Liputan6.com, Jakarta Kepemilikan hunian pribadi di tengah gemerlapnya kota metropolitan seperti Jakarta kerap menjadi impian banyak individu. Jakarta, yang merupakan pusat kegiatan ekonomi dan bisnis, membawa konsekuensi harga properti yang melambung tinggi, termasuk pajak yang tidak kalah mahal.
Oleh karena itu, bagi para pemilik rumah, istilah Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sudah menjadi hal yang akrab di telinga mereka. Tiap tahun, kewajiban untuk membayar PBB-P2 menjadi rutinitas yang tak terelakkan.
Baca Juga
Regulasi terbaru yang mengatur pajak daerah, yaitu Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No 1 Tahun 2024, merupakan respons terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 yang mengatur hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Advertisement
Morris Danny, Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jakarta, menegaskan pentingnya pemahaman yang baik terhadap ketentuan PBB-P2 bagi warga atau Wajib Pajak yang memiliki rumah di Jakarta.
"Dengan memahami ketentuan tersebut, Wajib Pajak dapat memenuhi kewajiban perpajakannya dengan tepat waktu dan sesuai dengan peraturan yang berlaku," ujarnya dalam pernyataannya pada Selasa (7/5/2024).
Apa itu PBB-P2?
Morris menjelaskan bahwa PBB-P2 adalah pajak yang dikenakan atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh individu atau badan/lembaga tertentu. Definisi "bumi" mencakup permukaan bumi termasuk tanah dan perairan pedalaman, sementara "bangunan" merujuk pada konstruksi teknik yang tetap terhubung dengan permukaan bumi.
Dalam Perda No 1 Tahun 2024, dijelaskan bahwa objek pajak PBB-P2 mencakup bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh individu atau badan, kecuali untuk kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Namun, objek pajak tersebut tidak termasuk bumi yang hasil dari reklamasi atau pengerukan.
Â
Onjek Pajak yang Dikenakan
Objek pajak yang tidak dikenakan PBB-P2 antara lain adalah bumi dan/atau bangunan yang digunakan untuk kepentingan umum di bidang keagamaan, kesehatan, dan pendidikan, serta bumi yang merupakan hutan lindung, taman nasional, atau tanah negara yang belum dibebani hak.
Tarif PBB-P2 ditetapkan sebesar 0,5 persen, dengan pengecualian untuk lahan produksi pangan dan ternak yang dikenakan tarif 0,25 persen.
Melalui penjelasannya, Morris menekankan pentingnya memahami ketentuan-ketentuan terbaru terkait PBB-P2, yang diatur dalam Perda Provinsi DKI Jakarta No 1 Tahun 2024. Dengan pemahaman yang baik, Wajib Pajak dapat memenuhi kewajiban perpajakannya secara tepat waktu dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Advertisement