

Komitmen BYD Hadirkan Ekosistem Tanpa Emisi dengan Inovasi dan Teknologi Berkelanjutan (Arief A/Liputan6.com)
Komitmen BYD Hadirkan Ekosistem Tanpa Emisi dengan Inovasi dan Teknologi Berkelanjutan (Arief A/Liputan6.com)

Setelah bertahun-tahun mengalami percepatan pertumbuhan, beberapa produsen mobil khawatir penjualan mobil listrik di Eropa dan negara lain akan melambat karena para pengemudi menunggu model yang lebih baik, lebih kecil, dan lebih murah dalam waktu dua hingga tiga tahun ke depan.

Penjualan BEV melonjak 50 persen di AS dan Kanada, serta tumbuh masing-masing 27 persen dan 15 persen di Eropa dan China.

Lester mengungkapkan, penjualan EV di Eropa pada tahun 2024 dapat dipengaruhi oleh keputusan mendadak Jerman tahun lalu untuk menghapuskan subsidi kendaraan listrik.

Rho Motion mengatakan hanya 8 persen dari penjualan BEV Eropa berada di segmen mobil kecil, meskipun hal ini akan mulai berubah dengan hadirnya model EV yang lebih kecil seperti Citroen eC3 dari Stellantis yang akan mulai dijual tahun ini.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya