Barang Impor dan Mobil Listrik China Dijegal AS Lagi, Vladimir Putin Ikutan Buka Suara

Komentar itu disampaikan Putin saat berkunjung ke China dalam rangka memperdalam hubungan diplomatik Rusia-China.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 20 Mei 2024, 19:57 WIB
Diterbitkan 20 Mei 2024, 19:56 WIB
Presiden China Xi Jinping Bertemu Vladimir Putin di Moskow
Xi Jinping menjadi pemimpin dunia pertama yang bertemu Vladimir Putin sejak Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuknya pada Jumat (17/3), atas dugaan deportasi anak-anak Ukraina ke Rusia sejak invasi. (Grigory Sysoyev, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Rusia Vladimir Putin buka suara terkait langkah kenaikan tarif impor oleh Amerika Serikat pada kendaraan listrik (EV) dan barang-barang China.

Dikutip dari US News, Senin (20/5/2024) komentar itu disampaikan Putin saat berkunjung ke China. Dia menilai bahwa tarif AS terhadap kendaraan listrik buatan negara itu merupakan persaingan yang tidak sehat.

"Sayangnya, cara dunia bekerja saat ini, terkadang muncul situasi terkait persaingan tidak sehat. Beginilah cara Amerika baru-baru ini menjatuhkan sanksi terhadap China pada transportasi dan mobil listrik (buatan negara itu)," kata Putin.

"Kenapa? Karena mobil China sudah lebih bagus," ujarnya. Dilaporkan, kunjungan Putin ke negeri tirai bambu dalam rangka memperdalam hubungan diplomatik antara Rusia dan China.

Seperti diketahui, AS menaikkan tarif impor pada barang-barang China senilai USD 18 miliar atau setara Rp. 287,6 trilliun, termasuk kendaraan listrik, baterai, semikonduktor, baja, aluminium, mineral penting, sel surya, derek kapal-ke-pantai, dan produk medis, sambil tetap mempertahankan tarif era pemerintahan Donald Trump yang berjumlah lebih dari USD 300 miliar. 

Diwartakan sebelumnya, juru bicara IMF Julie Kozack mengatakan bahwa AS akan lebih terbantu dengan mempertahankan sistem perdagangan terbuka daripada menerapkan bea masuk baru terhadap barang-barang China.

Kozack menilai, pembatasan perdagangan yang diumumkan Biden dapat mendistorsi perdagangan dan investasi, serta memecah rantai pasokan dan memicu tindakan serupa.

"Fragmentasi seperti ini bisa sangat merugikan perekonomian global," ujar Kozack dalam sebuah konferensi pers, dikutip dari  CNBC International.

"Kami juga mendorong AS dan China untuk bekerja sama menuju solusi yang mengatasi kekhawatiran mendasar yang memperburuk ketegangan perdagangan antara kedua negara," pungkasnya.

Susul AS, Kanada Bakal Dongkrak Tarif Impor Mobil Listrik China

Resmi Masuk Indonesia, BYD Investasi Bikin Pabrik Mobil Listrik Rp20,3 Triliun
Resmi Masuk Indonesia, BYD Investasi Bikin Pabrik Mobil Listrik Rp20,3 Triliun (Arief/Liputan6.com)

Kanada mengungkapkan bahwa negara itu akan menyusul langkah Amerika Serikat dalam menaikkan tarif impor mobil listrik dari China.

Mengutip laman CBC, Minggu (19/5/2024) Menteri Perindustrian Kanada, François-Philippe Champagne mengatakan Ottawa sedang mempertimbangkan tarif tersebut setelah AS mengumumkan akan menaikkan biaya impor terhadap kendaraan listrik China dan barang-barang terkait lainnya.

François-Philippe Champagne pun memberi sinyal Kanada menerapkan tarif serupa.

"Adil untuk mengatakan bahwa segala sesuatunya dipersiapkan untuk melindungi industri dan pekerja kami," kata Champagne dalam sebuah wawancara dengan Power & Politics dari CBC News Network.

"Kami bekerja selaras dengan Amerika Serikat," bebernya.

Seperti diketahui, Presiden Joe Biden mengumumkan awal pekan ini bahwa AS akan mengenakan tarif baru pada kendaraan listrik (EV), baterai canggih, sel surya, baja, aluminium, dan peralatan medis China

Tarif tersebut akan diterapkan secara bertahap selama tiga tahun ke depan; yang mulai berlaku pada tahun 2024 mencakup kendaraan listrik, sel surya, jarum suntik, jarum suntik, baja dan aluminium, dan banyak lagi.

Saat ini, hanya ada sedikit produk kendaraan listrik asal China di AS, namun para pejabat Amerika khawatir bahwa model-model dengan harga rendah yang dihasilkan oleh subsidi pemerintah China akan segera membanjiri pasar AS. 

Dalam wawancara terpisah, Presiden Asosiasi Produsen Suku Cadang Otomotif Kanada, Flavio Volpe mengungkapkan dirinya setuju bila Kanada menerapkan pungutan perdagangan serupa.

"Sekarang Amerika telah memasang tembok tarif, kita tidak bisa membiarkan pintu samping terbuka di sini," ujar dia.

Brian Kingston, presiden Asosiasi Produsen Kendaraan Kanada, juga menggemakan argumen Volpe dalam sebuah postingan di X.

"Kanada tidak bisa keluar dari langkah AS dalam menghadapi China. Kita memerlukan kebijakan yang selaras yang memperkuat rantai pasokan otomotif Amerika Utara," tulisnya.

Ekonom: Tarif Impor Barang China Tak Pengaruhi Kebijakan Moneter AS

Warga Uruguay menyeberangi perbatasan untuk mendapatkan harga yang lebih murah
Dengan ekonomi yang goyah, nilai tukar peso Argentina anjlok terhadap dolar AS dan inflasi tahunannya mencapai 115,6%, salah satu yang tertinggi di dunia. Sebaliknya, ekonomi Uruguay lebih stabil, dengan inflasi rendah dan mata uang yang lebih kuat. (AP Photo/Natacha Pisarenko)

Ekonom memperkirakan bahwa pemberlakukan tarif impor baru oleh Amerika Serikat terhadap barang dari China, akan memiliki dampak jangka pendek yang minim terhadap PDB, inflasi dan kebijakan moneter negara itu.

"Tarif yang diumumkan terhadap China oleh pemerintahan Biden menandakan konflik ekonomi musim dingin yang panjang dan dingin antara AS dan China," kata ekonom Joe Brusuelas di RSM US, dikutip dari CNN Business, Rabu (15/5/2024). 

Kemudian Ryan Sweet, kepala ekonom AS di Oxford Economics, mengatakan bahwa pemberlakukan tarif impor barang China oleh Biden kemungkinan tidak akan mempengaruhi kebijakan moneter.

"Tarif tambahan pada dasarnya adalah kesalahan pembulatan inflasi dan PDB, dan tidak berdampak pada kebijakan moneter," tulis Ryan Sweet dalam sebuah catatan, ketika laporan pertama kali mengindikasikan bahwa perubahan kebijakan tarif AS akan segera dilakukan.

"The Fed tidak akan membuat masalah besar, sehingga tarif tidak akan memberikan amunisi tambahan untuk membenarkan mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama," jelasnya.

Sebagai informasi, tarif impor barang China oleh AS kali ini merupakan kelanjutan dari program mantan Presiden Donald Trump senilai USD 300 miliar pada tahun 2018 dan 2019, yang mengenakan tarif besar terhadap China dan berbagai mitra dagang lainnya dan masih berlaku.

Trump sendiri telah membuat janji-janji kampanye untuk menerapkan tarif yang lebih tinggi lagi jika ia terpilih kembali menjadi Presiden AS, tidak hanya untuk China namun juga tarif 10% untuk semua impor, yang menurut para ekonom tidak hanya akan mengakibatkan hilangnya lapangan kerja secara signifikan di AS namun juga memicu inflasi.

Tarif terbaru, yang akan diberlakukan mulai sekarang hingga tahun 2026, dilakukan di tengah pasar kerja AS yang solid, pertumbuhan ekonomi yang kuat, dan belanja konsumen yang kuat.

"(Dampak) tarif biasanya lebih masuk akal secara politis daripada ekonomi," kata Sweet.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya